Hal itu diungkapkan menyusul adanya miskomunikasi antara Pemerintah Provinsi Bali dan pemerintah pusat terkait kondisi pasien positif virus corona nomor 25 yang meninggal dunia.
"Ya, bagaimana protokol ini disosialisasikan, disebarkan secepatnya kemudian ada penguatan implementasi dan itu juga kemudian adakan pemantauan, ada evaluasi, pemantauan secara reguler terus-menerus," ujar Arif ketika dihubungi Kompas.com, Kamis (12/3/2020).
Adapun protokol yang dimaksud Arif adalah protokol komunikasi publik terkait penanganan Covid-19.
Arif menjelaskan, di dalam protokol tersebut disebut bahwa, pemda maupun rumah sakit diberikan mandat untuk terlibat dalam komunikasi penanganan corona.
Artinya, kata dia, baik dokter, rumah sakit, maupun pemda merupakan satu rangkaian yang sama dalam menyebarkan informasi mengenai corona.
"Dokter melapor ke dinas kesehatan, rumah sakit juga melapor ke dinas kesehatan, berkoordinasi dengan pemda," katanya.
Arif pun menyarankan pemerintah pusat mengevaluasi pola komunikasi yang dilakukan tim penanganan virus corona.
Menurutnya, evaluasi itu terutama mengenai kepastian informasi yang disebarkan tim penanganan virus corona.
Hal itu dilakukan supaya masyarakat tak bertanya-tanya mengenai informasi yang mereka terima.
"Pola komunikasi ini kan harusnya membuat orang ini lebih tenang, lebih jelas, tidak membuat tanda tanya. Kalau itu muncul, tolong diperbaiki, apa yang salah," katanya.
Dia menambahkan, dalam penyampain informasi itu, publik memiliki hak mengetahui secara pasti.
Atas hak tersebut, lanjut dia, tinggal bagaimana pemerintah mampu meramu informasi yang disebarkan tanpa membuat publik bertanya-tanya.
"Jangan kaku," tegas dia.
Sebelumnya, Sekretaris Daerah Provinsi Bali Dewa Made Indra mengaku tak tahu RSUP Sanglah Denpasar merawat pasien 25 virus corona. Pasien yang meninggal itu dalam status pengawasan di ruang isolasi RSUP Sanglah Denpasar, Bali.
Menurutnya, warga negara asing (WNA) berusia 53 tahun itu masuk ke RSUP Sanglah Denpasar pada Senin (9/3/2020).
Perempuan itu mengeluhkan gejala corona. WNA itu diperiksa tim RSUP Sanglah Denpasar sesuai prosedur yang telah ditetapkan.
Saat menjalani observasi di ruangan isolasi, tim medis menyebut pasien itu menderita diabetes, hipertensi, hiperteroid, dan penyakit paru obstruksi menahun.
Tim RSUP Sanglah juga mengambil sampel dari pasien itu dan mengirimnya ke Litbangkes RI. Sampai pasien itu meninggal, RSUP Sanglah belum menerima hasil laboratorium.
"Khusus yang meninggal ini kami belum tahu hasil labnya," kata Made Indra dalam konferensi pers di Denpasar, Rabu (11/3/2020).
Namun Jubir Pemerintah untuk Penanganan Corona Achmad Yurianto memastikan, dokter yang merawat pasien sudah diberitahu bahwa yang bersangkutan positif corona.
Ia juga menyebut tak ada kewajiban untuk memberitahu pemerintah daerah.
"Masalah dokternya tidak berkomunikasi dengan pemda ya ini memang tidak ada kewajiban melaporkan ke pemda, jadi enggak ada masalah dengan itu," kata Yuri.
Kepala Staf Presiden Moeldoko menilai terjadi miskomunikasi antara Pemprov Bali dan pemerintah pusat terkait kondisi pasien positif virus corona (covid-19) nomor 25.
https://nasional.kompas.com/read/2020/03/12/20464961/pusat-dan-pemda-diminta-perkuat-koordinasi-tangani-virus-corona