Salin Artikel

Meski MK Bisa Ubah Tafsir, Parpol Diharap Patuhi Putusan Pemilu Serentak

Salah satu partai yang menolak pilpres dan pileg digelar pileg adalah Partai Amanat Nasional.

Menurut Titi Anggraini, MK bisa saja mengubah tafsirnya soal keserentakan pemilu, tetapi, harus ada argumen yang kuat untuk mengubah tafsir itu.

"Putusan Nomor 55/PUU-XVII/2019 menyebutkan, MK bisa saja mengubah pendiriannya soal pemilu serentak, asalkan ada argumentasi yang lebih kuat," kata Titi kepada Kompas.com, Rabu (11/3/2020).

Titi mengatakan, pada perkara pengujian pasal keserentakan pemilu, Majelis Hakim tidak membatalkan pasal apa pun.

Pasal 167 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 dan Pasal 201 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tetap berlaku.

Hanya saja, MK menafsirkan bahwa pemilu serentak yang menguatkan sistem presidensial ialah yang menggabungkan pemilihan presiden dan wakil presiden dengan pemilihan anggota DPR dan DPD.

Untuk mengubah fasir itu, harus ada argumen kuat dari aspek konstitusionalitas, empirik, maupun sosial.

Bahwa selain yang ditafisrkan oleh MK, ada pilihan lain yang lebih mampu memperkuat sistem presidensial, bisa membuat pemilu terselenggara lebih efektif dan efisien, serta memungkinkan pemilih memilih secara cerdas.

"Jadi kalau PAN mampu memenuhi argumen-argumen itu, PAN bisa mengujinya lagi di MK. Sehingga penolakan atas desain yang diputuskan MK bisa beralasan dan bukan sekedar karena alasan pragmatisme elektoral," ujar Titi.

Dia melanjutkan, jika PAN ingin mengubah konstitusi sebagai dasar desain pemilu, tentu harus ada alasan filosofis, sosiologis, dan yuridis yang memadai.

Meski begitu, Titi menyebutkan, seharusnya seluruh pihak dapat menghormati putusan MK tentang keserentakan pemilu dan tidak melakukan tindakan yang bisa dimaknai sebagai penolakan atas putusan tersebut.

Seharusnya, pembuat undang-undang menindaklanjuti putusan itu dengan membangun desain sistem, manajemen, kelembagaan, dan penegakan hukum yang benar-benar demokratis sehingga pemilu menjadi bebas, adil, dan setara.

"Mestinya semua pihak menghormari dan melaksanakan putusan itu dengan konsisten," ujar Titi.

"Apalagi bila keinginan mengubah pola keserentakan yang disampaikan Ketum PAN itu juga cenderung belum dilandasi argumen konstitusionalitas yang kuat," tuturnya.

Sebelumnya diberitakan, Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan mengatakan, PAN sejak awal tidak sepakat pemilihan presiden (pilpres) dan pemilihan legislatif (pileg) digelar serentak.

Ia menanggapi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memutuskan bahwa pemilihan presiden, DPR, dan DPD digelar serentak.

"Jadi kami sudah jelas dari awal dari awal sebelum pemilu sudah tidak sepakat (pemilu serentak)," kata Zulkifli di Jalan Gondangdia, Jakarta Pusat, Selasa (10/3/2020).

Zulkifli berpendapat, pemilihan presiden (Pilpres) memiliki kesan tersendiri yang berbeda dari pemilihan legislatif (Pileg).

Oleh karenanya, kata dia, PAN dan Nasdem tengah mencari solusi agar pileg dan pilpres dipisahkan.

Menurut Wakil Ketua MPR ini, salah satu solusi pemilu tak digelar serentak adalah dengan amandemen terbatas UUD 1945.

"Kami lagi cari jalan, apakah undang-undang, atau amandemen UUD nanti, ya sehingga bisa pemilu legislatif dan pilpres bisa dipisah," ucap dia. 

https://nasional.kompas.com/read/2020/03/11/12283041/meski-mk-bisa-ubah-tafsir-parpol-diharap-patuhi-putusan-pemilu-serentak

Terkini Lainnya

Kemendesa PDTT Apresiasi Konsistensi Pertamina Dukung Percepatan Pertumbuhan Ekonomi Masyarakat Wilayah Transmigrasi

Kemendesa PDTT Apresiasi Konsistensi Pertamina Dukung Percepatan Pertumbuhan Ekonomi Masyarakat Wilayah Transmigrasi

Nasional
Pospek Kinerja Membaik, Bank Mandiri Raih Peringkat AAA dengan Outlook Stabil dari Fitch Ratings

Pospek Kinerja Membaik, Bank Mandiri Raih Peringkat AAA dengan Outlook Stabil dari Fitch Ratings

Nasional
Refly Harun Anggap PKB dan Nasdem 'Mualaf Oposisi'

Refly Harun Anggap PKB dan Nasdem "Mualaf Oposisi"

Nasional
Berharap Anies Tak Maju Pilkada, Refly Harun: Levelnya Harus Naik, Jadi 'King Maker'

Berharap Anies Tak Maju Pilkada, Refly Harun: Levelnya Harus Naik, Jadi "King Maker"

Nasional
Perkara Besar di Masa Jampidum Fadil Zumhana, Kasus Sambo dan Panji Gumilang

Perkara Besar di Masa Jampidum Fadil Zumhana, Kasus Sambo dan Panji Gumilang

Nasional
Refly Harun: Anies Tak Punya Kontrol Terhadap Parpol di Koalisi Perubahan

Refly Harun: Anies Tak Punya Kontrol Terhadap Parpol di Koalisi Perubahan

Nasional
Verifikasi Bukti Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai, Warga Akan Didatangi Satu-satu

Verifikasi Bukti Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai, Warga Akan Didatangi Satu-satu

Nasional
Indonesia Dorong Pemberian Hak Istimewa ke Palestina di Sidang PBB

Indonesia Dorong Pemberian Hak Istimewa ke Palestina di Sidang PBB

Nasional
Beban Melonjak, KPU Libatkan PPK dan PPS Verifikasi Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai

Beban Melonjak, KPU Libatkan PPK dan PPS Verifikasi Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai

Nasional
Peran Kritis Bea Cukai dalam Mendukung Kesejahteraan Ekonomi Negara

Peran Kritis Bea Cukai dalam Mendukung Kesejahteraan Ekonomi Negara

Nasional
Refly Harun Ungkap Bendera Nasdem Hampir Diturunkan Relawan Amin Setelah Paloh Ucapkan Selamat ke Prabowo

Refly Harun Ungkap Bendera Nasdem Hampir Diturunkan Relawan Amin Setelah Paloh Ucapkan Selamat ke Prabowo

Nasional
UU Pilkada Tak Izinkan Eks Gubernur Jadi Cawagub, Wacana Duet Anies-Ahok Buyar

UU Pilkada Tak Izinkan Eks Gubernur Jadi Cawagub, Wacana Duet Anies-Ahok Buyar

Nasional
Jemaah Haji Tak Punya 'Smart Card' Terancam Deportasi dan Denda

Jemaah Haji Tak Punya "Smart Card" Terancam Deportasi dan Denda

Nasional
Sebelum Wafat, Jampidum Kejagung Sempat Dirawat di RSCM 2 Bulan

Sebelum Wafat, Jampidum Kejagung Sempat Dirawat di RSCM 2 Bulan

Nasional
Jampidum Kejagung Fadil Zumhana Meninggal Dunia

Jampidum Kejagung Fadil Zumhana Meninggal Dunia

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke