"Keputusan ini akan menjadi penyemangat bahwa HAM masih bisa diperjuangkan dalam negeri ini," ujar Ade dalam webinar, Kamis (4/6/2020).
Ade mengatakan, beberapa amar putusan pengadilan dinilainya cukup menggemberikan.
Terlebih, kemenangan tersebut terjadi ketika situasi demokrasi di Indonesia cukup menyedihkan.
"Beberapa amar putusan itu sangat menggemberikan karena kita tahu bahwa dalam konteks hari ini demokrasi cukup menyedihkan," katanya.
Namun demikian, dirinya meminta masyarakat untuk menahan diri hingga putusan tersebut berkekuatan hukum atau inkrah.
Dengan begitu, masyarakat tetap memiliki peluang menuntut apabila kenyataannya masih terdapat pihak yang dirugikan dari kebijakan pemblokiran tersebut.
"(Kalau) memang ada sektor lain yang merasa dirugikan dan itu bisa dihitung secara materiil, tentu saja akan menjadi peluang lain untuk masyarakat Papua menuntut secara hukum kepada pemerintah," tegas dia.
Diberitakan sebelumnya, majelis hakim PTUN memutuskan bahwa Presiden Republik Indonesia serta Menteri Komunikasi dan Informatika bersalah atas pemblokiran internet di Papua dan Papua Barat.
Pemblokiran internet ini dilakukan pada Agustus 2019 menyusul kerusuhan yang terjadi karena aksi demonstrasi di Papua dan Papua Barat.
"Menyatakan tindakan pemerintah yang dilakukan tergugat 1 dan 2 adalah perbuatan melanggar hukum,” kata Hakim Ketua Nelvy Christin dalam sidang pembacaan putusan, Rabu (3/6/2020).
Pihak tergugat 1 adalah Menteri Komunikasi dan Informatika, sedangkan tergugat 2 adalah Presiden Republik Indonesia.
Majelis hakim menghukum tergugat 1 dan 2 membayar biaya perkara sebesar Rp 457.000.
Menurut majelis hakim, internet bersifat netral. Bisa digunakan untuk hal yang positif ataupun negatif.
Namun, apabila ada konten yang melanggar hukum, maka yang seharusnya dibatasi adalah konten tersebut.
Oleh karena itu, majelis hakim menilai pemerintah melanggar hukum atas tindakan throttling bandwith yang dilakukan pada 19-20 Agustus 2019, tindakan pemutusan akses internet sejak 21 Agustus sampai 4 September 2019, dan lanjutan pemutusan akses internet sejak 4 sampai 11 September 2019.
Majelis hakim sekaligus menolak eksepsi para tergugat.
Adapun penggugat dalam perkara ini adalah gabungan organisasi, yakni AJI, YLBHI, LBH Pers, ICJR, Elsam, dan lain-lain.
https://nasional.kompas.com/read/2020/06/04/17583471/lbh-pers-ham-masih-bisa-diperjuangkan-dalam-negeri-ini