Syaiful mengatakan, Kemendikbud mesti meninjau aturan PPDB di DKI Jakarta yang bertentangan dengan aturan Kemendikbud.
"Saya meminta kepada Kemendikbud kemarin untuk meninjau juklak-juknis yang dikeluarkan oleh Dinas Pendidikan DKI yang tidak senapas, tidak selaras dengan aturan atau regulasi yang dikeluarkan oleh Kemendikbud," kata Syaiful dalam sebuah acara diskusi, Sabtu (27/6/2020).
Menurut dia, Kemendikbud juga mesti mengoreksi parameter atau kriteria yang digunakan dalam penerimaan peserta didik baru.
Syaiful tidak setuju akan aturan di DKI Jakarta yang menjadikan calon peserta didik berusia lebih tua menjadi prioritas untuk diterima dibandingkan calon peserta didik yang jarak tempuh ke sekolahnya lebih dekat.
"Saya kira kita berada di duna pendidikan, saya kira bikinlah ukuran atau kriteria yang lebih kualitatif, yang lebih inovatif, yang lebih mencerminkan dunia pendidikan," ujar Syaiful.
Ia pun mengaku telah menerima laporan dari orangtua yang menyebut ada calon murid yang tak diterima karena kalah saing dengan calon murid yang berusia lebih tua meski rumah calon murid itu lokasinya dekat dengan sekolah.
"Jadi anak muda yang umurnya masih muda itu tidak bisa sekolah padahal dia tinggal lima langkah ke sekolah yang ada di tempatnya itu. Ini yang disebut ketidakadilan dan ini tidak boleh terjadi," kata Syaiful.
Adapun jalur zonasi PPDB DKI Jakarta tahun ini menuai polemik karena dianggap memprioritaskan anak berusia tua.
Berdasarkan Surat Keputusan Kepala Dinas Pendidikan Nomor 501 Tahun 2020 tentang Penetapan Zonasi Sekolah untuk Penerimaan Peserta Didik Baru Tahun Pelajaran 2020/2021.
Apabila jumlah pendaftar PPDB jalur zonasi melebihi daya tampung, dilakukan seleksi berdasarkan usia, urutan pilihan sekolah, dan waktu mendaftar.
Kadisdik Nahdiana mengatakan bahwa PPDB jalur zonasi sesuai Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 44 Tahun 2019 tentang PPDB.
Jalur zonasi ditetapkan berdasarkan kelurahan, bukan jarak rumah calon siswa ke sekolah.
Alasan dia, Jakarta memiliki demografi yang unik, mulai dari tingkat kepadatan penduduk yang berbeda tiap kelurahan, sebaran sekolah tak merata, hingga banyak hunian vertikal di Ibu Kota.
"Penetapan zonasi berbasis kelurahan dan irisan kelurahan dengan mempertimbangkan keunikan demografi Kota Jakarta," kata Nahdiana.
Alasan lainnya, banyak pilihan transportasi yang bisa digunakan peserta didik untuk menjangkau sekolah mereka.
"Banyaknya atau tersedianya moda transportasi bagi anak sekolah, ada bus sekolah, transjakarta, dan ada Jak Lingko," ucap Nahdiana.
Dalam sistem zonasi kelurahan, calon siswa berdomisili lebih jauh dan calon siswa yang domisilinya lebih dekat memiliki peluang yang sama untuk diterima di sekolah tujuan, asalkan keduanya tinggal di kelurahan sesuai zonasi sekolah.
Apabila jumlah pendaftar melebihi daya tampung sekolah, calon siswa akan diseleksi berdasarkan usia lebih tua ke usia lebih muda, bukan lagi jarak tempat tinggal ke sekolah.
Dengan demikian, calon siswa berusia lebih tua yang rumahnya jauh lebih berpeluang lolos seleksi dibandingkan calon siswa berusia lebih muda yang tinggal dekat dengan sekolah.
https://nasional.kompas.com/read/2020/06/27/13571721/soal-ppdb-dki-jakarta-kemendikbud-diminta-turun-tangan