Hal itu disampaikan terkait Surat Keputusan Kapolri Nomor Kep/1059/X/2017 yang tak mewajibkan wakil kepala kepolisian daerah menyerahkan LHKPN.
"LHKPN itu memang harus dimonitor sejak awal, tidak menunggu menjadi pejabat publik dulu atau eselon tertentu," kata Bambang ketika dihubungi Kompas.com, Kamis (16/4/2020).
Argumentasi tersebut didasarkan pada beberapa kasus yang pernah terjadi di Indonesia.
Salah satunya, kasus pencucian uang sekaligus pembalakan liar yang melibatkan personel polisi yang bertugas di Sorong, Papua Barat, Aiptu Labora Sitorus.
Labora diketahui tersandung perkara tindak pidana pencucian uang karena kepemilikan dana di rekening bank sebesar Rp 1,5 triliun.
Labora telah divonis 15 tahun penjara serta denda sebesar Rp 5 miliar pada 17 September 2014.
Menurut Bambang, apabila kewajiban LHKPN diterapkan pada personel Polri apapun jabatannya, maka praktik korupsi serupa Aiptu Labora tidak akan terjadi.
Oleh sebab itu, Bambang mendorong supaya pelaporan LHKPN diwajibkan usai anggota lulus dari Akademi Kepolisian (Akpol).
Hal tersebut perlu dilakukan untuk mewujudkan program Polri yang ”Promoter" atau profesional, modern, terpercaya.
"Karena problem terkait harta kekayaan pejabat negara itu dimulai dari awal, ketika menjadi ASN," ujar dia.
Diberitakan sebelumnya, Direktur Penindakan KPK yang baru Brigjen (Pol) Karyoto diketahui tak pernah menyetor LHKPN-nya selama menjabat sebagai Wakapolda DI Yogyakarta.
Plt Juru Bicara KPK Ipi Maryati menyatakan, sebagai wakapolda, Karyoto memang tak diwajibkan menyerahkan LHKPN sebagaimana diatur dalam Keputusan Kapolri Nomor Nomor Kep/1059/X/2017.
Diketahui, Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, menyebutkan, hanya pejabat eselon 1 di lingkungan Polri dan penyidik yang diwajibkan menyetor LHKPN.
https://nasional.kompas.com/read/2020/04/17/11405431/seluruh-polisi-didorong-wajib-lapor-lhkpn-ini-alasannya