JAKARTA, KOMPAS.com - Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Padjadjaran Susi Dwi Harijanti berpendapat, DPR dan pemerintah semestinya menunda pembahasan omnibus law RUU Cipta Kerja secara keseluruhan.
Susi menilai, RUU Cipta Kerja bermasalah, baik dari aspek prosedur maupun substansinya.
"Pembahasan tetap harus ditunda seluruhnya. RUU ini bermasalah dari aspek prosedur dan aspek substansi," kata Susi saat dihubungi, Selasa (28/4/2020).
"Dari prosedur pembentukan yang bermasalah, hampir dapat dipastikan substansinya juga bermasalah," tambah dia.
Salah satu prosedur bermasalah yang dimaksud Susi yaitu pembahasan RUU Cipta Kerja yang dilakukan di tengah pandemi Covid-19.
Susi menegaskan, pembentukan undang-undang, selain mematuhi UUD 1945 dan undang-undang lainnya, juga mesti tunduk pada etika bernegara.
"Pembentukan UU tidak hanya tunduk pada norma-norma UUD 1945 dan UU, melainkan pula pada etika-etika bernegara," jelasnya.
Di sisi lain, Susi menuturkan bahwa keputusan Presiden Joko Widodo menunda pembahasan klaster ketenagakerjaan bukan solusi.
Menurut Susi, permasalahan yang muncul tidak hanya bersumber dari klaster ketenagakerjaan saja.
Susi curiga keputusan Presiden Jokowi menunda pembahasan klaster ketenagakerjaan hanya untuk menimbulkan kesan kepentingan kelompok pekerja atau buruh didengar.
"Saya khawatir Presiden menyatakan menunda pembahasan bidang ketenagakerjaan seakan-akan hendak mengakomodasi permintaan kalangan tenaga kerja. Padahal, materi lain tidak kalah penting. Misal, Pasal 170 yang jelas-jelas melanggar teori hukum, yakni peraturan hanya dapat diubah oleh peraturan yang sederajat," ucapnya.
Secara terpisah, Guru Besar Ekonomi Pertanian Universitas Andalas Yonariza menyatakan isu ketenagakerjaan tak dapat dipisahkan dari keseluruhan substansi RUU.
Menurut dia, persoalan tenaga kerja ada di semua sektor, sehingga pembahasan RUU Cipta Kerja mesti dilakukan secara simultan.
"Ketenagakerjaan ada di semua sektor, tak dapat dipisahkan dari sektor lain," ucap Yonariza.
"Tenaga kerja ada di semua pengelolaan SDA, misal pariwisata, pertanian, pertambangan, perikanan. Maka pembahasannya harus simultan," kata dia.
Diberitakan sebelumnya, Presiden Jokowi memutuskan menunda pembahasan klaster ketenagakerjaan dalam draf RUU Cipta Kerja.
Keputusan presiden itu merupakan respons atas kontoversi yang muncul terkait pasal-pasal dalam klaster ketenagakerjaan.
"Kemarin pemerintah telah menyampaikan kepada DPR dan saya juga mendengar Ketua DPR sudah menyampaikan kepada masyarakat bahwa klaster Ketenagakerjaan dalam RUU Cipta Kerja ini pembahasannya ditunda, sesuai dengan keinginan pemerintah," ujar Jokowi di Istana Merdeka, Jakarta, Jumat (24/4/2020).
Dengan penundaan tersebut, Jokowi mengatakan pemerintah bersama DPR memiliki waktu lebih banyak untuk mendalami substansi dari pasal-pasal yang berkaitan.
"Hal ini juga untuk memberikan kesempatan kepada kita untuk mendalami lagi substansi dari pasal-pasal yang terkait dan juga untuk mendapatkan masukan-masukan dari para pemangku kepentingan," kata dia.
Terkait hal itu, Wakil Ketua Panita Kerja (Panja) RUU Cipta Kerja Achmad Baidowi mengatakan, permintaan penundaan pembahasan klaster ketenagakerjaan oleh presiden sudah sesuai dengan keinginan panja di Baleg DPR.
Menurut Baidowi, saat pembahasan nanti segala kemungkinan bisa terjadi. Ia mengatakan klaster ketenagakerjaan bisa saja dihapus atau tetap menjadi bagian RUU Cipta Kerja dengan perbaikan.
"Apakah nantinya tetap menjadi bagian, di-drop, atau skemanya seperti apa, semuanya ditentukan di akhir. Hal ini untuk memberikan kesempatan kepada para stakeholder mencari simulasi dan solusi terbaik terkait masalah ketenagakerjaan," kata Baidowi, Jumat (24/4/2020).
https://nasional.kompas.com/read/2020/04/28/09571421/guru-besar-hukum-tata-negara-pembahasan-ruu-cipta-kerja-harus-ditunda
Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & Ketentuan