Salin Artikel

Sanksi Pecat untuk Evi Novida Ginting Manik yang Terbukti Langgar Kode Etik

Evi terbukti melakukan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku penyelenggara pemilu dalam kasus perolehan suara calon legislatif (caleg) Partai Gerindra Daerah Pemilihan (Dapil) Kalimantan Barat 6.

Selain Evi, Ketua KPU RI beserta jajaran komisioner KPU juga mendapat sanksi.

Sanksi itu diputuskan dalam sidang pembacaan putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) yang digelar pada Rabu (18/3/2020).

1. Pemberhentian tetap

Setelah melalui serangkaian tahapan persidangan pemeriksaan perkara, DKPP membacakan putusan kasus dugaan pelanggaran kode etik yang melibatkan Komisioner KPU Evi Novida Ginting Manik.

Lantaran terbukti melanggar kode etik, Evi diberhentikan secara tetap dari jabatannya.

"Menjatuhkan sanksi pemberhentian tetap kepada Teradu VII Evi Novida Ginting Manik selaku Anggota Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia sejak putusan ini dibacakan," kata Plt Ketua DKPP Muhammad saat membacakan putusan sidang di Gedung DKPP, Jakarta Pusat.

Selain menjatuhkan sanksi pemecatan terhadap Evi, DKPP juga menjatuhkan sanksi peringatan keras terakhir kepada Ketua KPU Arief Budiman dan empat orang anggota KPU lainnya, yaitu Pramono Ubaid Tanthowi, Ilham Saputra, Viryan Azis, dan Hasyim Asy’ari.

Sanksi berupa peringatan juga diberikan kepada Ketua Provinsi Kalimantan Barat Ramdan serta anggota KPU Kalbar, yaitu Erwin Irawan, Mujiyo, dan Zainab.

"Memerintahkan Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia untuk melaksanakan putusan ini sepanjang terhadap Teradu VIII, Teradu IX, Teradu X, dan Teradu XI paling lama 7 (tujuh) hari sejak putusan ini dibacakan," kata Muhammad.

2. Duduk perkara

Putusan DKPP ini berkaitan dengan kasus perselisihan perolehan suara calon anggota DPRD Provinsi Kalimantan Barat Daerah Pemilihan (Dapil) 6 dari Partai Gerindra.

"Bahwa terjadi perubahan perolehan suara di Dapil Kalimantan Barat 6 untuk Partai Gerindra atas nama Hendri Makaluasc, caleg nomor urut 1, dan caleg lain atas nama Cok Hendri Ramapon nomor urut 7, di 19 desa, Kecamatan Meliau," kata Anggota DKPP Alfitra Salam, saat membacakan alasan pengadu perkara dalam sidang yang digelar di Gedung DKPP, Jakarta Pusat, Rabu (18/3/2020).

Pengadu dalam perkara ini adalah Hendri Makaluasc. Ia mendalilkan bahwa perolehan suaranya pada pileg berkurang dalam rekapitulasi suara yang dicatatkan panitia pemilihan.

Hendri menyebutkan bahwa suaranya telah digelembungkan ke caleg Gerindra lainnya, Cok Hendri Ramapon.

Atas dugaan penggelembungan suara itu, telah dilakukan koreksi oleh KPU Kabupaten Sanggau, meliputi koreksi pencatatan rekapitulasi hasil perolehan suara 19 desa di Kecamatan Meliau.

Hasil koreksi itu menyebutkan bahwa perolehan suara Hendri Makaluasc yang semula dicatat sebesar 5.325 berubah menjadi 5.384.

Sementara suara Cok Hendri Ramapon yang semula berjumlah 6.599 dikoreksi menjadi 4.185.

Pencatatan hasil koreksi suara ini juga dikuatkan oleh putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 154-02-20/PHPU.DPR-DPRD/XVII/2019 lantaran pada masa perselisihan hasil pemilu Hendri Makaluasc juga mempersoalkan perkaranya di MK.

Dengan adanya putusan itu, KPU Provinsi Kalimantan Barat selanjutnya mengoreksi perolehan suara Hendri Makaluasc. Namun, tidak serta-merta melakukan perbaikan terhadap perolehan suara Cok Hendri Ramapon.

Hal ini berakibat pada tidak ditetapkannya Hendri Makaluasc sebagai anggota DPRD Provinsi Kalimantan Barat.

