JAKARTA, KOMPAS.com - Aparat penegak hukum diminta bekerja ekstra keras untuk mengantisipasi keinginan jahat segelintir oknum yang ingin memanfaatkan momentum pandemi Covid-19 guna memperkaya diri sendiri.
Presiden Joko Widodo mengungkapkan hal itu saat menyampaikan sambutan secara virtual pada peresmian pembukaan Rapat Koordinasi Nasional Pengawasan Intern Pemerintah Tahun 2020, Senin (15/6/2020).
Presiden menyatakan, pemerintah tidak main-main dalam hal akuntabilitas. Upaya pencegahan terhadap niat jahat harus diutamakan, seiring dengan diwujudkannya tata kelola yang baik dalam penggunaan anggaran penanganan Covid-19.
"Tetapi kalau ada yang masih membandel, kalau ada niat untuk korupsi, ada mens rea, maka silakan bapak/ibu, digigit dengan keras. Uang negara harus diselamatkan, kepercayaan rakyat harus terus kita jaga," kata Presiden, seperti dikutip dari laman Setkab.go.id, Selasa (16/6/2020).
Pemerintah diketahui kembali menaikkan alokasi anggaran percepatan penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional, dari Rp 677,2 triliun menjadi Rp 686,2 triliun.
Oleh sebab itu, tata kelola dalam penggunaan anggaran tersebut, imbuh Presiden, harus baik, tepat sasaran dan menggunakan prosedur yang sederhana.
Sehingga nantinya dapat memberikan output dan outcome yang maksimal bagi kehidupan seluruh masyarakat Indonesia.
"Aspek pencegahan harus lebih dikedepankan. Kita semuanya harus lebih proaktif, jangan menunggu terjadinya masalah, jangan menunggu sampai terjadinya masalah," ujar Jokowi.
"Kalau ada potensi masalah, segera ingatkan, jangan sampai pejabat dan aparat pemerintah dibiarkan terperosok, bangun sistem peringatan dini, perkuat tata kelola yang baik, yang transparan, yang akuntabel," imbuh dia.
Meski demikian, Kepala Negara juga mengingatkan agar upaya pencegahan yang dilakukan aparat penegak hukum, dalam hal ini kepolisian, kejaksaan dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), tidak memberikan rasa takut kepada para pelaksana di lapangan dalam menjalankan tugasnya.
Oleh sebab itu, Presiden meminta, agar Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), inspektorat, dan juga Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) turut memperbaiki tata kelola penggunaan anggaran tersebut yang fokus pada upaya pencegahan korupsi.
Di samping itu, sinergi antar lembaga pemeriksa eksternal dan aparat penegak hukum juga harus ditingkatkan.
"Dengan sinergi dan sekaligus checks and balances antarlembaga dan dukungan seluruh rakyat Indonesia, saya yakin kita bisa bekerja lebih baik," kata Presiden.
Janji disikat
Sementara itu, Kapolri Jenderal (Pol) Idham Azis menyatakan, pihaknya akan menindak siapa pun oknum yang terbukti melakukan korupsi dana penanganan Covid-19.
"Dalam situasi kondisi pandemi seperti ini, apabila ada yang menyalahgunakan, maka Polri tidak pernah ragu untuk 'sikat' dan memproses pidana," tutur Idham melalui keterangan tertulis, Senin.
Kapolri mengingatkan, kelonggaran yang diberikan dalam pencairan dana Covid-19 jangan disalahartikan dan disalahgunakan untuk memperkaya diri sendiri.
Ia menambahkan, Polri telah membentuk satuan tugas yang khusus menindak oknum-oknum tersebut.
"Polri sudah membentuk satgas khusus di bawah kendali Kabareskrim (Komjen Listyo Sigit Prabowo)," tuturnya.
Sementara itu, Ketua KPK Firli Bahuri sebelumnya telah mengingatkan agar tidak ada oknum yang mencoba untuk melakukan persekongkolan korupsi anggaran penanganan Covid-19.
"Dalam rangka penggunaan angaran tidak ada persekongkolan untuk melakukan kolusi yang akhirnya terjadi korupsi," kata Firli saat rapat bersama Tim Pengawas Penanganan Covid-19 DPR, pada 20 Mei lalu.
Ia mengatakan, KPK tidak akan melakukan penuntutan baik perdata maupun pidana jika kebijakan yang diputuskan berdasarkan itikad baik sebagaimana tercantum di dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penetapan Perppu Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid-19.
Namun, Firli mengungkapkan, KPK memiliki sejumlah indikator penyelewenangan dan penyimpangan pelaksanaan kebijakan yang dapat dikenakan sanksi hukum.
Selain persekongkolan, indikator itu meliputi menerima atau memperoleh kick back, ada unsur penyuapan, gratifikasi dan benturan kepentingan.
Ia pun mengingatkan bahwa para pelaku kejahatan korupsi di masa krisis atau bencana nasional seperti pandemi Covid-19, dapat dituntut dengan pidana mati sebagaimana diatur dalam UU No 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU No 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi.
"Mengingatkan saja sebagaimana disebutkan undang-undang 31 tahun 1999 juncto undang-undang 20 tahun 2001 Pasal 2 Ayat 2 disebutkan tindak pidana korupsi yang dilakukan dalam masa bencana ancaman hukumannya adalah pidana mati," kata dia.
https://nasional.kompas.com/read/2020/06/16/09322191/saat-jokowi-minta-koruptor-anggaran-covid-19-digigit-keras