Salin Artikel

Putusan MA soal BPJS Kesehatan: Batal Naik 100 Persen hingga Tak Atur Skema Refund

Juru bicara MA Andi Samsan Nganro mengatakan, putusan itu dibacakan pada Februari lalu.

"Ya (sudah diputus). Kamis 27 Februari 2020 diputus. Perkara Nomor 7 P/HUM/2020 perkara Hak Uji Materiil," ujar Andi ketika dikonfirmasi, Senin (9/3/2020).

Dia pun mengutip amar putusan MA tersebut.

"Menerima dan mengabulkan sebagian permohonan Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI) tersebut," tutur Andi.

Dikutip dari dokumen putusan MA, ada dua poin penting putusan.

Pertama, menyatakan Pasal 34 ayat (1) dan (2) Perpres Nomor 75 Tahun 2019 bertentangan dengan sejumlah ketentuan di atasnya, antara lain UUD 1945, UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional dan UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.

Poin kedua, MA menyatakan pasal di atas tidak lagi memiliki kekuatan hukum yang mengikat.

"Pasal 34 ayat (1) dan (2) Perpres RI Nomor 75 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan Tidak Mempunyai Hukum Mengikat," demikian putusan tersebut.

BPJS batal naik, perpres tetap berlaku

Andi lalu menjelaskan makna putusan yang membatalkan kenaikan iuran BPJS Kesehatan sebesar 100 persen itu.

"Jadi hanya dikatakan tidak mengikat menurut hukum atau tidak berlaku sepanjang pasal 34 ayat (1) dan (2) yang menaikkan 100 persen, itu saja. (Sehingga) Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 itu tetap berlaku, " ujar Andi saat dijumpai di Gedung MA, Jakarta Pusat, Kamis (12/3/2020).

Kedua, putusan MA itu bermakna bahwa ketentuan tentang besaran iuran BPJS Kesehatan dikembalikan kepada dasar hukum yang sebelumnya, yakni Perpres Nomo 28 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.

"Kembali ke sebelumnya," tegas Andi.

Lebih lanjut, dia menjelaskan perihal pertimbangan putusan MA itu.

Pertama, MA melihat bahwa ada permohonan yang diajukan oleh komunitas cuci darah.

Dari situ, MA melihat ternyata ada ketidaksesuaian Pepres dengan beberapa Undang-undang bahkan UUD 1945.

"Tidak sejalan dengan jiwa semangat UUD 1945, lalu juga ditunjang oleh aspek sosiologis, keadilan, mempertimbangkan orang yang tidak mampu dan sebagainya," tambah Andi.

Putusan tidak berlaku surut

Andi juga menuturkan putusan soal pembatalan iuran BPJS Kesehatan tidak berlaku surut.

"(Putusan) Berlaku ke depan, berlaku sejak diputuskan sampai ke depan. Tidak berlaku surut," ujar Andi.

Putusan itu, lanjut dia, berlaku sejak hari putusan yakni pada 27 Februari 2020.

Menurut Andi, majelis hakim MA telah mempertimbangkan semua aspek dalam menyusun putusan tersebut, baik secara sosiologis, ekonomi, filosofis, yuridis.

Andi menuturkan, MA sendiri lebih menitikberatkan kepada pertimbangan yuridis (aspek hukum).

"Kalau kami ini yang penting adalah pertimbangan yuridisnya. Nah menurut kami itu Perpres Nomor 75 ini bertentangan dengan undang-undang, bahkan UUD 1945," tambah Andi.

Tak atur soal refund

Sementara itu, Kepala Biro Hukum dan Humas MA Abdullah mengatakan, putusan soal pembatalan aturan kenaikan iuran BPJS Kesehatan tidak menyasar skema pengembalian dana (refund).

