Salin Artikel

Ancaman Pidana Menanti bagi Pemotong Bansos Covid-19

JAKARTA, KOMPAS.com - Penangkapan oknum aparatur Desa Banpres, Kecamatan Tuah Negeri, Kabupaten Musi Rawas, Sumatera Selatan, lantaran memotong Bantuan Langsung Tunai (BLT) Dana Desa yang disalurkan pemerintah pusat disesalkan.

Pasalnya, oknum tersebut memotong anggaran bantuan yang seharusnya diperuntukkan bagi masyarakat yang tengah menghadapi kesulitan akibat pandemi Covid-19. Ancaman pidana pun menanti keduanya.

"Saya sangat menyesalkan perilaku tokoh masyarakat desa ini," kata Menteri Desa PDTT Abdul Halim Iskandar dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Rabu (3/6/2020).

Oknum aparatur yang dimaksud yaitu seorang kepala dusun berinisial AM dan seorang anggota Badan Permusyawaratan Desa berinisial E. Keduanya diamankan oleh Tim Saber Pungli Polres Musirawas setelah sebelumnya dilaporkan warga.

Keduanya diduga memotong BLT Dana Desa yang sebelumnya telah disalurkan pemerintah kepada warga sebesar Rp 600.000 untuk setiap kepala keluarga (KK).

Diketahui, kejadian itu bermula ketika 91 KK di desa tersebut menerima bantuan BLT Dana Desa pada 21 Mei 2020. Dari jumlah tersebut, 23 KK tinggal di wilayah Dusun 1.

Setelah bantuan diserahkan, kedua oknum tersebut mendatangi setiap rumah di Dusun 1 untuk memungut imbalan sebesar Rp 200.000 dari setiap KK.

Kedua pelaku akhirnya berhasil memperoleh uang sebesar Rp 3,6 juta setelah meminta imbalan dari 18 KK.

"Warga akhirnya merasa keberatan dan melaporkan kejadian itu kepada Kepala Desa," kata Kapolres Musirawas AKBP Efran usai gelar perkara, Selasa (2/6/2020).

Akibat perbuatannya, keduanya kini telah ditetapkan sebagai tersangka dan disangkakan dengan Pasal 12 huruf e Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 atas perubahan UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Mereka terancam dipidana seumur hidup atau dipenjara paling singkat empat tahun dan paling lama 20 tahun, dan denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar.

Jangan coba-coba

Terungkapnya kasus pungli yang dilakukan oleh aparatur desa tersebut dinilai menjadi bukti bahwa transparansi penyaluran BLT Dana Desa telah berjalan cukup baik.

Abdul Halim mengatakan, transparansi tersebut terjadi lantaran proses penyalurannya mengedepankan prinsip dari desa, oleh desa, dan untuk desa.

"Dengan transparansi seluruh tahapan seperti ini, seharusnya tidak ada pihak yang berani coba-coba mengambil keuntungan pribadi karena mudah diketahui warga desa lainnya," kata dia.

"Warga desa leluasa mengawasi secara partisipatoris, mengontrolnya, dan melaporkannya hingga kepada yang berwajib," imbuh Abdul Halim.

Ia mengaku, pihaknya belum mendapatkan laporan langsung dari masyarakat atas peristiwa tersebut. Sekalipun demikian, Kemendes PDTT telah memiliki pusat aduan yang dapat diakses masyarakat bila mendapatkan informasi adanya dugaan kasus korupsi yang terjadi dalam proses penyaluran bantuan.

"Kejadian di Desa Banpres, Musi Rawas, ini belum pernah masuk ke sistem aduan Kemendes PDTT. Namun begitu terjadi, Kemendesa PDTT langsung mengonsolidasikannya dengan tim aduan dan pendamping desa di lapangan," ujarnya.

"Saat ini kasus sudah masuk ranah aparat penegak hukum dan mulai diproses sesuai aturan hukum. Kemendesa PDTT terus memantau kasus ini sampai terselesaikan," pungkas politikus PKB itu.

Rawan dikorupsi

Sementara itu, menurut Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Adnan Topan Husodo, adanya penyebaran wewenang dalam penanganan Covid-19, termasuk dalam hal ini penyaluran bantuan sosial, rawan menimbulkan praktik korupsi.

Hal itu dikarenakan sulitnya masyarakat mengawasi proses penyaluran bantuan tersebut.

"Semakin terdistribusi kewenangan dalam situasi krisis, semakin besar potensi penyimpangannya, karena situasi seperti ini semakin sulit diawasi," kata Adnan dalam diskusi daring ICW, Selasa (2/6/2020).

Seperti diketahui, distribusi bansos tak hanya dilakukan oleh pemerintah pusat, tetapi juga pemerintah daerah. Persoalan timbul ketika akurasi data penerima bansos kurang baik karena tidak diperbarui secara berkala.

Potensi persoalan lain yang mungkin timbul yakni lantaran bansos yang diserahkan dalam bentuk barang kebutuhan pokok masyarakat. Pemberian bansos dalam bentuk barang ini dinilai juga berpotensi menimbulkan praktik korupsi.

Adnan menilai, penyaluran bansos tunai lebih tepat dalam situasi pandemi seperti saat ini. Sekalipun ada potensi bansos tersebut justru digunakan oleh masyarakat bukan untuk memenuhi kebutuhan pokok mereka, tetapi untuk berbelanja barang lain.

Namun, pengawasan penyalurannya dapat lebih mudah dilakukan dibandingkan bansos dalam bentuk barang kebutuhan pokok.

"Kalau bantuannya sifatnya cash itu ada potensi untuk bisa diawasi secara langsung dan warga yang menerima bisa membelanjakannya untuk kepentingan mereka," kata dia.

https://nasional.kompas.com/read/2020/06/03/16525121/ancaman-pidana-menanti-bagi-pemotong-bansos-covid-19

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke