Usman menanggapi pernyataan Polri yang menyebut bahwa tujuh terdakwa tersebut adalah pelaku kriminal dan bukan tahanan politik.
"Perbuatan mereka bukan aksi kriminal," kata Usman Hamid ketika dihubungi Kompas.com, Rabu (17/6/2020).
"Ketujuh aktivis Papua di Balikpapan itu jelas tergolong tahanan hati nurani atau tahanan politik, karena mereka hanya menyuarakan kebebasan berpendapat dan berekspresi secara damai," ujar Usman Hamid.
Bahkan, Usman mempertanyakan pernyataan Polri yang menyatakan tujuh orang itu telah melakukan perbuatan kriminal.
"Tindak kriminalnya di mana?" kata dia.
Menurut dia, kebebasan berpendapat telah tercantum dalam Pasal 28E ayat 3 UUD 1945.
Pasal tersebut menyatakan bahwa setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat.
Bahkan, hal tersebut juga dijamin hukum internasional, yaitu pada International Convenant of Civil and Political Rights (ICCPR) yang telah diratifikasi melalui Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005.
"Di ICCPR, bahkan hak untuk kebebasan berekspresi itu termasuk hak untuk menyatakan pilihan kemerdekaan," tuturnya.
Usman pun membandingkannya dengan pembebasan tahanan politik yang terlibat pemberontakan bersenjata di masa lalu oleh presiden sebelumnya.
Ia mencontohkan pembebasan tahanan politik selama era kepresidenan Soekarno, Soeharto, BJ Habibie, Abdurrahman Wahid (Gus Dur), serta Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Diberitakan, Polri mengklaim, ketujuh terdakwa asal Papua yang menjalani sidang di Pengadilan Negeri (PN) Balikpapan, Kalimantan Timur, bukan merupakan tahanan politik.
Tujuh terdakwa yang disidangkan dengan dugaan makar yakni Alexander Gobay, Fery Kombo, Hengki Hilapok, Buchtar Tabuni, Irwanus Uropmabin, Steven Itlay, dan Agus Kossay.
"Mereka adalah murni pelaku kriminal yang mengakibatkan terjadi kerusuhan di Papua dan khususnya di Kota Jayapura," kata Kepala Divisi Humas Mabes Polri Irjen Argo Yuwono melalui keterangan tertulis, Rabu (17/6/2020).
Argo berdalih, banyak masyarakat Papua mengalami kerugian akibat provokasi yang dilakukan oleh ketujuh terdakwa.
Polisi pun mengklaim memiliki bukti sehingga menjerat ketujuhnya dengan dugaan makar.
“Jelas mereka pelaku kriminal, sehingga saat ini proses hukum yang dijalani oleh mereka adalah sesuai dengan perbuatannya,” tuturnya.
Menurut Argo, isu bahwa ketujuh terdakwa merupakan tahanan politik sengaja digulirkan oleh kelompok-kelompok kecil yang berunjuk rasa.
Diketahui, ketujuh warga Papua ini ditangkap di Jayapura dan Sentani dengan waktu yang berbeda-beda pada September 2019 setelah kerusuhan di Kota Jayapura.
Polisi lalu memindahkan ketujuh orang ini ke Polda Kaltim dengan alasan keamanan pada 4 November 2019.
https://nasional.kompas.com/read/2020/06/17/17585421/7-terdakwa-makar-asal-papua-tak-berbuat-kriminal-amnesty-tetap-anggap-tapol
Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & Ketentuan