Salin Artikel

Wacana Darurat Sipil Covid-19 dan Digunakannya Perppu Era Soekarno...

"Saya minta kebijakan pembatasan sosial berskala besar, physical distancing, dilakukan lebih tegas, lebih disiplin dan lebih efektif lagi. Sehingga tadi sudah saya sampaikan, bahwa perlu didampingi adanya kebijakan darurat sipil," kata Presiden Jokowi saat memimpin rapat terbatas dengan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, lewat video conference dari Istana Bogor, Senin (30/3/2020) kemarin.

Jokowi pun meminta jajarannya segera menyiapkan payung hukum untuk menjalankan pembatasan sosial skala besar ini sebagai pegangan bagi pemerintah daerah.

"Dalam menjalankan kebijakan pembatasan sosial berskala besar saya minta agar segera disiapkan aturan pelaksanaan yang jelas sebagai panduan provinsi kabupaten dan kota sehingga mereka bisa bekerja," ucap Jokowi.

Kendati demikian, Juru Bicara Presiden Fadjroel Rachman menegaskan, penerapan darurat sipil untuk mencegah penyebaran virus corona Covid-19 masih dalam tahap pertimbangan dan belum diputuskan.

Penerapan darurat sipil adalah langkah terakhir yang baru akan digunakan jika penyebaran virus corona Covid-19 semakin masif.

"Penerapan darurat sipil adalah langkah terakhir yang bisa jadi tidak pernah digunakan dalam kasus Covid-19," kata Fadjroel.

Perppu era Soekarno

Pernyataan soal darurat sipil yang diucapkan Presiden pun menimbulkan berbagai spekulasi.

Salah satunya adalah prediksi diterapkannya kembali aturan soal darurat sipil di era Presiden Soekarno, yang umurnya sudah 61 tahun.

Ketentuan darurat sipil itu diatur dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 23 Tahun 1959 tentang Penetapan Keadaan Bahaya.

Pasal 1 aturan tersebut menyebutkan, Presiden/Panglima Tertinggi Angkatan Perang dapat menyatakan seluruh atau sebagian dari wilayah Negara Republik Indonesia dalam keadaan bahaya dengan tingkatan keadaan darurat sipil atau keadaan darurat militer atau keadaan perang.

Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Doni Monardo pun mengkonfirmasi bahwa pemerintah akan menggunakan perppu yang diteken Presiden Soekarno itu.

Selain aturan itu, ada dua payung hukum lainnya yang akan digunakan. Dua dasar hukum lainnya yakni Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, serta UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.

"Kesimpulan yang tadi diambil oleh Bapak Presiden yaitu formatnya adalah pembatasan sosial skala besar. Yang mengacu pada tiga dasar (hukum)," kata Doni usai rapat terbatas dengan Presiden.

Doni menyebutkan, pihaknya akan mengundang pakar hukum untuk merumuskan lebih jauh aturan turunan soal pembatasan sosial skala besar dan darurat sipil ini.

"Aturan ini sedang dibahas, tentu pakar pakar di bidang hukum akan berada pada garis terdepan untuk bisa menghasilkan sebuah konsep yang mana kita bisa mengurangi resiko (penularan) yang besar, dan kita bisa meningkatkan kesadaran masyarakat," kata Doni.

Dalam kesempatan tersebut, Doni juga menegaskan bahwa pemerintah belum memutuskan akan melakukan karantina wilayah yang sudah menjadi episentrum Covid-19.

Doni beralasan, pemerintah sangat berhati-hati dalam mengambil keputusan karena berkaca dengan negara lain yang gagal dalam melaksanakan karantina wilayah atau lockdown.

"Berkaca pada sejumlah negara yang telah memutuskan lockdown atau karantina wilayah ternyata juga gagal, justru menimbulkan masalah baru," kata Doni.

Tidak tepat

Rencana pemerintah menggunakan ketentuan darurat sipil dalam menangani Covid-19 langsung menuai kritik dari kalangan masyarakat sipil dan aktivis.

Koalisi masyarakat yang terdiri dari ELSAM, Imparsial, LBH Jakarta, LBH Masyarakat, LBH Pers, ICW, PBHI, PILNET Indonesia, dan KontraS menolak aturan era Soekarno digunakan untuk menghadapi pandemi Covid-19.

"Merujuk kepada regulasi yang tersedia, Koalisi mendesak pemerintah tetap mengacu pada UU Nomor 24/2007 tentang Penanggulangan Bencana dan UU Nomor 6/2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan," demikian bunyi pernyataan bersama koalisi tersebut.

Koalisi menyatakan, isu COVID-19 merupakan kondisi yang disebabkan oleh bencana penyakit.