Atas kasus ini, Hendri Makaluasc telah menyampaikan permohonan keberatan atas tindakan KPU Provinsi Kalimantan Barat ke KPU RI. Namun, tak ada tanggapan dari yang bersangkutan.

Bahkan, KPU RI juga menginstruksikan kepada KPU Provinsi Kalimantan Barat untuk tidak melaksanakan putusan Bawaslu yang juga telah menguatkan putusan perubahan suara ini.

Atas tindakan tersebut, DKPP menilai bahwa Evi beserta Ketua dan Komisioner KPU lainnya tidak memahami dan melaksanakan putusan MK.

Hal ini berakibat pada kerugian hak-hak konstitusional pengadu yang tidak lain adalah Hendri Makaluasc.

"Tindakan Teradu I sampai dengan Teradu VII terbukti mendistorsi perolehan suara pengadu sebanyak 5.384 sehingga tidak ditetapkan sebagai calon terpilih," ujar Anggota DKPP Teguh Prasetyo.

Baik Evi maupun ketua dan komisioner KPU lainnya dinilai telah melanggar ketentuan Pasal 6 Ayat (2) huruf C dan huruf D Pasal 6 Ayat (3) huruf A dan huruf F, juncto Pasal 10 huruf A, Pasal 11 huruf A, dan B, Pasal 15 huruf D, huruf E dan huruf F, Pasal 16 huruf E Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2017 tentang Kode Etik, dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilihan Umum.

3. Lebih berat

Meskipun pelaksanaan tugas dan wewenang KPU bersifat kolektif kolegial, hukuman yang diberikan kepada Evi lebih berat dibanding komisioner lain lantaran Evi bertanggung jawab dalam teknis penyelenggaraan pemilu, termasuk dalam perselisihan hasil pemilu.

Sebagai Koordinator Divisi Teknis Penyelenggaraan dan Logistik Pemilu, Evi memiliki tanggung jawab etik lebih besar atas ketidakpastian hukum dan ketidakadilan akibat penetapan hasil pemilu yang tidak dapat dipertanggungjawabkan validitas dan kredibilitasnya.

DKPP menilai, sepatutnya Evi menjadi leading sector dalam menyusun norma standar yang pasti dan berlaku secara nasional dalam menetapkan perolehan suara dan calon terpilih menindaklanjuti putusan MK tanpa mengorbankan kemurnian suara rakyat yang menjadi tanggung jawab hukum dan etik.

"Teradu VII (Evi Novida Ginting Manik) terbukti melanggar ketentuan Pasal 6 ayat (2) huruf c dan huruf d Pasal 6 ayat (3) huruf a dan huruf f, juncto Pasal 10 huruf a, Pasal 11 huruf a, dan b, Pasal 15 huruf d, huruf e dan huruf f, Pasal 16 huruf e Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2017 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilihan Umum," kata Teguh Prasetyo.

4. Tak berubah

Dalam persidangan, DKPP sempat menyinggung sejumlah hukuman yang pernah dijatuhkan pihaknya terhadap Evi beberapa waktu lalu.

Pada 10 Juli 2019, misalnya, Evi terbukti melanggar kode etik dan dijatuhi sanksi peringatan keras serta diberhentikan dari jabatan Ketua Divisi SDM, Organisasi, Diklat, dan Litbang KPU RI.

"Sanksi etik berupa peringatan keras disertai pemberhentian dari koordinator divisi merupakan kategori pelanggaran kode etik berat yang menunjukkan kinerja Teradu VII (Evi Novida Ginting Manik) tidak dapat dipertanggungjawabkan," kata Anggota DKPP Teguh Prasetyo.

DKPP berpandangan, rangkaian sanksi etik berat dari sejumlah perkara yang pernah dijatuhkan ke Evi seharusnya menjadi pelajaran untuk ia bekerja lebih profesional sebagai penyelenggara pemilu.

Namun, setelah beralih tugas sebagai Koordinator Divisi Teknis Penyelenggaraan Pemilu, kinerja Evi dinilai tak menunjukkan perubahan ke arah yang lebih baik.

Evi disebut tidak dapat secara baik melaksanakan tugas dan tanggung jawab divisi guna memastikan teknis penyelenggaraan pemilu yang menjamin terlayani dan terlindunginya hak-hak konstitusional setiap warga negara.

