JAKARTA, KOMPAS.com - Pembahasan revisi Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba) di tengah pandemi Covid-19 menuai kritik.
DPR dan pemerintah dinilai sengaja membahas RUU kontroversial tersebut demi menghindari penolakan publik setelah pembahasannya sempat ditunda pada September 2019 lalu.
"Dengan memilih melakukan pengesahan di tengah situasi darurat sekarang, maka suara penolakan apalagi yang diekspresikan melalui aksi massa di jalan hampir mustahil akan terjadi," kata Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia ( Formappi) Lucius Karus kepada Kompas.com, Senin (11/5/2020).
Menurut Lucius, pertimbangan itulah yang mendasari DPR ngotot membahas RUU Minerba di tengah pandemi. DPR seolah menutup telinga dan tidak mendengarkan desakan publik.
Ia menambahkan, bagi DPR, desakan publik yang menuntut penundaan proses pembahasan di tengah pandemi justu menjadi hal yang ingin dihindari.
"Jadi bagi DPR, pilihan untuk segera mengesahkan RUU Minerba di tengah wabah covid adalah pilihan strategis demi meloloskan apa yang sudah menjadi keinginan mereka di periode lalu terkait pengaturan Minerba," kata Lucius.
Selain mengabaikan desakan publik, Lucius menilai DPR juga tertutup saat membahas revisi UU Minerba tersebut.
Sikap tertutup itu ditunjukkan dengan tidak ada informasi terkait proses revisi UU Minerba yang bisa diakses oleh publik.
Lucius mencontohkan, situs DPR yang tidak menginformasikan proses pembahasan RUU Minerba serta tidak adanya draf RUU Minerba di situs resmi DPR dan pemerintah.
"Bagaimana bisa dengan kondisi serba tertutup dengan hampir tidak adanya informasi terkait substansi bahkan naskah RUU Minerba yang mau disahkan saja tak ada dimana-mana, DPR mengaku sudah menunaikan kewajiban menerima masukan publik?" kata Lucius.
Kepentingan investor dan elite politik
Lucius menilai DPR cenderung mengklaim banyak hal terkait partisipasi publik meskipun hal itu sekadar formalitas saja.
"Partisipasi publik yang didesak publik itu jangan dimaknai sebagai sebuah tahapan formil sehingga dengan mudah dikemas sekedar untuk formalitas saja," kata Lucius menambahkan.
Dari segi substansi, lanjut Lucius, revisi UU Minerba pun bukanlah suatu hal yang dibutuhkan publik di tengah wabah virus corona.
Ia pun mempertanyakan skala prioritas DPR karena menurutnya yang dibutuhkan publik saat ini adalah regulasi terkait penanganan Covid-19.
"Rakyat saat ini tidak membutuhkan bagaimana regulasi pengelolaan energi di tengah situasi sulit akibat pandemi. Yang dibutuhkan rakyat saat ini jelas, bagaimana regulasi yang tepat untuk mengatasi pandemi dan segala efek sampingnya," kata Lucius.
Ia berpendapat, DPR bukannya tidak tahu atau tidak paham apa yang diinginkan publik terkait RUU Minerba dan RUU kontroversial lainnya, melainkan keinginan publik tersebut bertentangan dengan keinginan DPR.
Menurut Lucius, ngototnya DPR mengesahkan RUU Minerba menunjukkan bahwa pembahasan RUU ditujukan untuk kepentingan investor dan elite politik.
"Karena ngotot dengan RUU Minerba, maka sangat mungkin kengototan pengesahan RUU ini untuk melayani kepentingan investor atau juga kepentingan elite politik yang dihidupi oleh dunia investasi pertambangan," kata Lucius.
Segera disahkan
Anjing menggonggong, kafilah berlalu. Meskipun menuai kritik, revisi UU Minerba tetap dilanjutkan DPR. Menurut rencana, RUU tersebut akan disahkan dalam Rapat Paripurna, Selasa (12/5/2020) hari ini.
Wakil Ketua Komisi VII DPR Eddy Soeparno mengklaim DPR telah mematuhi peraturan perundang-undangan dan tata tertib yang belaku selama membahas revisi UU Minerba.
Eddy pun mengatakan jika ada masyarakat yang keberatan dengan RUU Minerba setelah disahkan, dapat mengujinya lewat Mahkamah Konstitusi (MK).
"SOP pembahasan tidak ada yang salah dan dilanggar. Kewenangan pembahasan RUU ada di DPR dan pemerintah," ucapnya.
"Jika ada UU yang sudah di sahkan dan ada pihak yang merasa tidak terakomodasi aspirasinya, ada pintu gugatan sebagaimana diatur oleh konstitusi, yakni judicial review melalui MK," kata Eddy.
Secara terpisah, anggota Komisi VII Ridwan Hisjam mengatakan, RUU Minerba wajib diselesaikan secepatnya karena telah ditetapkan sebagai prolegnas prioritas tahun 2020.
Apalagi, menurut Ridwan, RUU ini telah dibahas sejak lama oleh DPR.
"Menurut saya, RUU Minerba ini sudah terlambat penyelesaiannya. Seharusnya selesai di periode yang lalu, makanya ini masuk kategori RUU carry over," kata Ridwan saat dihubungi.
"Semua RUU yang sudah diputuskan dalam prolegnas wajib segera diselesaikan secepat-cepatnya," lanjutnya.
Ridwan mengatakan, pembahasan RUU Minerba telah memenuhi syarat sebagaimana diatur dalam tata tertib dan peraturan perundang-undangan.
Ridwan pun menegaskan tidak ada niat DPR memanfaatkan situasi pandemi Covid-19 untuk menyelesaikan pembahasan RUU Minerba.
"Tidak ada hubungannya dengan pandemi Covid-19. Semua RUU di DPR berjalan sesuai tahapan-tahapannya, karena DPR telah memiliki tata cara persidangan/rapat yang mengacu pada protokol Covid-19," ucapnya.
https://nasional.kompas.com/read/2020/05/12/08232201/strategi-dpr-dan-pemerintah-sahkan-ruu-minerba-di-tengah-wabah