Honggo merupakan terdakwa dalam kasus dugaan korupsi penjualan kondensat oleh PT TPPI.
Sidang yang digelar di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tersebut dilakukan secara in absentia karena Honggo masih buron.
"Menghukum terdakwa dengan pidana penjara selama 18 tahun dengan perintah agar terdakwa ditahan di rumah tahanan," ungkap Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Hari Setiyono melalui keterangan tertulis mengutip surat tuntutan yang dibacakan dalam sidang, Senin (8/6/2020).
Tim JPU yang terdiri dari Direktorat Penuntutan Jampidsus Kejagung dan Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat menuntut agar majelis hakim menyatakan Honggo terbukti melakukan korupsi.
Selain itu, Honggo juga dituntut membayar denda Rp 1 miliar subsider enam bulan penjara.
JPU juga menuntut Honggo membayar uang pengganti sebesar 128.574.004,46 dollar Amerika Serikat paling lama satu bulan sesudah putusan berkekuatan hukum tetap atau inkrah.
"Dengan memperhitungkan nilai barang bukti berupa tanah dan bangunan yang diatasnya terdapat pabrik/kilang LPG (PT TLI) sesuai dengan sertifikat Hak Guna Bangunan Nomor 11 dan 12 atas nama PT Tuban LPG Indonesia yang berada di kawasan pabrik PT TPPI," ujar dia.
Apabila terdakwa tidak memenuhinya, jaksa dapat menyita dan melelang harta benda milik Honggo.
"Jika terpidana tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti tersebut, maka dipidana dengan pidana penjara selama enam tahun," tutur dia.
Kemudian, dua terdakwa lainnya dituntut 12 tahun penjara dikurangi masa tahanan.
Kedua, terdakwa terdiri dari mantan Kepala BP Migas Raden Priyono dan mantan Deputi Finansial Ekonomi dan Pemasaran BP Migas Djoko Harsono.
"Menghukum para terdakwa dengan pidana penjara masing-masing selama 12 tahun dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan, dengan perintah agar terdakwa tetap ditahan," ujar dia.
JPU juga menuntut kedua terdakwa membayar denda masing-masing sebesar Rp 1 miliar subsider enam bulan kurungan.
Lebih lanjut, sidang berikutnya untuk Raden Priyono dan Djoko Harsono dijadwalkan pada Senin (15/6/2020) dengan agenda nota pembelaan atau pleidoi.
Sementara, sidang untuk terdakwa Honggo akan digelar pada Senin (22/6/2020) dengan agenda pembacaan putusan.
Jaksa menganggap ketiganya melanggar Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP, sesuai dakwaan primair.
Diketahui, pengusutan perkara dugaan korupsi lewat penjualan kondensat sudah dilakukan Bareskrim Polri sejak 2015.
Korupsi itu melibatkan SKK Migas (dulu bernama BP Migas), PT TPPI dan Kementerian ESDM. Penyidik menemukan sejumlah dugaan tindak pidana.
Pertama, yakni penunjukan langsung PT TPPI oleh SKK Migas untuk menjual kondensat. Kedua, PT TPPI telah melanggar kebijakan wakil presiden untuk menjual kondensat ke Pertamina. TPPI justru menjualnya ke perusahaan lain.
Penyidik juga menemukan bahwa meski kontrak kerja sama SKK Migas dengan PT TPPI ditandatangani Maret 2009, namun PT TPPI sudah menerima kondensat dari BP Migas sejak Januari 2009 untuk dijual.
Selain itu, PT TPPI juga diduga tidak menyerahkan hasil penjualan kondensat ke kas negara.
Berdasarkan penghitungan Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK), negara dirugikan sebesar 2,716 miliar dollar AS.
https://nasional.kompas.com/read/2020/06/08/20393011/tanpa-kehadiran-honggo-wendratno-dituntut-18-tahun-penjara