"Kinerja Teradu VII tidak menunjukkan perubahan ke arah yang lebih baik dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab divisi," ujar Teguh.

https://nasional.kompas.com/read/2020/03/19/08251871/sanksi-pecat-untuk-evi-novida-ginting-manik-yang-terbukti-langgar-kode-etik

Terkini Lainnya

Keluarga Tolak Otopsi Jenazah Brigadir RAT yang Bunuh Diri di Mampang

Keluarga Tolak Otopsi Jenazah Brigadir RAT yang Bunuh Diri di Mampang

Nasional
Pengamat: Nasib Ganjar Usai Pilpres Tergantung PDI-P, Anies Beda karena Masih Punya Pesona Elektoral

Pengamat: Nasib Ganjar Usai Pilpres Tergantung PDI-P, Anies Beda karena Masih Punya Pesona Elektoral

Nasional
Defend ID Targetkan Tingkat Komponen Dalam Negeri Alpalhankam Capai 55 Persen 3 Tahun Lagi

Defend ID Targetkan Tingkat Komponen Dalam Negeri Alpalhankam Capai 55 Persen 3 Tahun Lagi

Nasional
TNI AL Kerahkan 3 Kapal Perang Korvet untuk Latihan di Laut Natuna Utara

TNI AL Kerahkan 3 Kapal Perang Korvet untuk Latihan di Laut Natuna Utara

Nasional
Dampak Eskalasi Konflik Global, Defend ID Akui Rantai Pasokan Alat Pertahanan-Keamanan Terganggu

Dampak Eskalasi Konflik Global, Defend ID Akui Rantai Pasokan Alat Pertahanan-Keamanan Terganggu

Nasional
PKS Klaim Punya Hubungan Baik dengan Prabowo, Tak Sulit jika Mau Koalisi

PKS Klaim Punya Hubungan Baik dengan Prabowo, Tak Sulit jika Mau Koalisi

Nasional
Tak Copot Menteri PDI-P, Jokowi Dinilai Pertimbangkan Persepsi Publik

Tak Copot Menteri PDI-P, Jokowi Dinilai Pertimbangkan Persepsi Publik

Nasional
Pengamat: Yang Berhak Minta PDI-P Cabut Menteri Hanya Jokowi, TKN Siapa?

Pengamat: Yang Berhak Minta PDI-P Cabut Menteri Hanya Jokowi, TKN Siapa?

Nasional
Klarifikasi Unggahan di Instagram, Zita: Postingan Kopi Berlatar Belakang Masjidilharam untuk Pancing Diskusi

Klarifikasi Unggahan di Instagram, Zita: Postingan Kopi Berlatar Belakang Masjidilharam untuk Pancing Diskusi

Nasional
PDI-P “Move On” Pilpres, Fokus Menangi Pilkada 2024

PDI-P “Move On” Pilpres, Fokus Menangi Pilkada 2024

Nasional
Sandiaga Usul PPP Gabung Koalisi Prabowo-Gibran, Mardiono: Keputusan Strategis lewat Mukernas

Sandiaga Usul PPP Gabung Koalisi Prabowo-Gibran, Mardiono: Keputusan Strategis lewat Mukernas

Nasional
Rakernas PDI-P Akan Rumuskan Sikap Politik Usai Pilpres, Koalisi atau Oposisi di Tangan Megawati

Rakernas PDI-P Akan Rumuskan Sikap Politik Usai Pilpres, Koalisi atau Oposisi di Tangan Megawati

Nasional
Bareskrim Periksa Eks Gubernur Bangka Belitung Erzaldi Rosman Terkait Kasus Dokumen RUPSLB BSB

Bareskrim Periksa Eks Gubernur Bangka Belitung Erzaldi Rosman Terkait Kasus Dokumen RUPSLB BSB

Nasional
Lempar Sinyal Siap Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Kita Ingin Berbuat Lebih untuk Bangsa

Lempar Sinyal Siap Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Kita Ingin Berbuat Lebih untuk Bangsa

Nasional
Anies: Yang Lain Sudah Tahu Belok ke Mana, Kita Tunggu PKS

Anies: Yang Lain Sudah Tahu Belok ke Mana, Kita Tunggu PKS

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke