Salin Artikel

Presiden Ingin Contoh Korsel dan Selandia Baru dalam Penggunaan Teknologi Pelacak Covid-19, Seperti Apa?

JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo mengatakan, penggunaan teknologi informasi di dalam penanganan pandemi Covid-19 menjadi hal yang penting untuk dilakukan saat ini. Terutama, dalam melacak pergerakan kasus yang terus terjadi dari waktu ke waktu.

"Sekali lagi, saya minta untuk pelacakan secara agresif, dilakukan lebih agresif lagi dengan menggunakan bantuan sistem teknologi komunikasi dan bukan dengan cara-cara konvensional lagi," kata Presiden saat membuka rapat terbatas mengenai percepatan penanganan Covid-19, Kamis (4/6/2020).

Sampai saat ini, penambahan kasus positif Covid-19 masih terus terjadi di Tanah Air. Hingga Kamis (4/6/2020), terdapat 28.818 kasus terkonfirmasi positif Covid-19 di Indonesia. Jumlah tersebut bertambah 585 kasus dalam kurun 24 jam.

Adapun kasus yang telah dinyatakan sembuh bertambah 486 orang, sehingga total mencapai 8.892 kasus. Sedangkan, kasus meninggal dunia bertambah 23 orang, menjadi 1.721 kasus.

Kepala Negara menyatakan, sejumlah negara yang telah menggunakan teknologi informasi cukup berhasil dalam melacak keberadaan kasus Covid-19 di negara masing-masing.

"Seperti yang kita lihat di negara-negara lain, misalnya di Selandia Baru mereka menggunakan digital diary, kemudian Korea Selatan juga mengembangkan mobile GPS untuk data-data sehingga pelacakan itu lebih termonitor dengan baik," kata Jokowi.

Presiden menambahkan, sistem manajemen data yang ada saat ini harus terus diperbaiki agar ke depan penanganan Covid-19 dapat dilakukan secara real time mulai dari laboratorium hingga gugus tugas yang ada di tingkat daerah.

"Sehingga, dalam pengambilan keputusan, kebijakan, bisa tepat dan akurat," kata dia.

Lantas, seperti apa penggunaan kedua teknologi yang dimaksud Presiden?

1. Mobile GPS Korea Selatan

Aplikasi berbasis GPS ini digunakan untuk mengawasi orang yang menjalani karantina di rumah mereka sendiri. Jika mereka meninggalkan lokasi yang telah ditentukan, maka sistem alarm akan menyala.

Dilansir dari CNN, aplikasi tersebut pertama kali diimplementasikan di Daegu dan sekitar provinsi Gyeongsang Utara pada Februari lalu. Kedua wilayah tersebut dipilih lantaran hampir 90 persen warganya telah terinfeksi.

"Pemerintah berdiskusi tentang cara yang lebih efisien untuk mengawasi orang-orang dalam karantina dan mengembangkan sebuah aplikasi," kata Humas Central Disaster Relief Headquarters, Park Jong-hyun, dalam sebuah briefing, pada 26 Februari 2020.

Saat itu, terdapat sekitar 2.300 orang tengah dalam proses karantina di Daegu.

Pemerintah Korsel pun mengategorisasi kasus-kasus terkonfirmasi, sehingga pasien yang memiliki kondisi kesehatan yang lebih serius dapat segera dibawa ke rumah sakit.

Sementara, pasien dengan gejala yang lebih ringan dapat diawasi di rumah atau fasilitas kesehatan yang disiapkan pemerintah.

Melansir data dari Worldometers, terdapat 11.629 kasus terkonfirmasi positif Covid-19 di Korea Selatan hingga 4 Juni 2020. Dari jumlah tersebut, 10.499 kasus telah dinyatakan sembuh atau hanya tersisa 857 kasus yang masih menjalani perawatan.

Pada 6 Mei lalu, Korea Selatan sempat mencabut kebijakan pembatasan sosial yang telah diterapkan di negara tersebut, lantaran penurunan kasus yang terjadi.

Namun, Menteri Kesehatan Park Neung-hoo akhirnya kembali menerapkan kebijakan pembatasan sosial sejak 29 Mei, lantaran kembali terjadi lonjakan kasus. Kebijakan itu berlaku efektif hingga 14 Juni mendatang.

2. Digital diary Selandia Baru

Berbeda dengan Korea Selatan yang meluncurkan teknologi di tengah situasi pandemi meningkat tajam, Selandia Baru justru meluncurkan aplikasi pelacak setelah pandemi mulai reda.

Aplikasi yang disebut oleh Perdana Menteri Selandia Baru Jacinta Ardern sebagai 'digital diary' itu berfungsi mencatat perjalanan pribadi penggunanya, sembari memastikan data yang disimpan aman.

"Sambil berjaga-jaga jika pada kemudian hari Anda terjangkit COVID-19, Anda punya referensi untuk menceritakan ke mana saja Anda pergi dalam periode tertentu," kata Ardern, seperti dikuti Antara dari dari Reuters, pada 18 Mei lalu.

Selandia Baru diketahui telah melonggarkan kebijakan pembatasan sosial mereka. Berbagai fasilitas publik seperti restoran, toko dan taman bermain sudah dibuka dengan tetap menjalankan protokol jarak sosial.

Sejak mengumumkan kasus pertama pada 28 Februari, jumlah kasus kematian di negara tersebut hingga kini telah mencapai 22 orang. Adapun kasus terkonfirmasi positif mencapai 1.504 kasus, dimana 1.481 kasus telah dinyatakan sembuh.

Dengan demikian, saat ini hanya tersisa 1 kasus yang masih menjalani perawatan.

https://nasional.kompas.com/read/2020/06/04/16574801/presiden-ingin-contoh-korsel-dan-selandia-baru-dalam-penggunaan-teknologi

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke