Salah satu kebijakan yang dimaksud, yakni kenaikan iuran BPJS Kesehatan.
"Di satu sisi pemerintah melanjutkan layanan kesehatan, tapi di sisi lain terdapat kebijakan yang membebani publik, misalnya kenaikan iuran BPJS (Kesehatan)," ujar Feri dalam diskusi "Menjaga Integritas Solidaritas" yang digelar KPK, Kamis (28/5/2020).
Feri mengangap aneh ketika di tengah situasi bencana, justru pemerintah menaikan iuran BPJS Kesehatan.
Padahal, Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang penanggulangan bencana mendorong negara memberikan beban kepada aparatur maupun sektor milik negara untuk melayani publik.
Menurut Feri, sektor milik negara tersebut berupa BUMN maupun BUMD yang ditugaskan untuk membuat program layanan publik ketika bencana.
Sehingga, kata dia, seluruh program yang dilakukan sektor negara dapat dikonsentrasikan untuk melayani publik.
Namun demikian, ia menyebut kebijakan pemerintah sejauh ini justru jauh dari apa yang seharusnya dilakukan negara.
"Sejauh yang kita amati, itu seakan-akan konsentrasi dari pembuat kebijakan bukan untuk menyelamatkan kepntingan publik," kata dia.
Feri menyatakan jika tim medis yang tengah berjuang menghadapi pasien Covid-19 membutuhkan APD, maka menjadi keharusan negara melayani kebutuhan tersebut.
"Tapi lihat konteks lainnya, BUMN justru malah kemudian membebani publik, misalnya iuran BPJS (Kesehatan)," terang dia.
"Jadi ini hak yang timpang kalau bicara soal kebijakan di tengah pandemi," lanjut Feri.
Diketahui, pemerintah mengeluarkan sejumlah kebijakan kontroversial. Salah satunya adalah menaikan iuran BPJS Kesehatan.
Kenaikan iuran BPJS Kesehatan kali ini tertuang dalam Perpres Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.
Beleid tersebut diteken oleh Presiden Joko Widodo pada Selasa (5/5/2020).
Kenaikan iuran untuk peserta mandiri segmen pekerja bukan penerima upah (PBPU) dan bukan pekerja (BP) diatur dalam Pasal 34. Kenaikan tarif mulai berlaku pada 1 Juli 2020 mendatang. Berikut rincian kenaikannya:
1. Iuran peserta mandiri kelas I naik menjadi Rp 150.000, dari saat ini Rp 80.000.
2. Iuran peserta mandiri kelas II meningkat menjadi Rp 100.000, dari saat ini sebesar Rp 51.000.
3. Iuran peserta mandiri kelas III juga naik dari Rp 25.500 menjadi Rp 42.000.
Namun, pemerintah memberi subsidi Rp 16.500 untuk kelas III sehingga yang dibayarkan tetap Rp 25.500.
Kendati demikian, pada 2021, subsidi yang dibayarkan pemerintah berkurang menjadi Rp 7.000, sehingga yang harus dibayarkan peserta adalah Rp 35.000.
https://nasional.kompas.com/read/2020/05/28/13032041/ahli-sebut-kebijakan-pemerintah-saat-wabah-justru-bebani-publik