"Putusan kami hanya membatalkan soal ketentuan kenaikan iuran BPJS Kesehatan saja. Dengan dibatalkannya aturan itu, maka ketentuan pembayaran iuran kembali kepada aturan lama. Kami tidak mengadili ketentuan refund, itu menjadi ranah internal BPJS Kesehatan," ujar Abdullah kepada Kompas.com di Gedung MA, Jakarta Pusat, Kamis (12/3/2020).

Dia melanjutkan, putusan MA berlaku sejak dibacakan atau pada 27 Februari.

Sementara itu, berdasarkan Perpres Nomor 75 Tahun 2019 yang dibatalkan oleh putusan MA, kenaikan iuran BPJS Kesehatan berlaku sejak 1 Januari 2020.

Sehingga, pembayaran iuran BPJS yang kembali ke besaran sebelumnya berlaku setelah 27 Februari.

"Kalau secara logika, ya mulai Maret lah, " tutur Abdullah.

BPJS harus menindaklanjuti

Abdullah mengatakan BPJS harus melaksanakan putusan terkait pembatalan kenaikan iuran jaminan kesehatan.

Menurut Abdullah, tindaklanjut dari putusan MA tetap harus dilakukan meski BPJS belum menerima salinan putusan tersebut.

"Harus laksanakan. BPJS itu kan harus layani masyarakat, kan begitu," ujar Abdullah.

Dia mengungkapkan, perintah dari putusan adalah mengirimkan petikan putusan kepada percetakan negara.

Setelah itu, putusan diumumkan dalam berita negara.

"Jadi diumumkan layaknya peraturan perundang-undangan, karena ini mengikat banyak masyarakat. Bukan BPJS Kesehatan sebagai pihak ya. Secara keseluruhan tahu," jelas Abdullah.

Sehingga, jika sudah diumumkan seperti itu, menurut dia tidak ada alasan apapun untuk tidak menerapkannya.

"Kalau memang sudah diumumkan di berita negara tidak ada alasan apapun. Ini kan diumumkan seperti UU. Jadi endak ada istilah saya belum (menerima salinan putusan). Sebab itu sudah dipublikasikan di berita media resmi yang disediakan negara," tegas Abdullah.

Pemerintah masih mengkaji

Pemerintah masih mengkaji dampak dari batal naiknya iuran BPJS Kesehatan.

Hal tersebut disampaikan Wakil Presiden Ma'ruf Amin di Solo, Jawa Tengah, Rabu (11/3/2020).

"Pertama tentu kita akan mempelajari seberapa mungkin soal BPJS ini sedang dikaji. Dan seberapa dampaknya pada APBN," kata Ma'ruf.

Menurutnya, pembatalan kenaikan iuran BPJS Kesehatan oleh Mahkamah Agung (MA) tersebut tentu berdampak terhadap APBN. Selain itu, ada aturan-aturan yang harus disesuaikan.

Dimungkinkan pembatalan iuran BPJS tersebut akan membuat pembengkakan terhadap anggaran APBN.

"Kalau itu memang diberlakukan nanti, pembatalan (iuran BPJS) oleh MA tentu berdampak terhadap APBN," ungkap Ma'ruf.

Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani menyerahkan kepada BPJS Kesehatan ihwal putusan Mahkamah Agung (MA) yang membatalkan kenaikan iuran lewat pembatalan Perpres No. 75 Tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan.

"Kita lihat saja deh nanti BPJS Kesehatan meresponsnya seperti apa yah. Soal keuangan mereka dan lain-lain," kata Sri Mulyani di Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (11/3/2020).

Saat ditanya apakah akan merealisasikan ancamannya yang akan menarik dana suntikan ke BPJS Kesehatan sebesar Rp 13,5 triliun ketika Perpres No. 75 Tahun 2019 dibatalkan, Sri Mulyani tak menjawab dan langsung masuk ke mobilnya.

https://nasional.kompas.com/read/2020/03/13/10512481/putusan-ma-soal-bpjs-kesehatan-batal-naik-100-persen-hingga-tak-atur-skema

Terkini Lainnya

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke