“Kalau berkas ini kemudian dibaca atau diketahui oleh lawan, lawan itu adalah para penasihat hukum yang membela terdakwa, tentu kemudian ini bisa di-praperadilan-kan,” kata Adrianus melalui video telekonferensi, Kamis (25/6/2020).
Hal itu disampaikan terkait survei kepatuhan hukum tahun 2019 yang dilakukan Ombudsman terhadap berkas perkara di kepolisian, kejaksaan, pengadilan negeri, dan lapas.
Pada aspek kepatuhan pemenuhan unsur dokumen, Ombudsman menilai kelengkapan maupun kesesuaian nomor surat, tanggal, hingga nama petugas yang terlibat.
Hasil survei menunjukkan, skor keempat institusi dalam pemenuhan unsur dokumen berkisar 30-84 persen.
Adrianus menuturkan, kesalahan kecil pada berkas perkara, meskipun tak disengaja, dapat berujung pada bebasnya tersangka.
“Misalnya si A itu ternyata dalam kolom jenis kelaminnya ditulis harusnya dia laki-laki, terus (ditulisnya) perempuan,” ujarnya.
“Okelah itu tidak sengaja, tapi di mata para hakim yang memang formal-oriented, bisa bebas itu,” sambung dia.
Selain itu, berkas yang tidak sempurna juga memiliki potensi disalahgunakan serta merugikan tersangka.
Ombudsman pun meminta polisi memperbaiki kinerjanya serta bagi pihak peradilan agar lebih waspada terkait masalah administrasi.
Diberitakan, pada aspek ketersediaan dokumen, hasil survei menunjukkan keempat institusi memiliki kepatuhan tinggi dengan nilai di atas 80 persen.
Hal tersebut, kata Adrianus, berbeda dari tingkat kepatuhan untuk melengkapi dokumen.
“Artinya dari segi ketersediaan tuh, dokumennya ada, ketika kami cek ke berkasnya semuanya ada, tidak demikian halnya dengan pemenuhan,” ujarnya.
“Jadi walaupun sudah ada, ketika kami cek namanya, nomornya, tanggalnya, orang-orang yang terlibat, itu kemudian ternyata belum memenuhi syarat, belum ideal, belum benar,” sambung dia.
Pada aspek pemenuhan unsur dokumen, kepolisian mendapat skor sebesar 31,85 persen atau predikat kepatuhan rendah.
Sementara itu, di tahap penuntutan, kejaksaan mendapat skor sebesar 70,62 persen atau kepatuhan sedang.
Pengadilan mendapat nilai sebesar 83,39 persen atau termasuk kepatuhan tinggi dalam aspek pemenuhan unsur dokumen.
Kemudian, pemenuhan unsur dokumen oleh pihak lapas mendapat penilaian sebesar 53,79 persen.
Survei ini diselenggarakan di 11 provinsi, yaitu Bengkulu, Jambi, Sumatera Selatan, Lampung, DKI Jakarta, Nusa Tenggara Barat, Gorontalo, Papua, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, dan Kalimantan Barat.
Ombudsman meneliti empat berkas perkara di setiap daerah sehingga totalnya menjadi 44 kasus.
Kriteria kasus yang diteliti antara lain, kasus tindak pidana umum, hukuman di atas lima tahun, perkara diputus pada rentang waktu 2015-2019, serta telah berkekuatan hukum tetap pada tingkat pertama.
Total terdapat 35 dokumen yang diteliti untuk setiap kasus dari tahap penyidikan hingga pemasyarakatan.
https://nasional.kompas.com/read/2020/06/25/23480881/ombudsman-ingatkan-aparat-hukum-berkas-perkara-tak-lengkap-rawan