Oleh karena itu, penerapan pembatasan sosial meluas yang merujuk pada karantina kesehatan perlu dilakukan guna menghindari sekuritisasi masalah kesehatan yang tidak perlu.

"Koalisi menilai, pemerintah belum saatnya menerapkan keadaan darurat militer dan darurat sipil," kata dia.

Koalisi mendesak pemerintah memikirkan juga konsekuensi ekonomi, sosial dan kesehatan masyarakat yang terdampak kebijakan tersebut, terutama bagi kelompok-kelompok yang rentan.

Untuk itu, koalisi mendesak Presiden Jokowi menerbitkan Keppres Penetapan Bencana Nasional sebagai payung hukum.

"Keppres tersebut juga harus memasukan dan menanggulangi kerugian terhadap pihak-pihak yang terdampak dari kebijakan tersebut, baik ekonomi, sosial dan kesehatan."

https://nasional.kompas.com/read/2020/03/31/10324101/wacana-darurat-sipil-covid-19-dan-digunakannya-perppu-era-soekarno

Terkini Lainnya

Sebut Suaranya Pindah ke PDI-P, PAN Minta Penghitungan Suara Ulang di Dapil Ogan Komering Ilir 6

Sebut Suaranya Pindah ke PDI-P, PAN Minta Penghitungan Suara Ulang di Dapil Ogan Komering Ilir 6

Nasional
Jokowi Teken UU Desa Terbaru, Kades Bisa Menjabat Hingga 16 Tahun

Jokowi Teken UU Desa Terbaru, Kades Bisa Menjabat Hingga 16 Tahun

Nasional
Soal Lebih Baik Nasdem Dalam Pemerintah atau Jadi Oposisi, Ini Jawaban Surya Paloh

Soal Lebih Baik Nasdem Dalam Pemerintah atau Jadi Oposisi, Ini Jawaban Surya Paloh

Nasional
Sentil Pihak yang Terlambat, MK: Kalau di Korea Utara Ditembak Mati

Sentil Pihak yang Terlambat, MK: Kalau di Korea Utara Ditembak Mati

Nasional
Giliran Ketua KPU Kena Tegur Hakim MK lantaran Izin Tinggalkan Sidang Sengketa Pileg

Giliran Ketua KPU Kena Tegur Hakim MK lantaran Izin Tinggalkan Sidang Sengketa Pileg

Nasional
Panji Gumilang Gugat Status Tersangka TPPU, Sebut Polisi Tak Penuhi 2 Alat Bukti

Panji Gumilang Gugat Status Tersangka TPPU, Sebut Polisi Tak Penuhi 2 Alat Bukti

Nasional
Sidang Administrasi Selesai, PTUN Minta PDI-P Perbaiki Gugatan terhadap KPU

Sidang Administrasi Selesai, PTUN Minta PDI-P Perbaiki Gugatan terhadap KPU

Nasional
Bamsoet Apresiasi Sikap Koalisi Perubahan Akui Kemenangan Prabowo-Gibran

Bamsoet Apresiasi Sikap Koalisi Perubahan Akui Kemenangan Prabowo-Gibran

Nasional
PDI-P Harap PTUN Tidak Biarkan Pelanggaran Hukum yang Diduga Dilakukan KPU

PDI-P Harap PTUN Tidak Biarkan Pelanggaran Hukum yang Diduga Dilakukan KPU

Nasional
KPK Sebut SPDP Kasus Korupsi di PDAM Boyolali Hoaks

KPK Sebut SPDP Kasus Korupsi di PDAM Boyolali Hoaks

Nasional
Kompolnas Dorong Motif Bunuh Diri Brigadir RAT Tetap Diusut, Meski Penyelidikan Kasus Dihentikan

Kompolnas Dorong Motif Bunuh Diri Brigadir RAT Tetap Diusut, Meski Penyelidikan Kasus Dihentikan

Nasional
Airin Hadir di Taaruf Muhaimin Bersama Calon Kepala Daerah

Airin Hadir di Taaruf Muhaimin Bersama Calon Kepala Daerah

Nasional
Sentil KPU, Hakim MK Arief Hidayat: Sudah Hadir Ya Setelah Viral saya Marahi

Sentil KPU, Hakim MK Arief Hidayat: Sudah Hadir Ya Setelah Viral saya Marahi

Nasional
MPR Akan Temui Prabowo-Gibran Bicara Masalah Kebangsaan

MPR Akan Temui Prabowo-Gibran Bicara Masalah Kebangsaan

Nasional
Hakim Fahzal Hendri Pimpin Sidang Dugaan Gratifikasi dan TPPU Gazalba Saleh

Hakim Fahzal Hendri Pimpin Sidang Dugaan Gratifikasi dan TPPU Gazalba Saleh

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke