"Pertimbangan ini tidak sekedar penenuhan formalitas yang diatur dalam peraturan perundang-undangan atau alasan kemanusiaan," kata Hikmahanto dalam keterangan tertulisnya, Kamis (6/2/2020).
Menurut Hikmahanto, pemerintah harus memastikan seberapa jauh warga negara tersebut terpapar paham radikal.
Hal itu, kata dia, penting agar warga negara itu tidak menyebarkan paham radikal di Indonesia.
"Asessment mengenai hal ini penting agar mereka justru tidak menyebarkan ideologi dan paham ISIS di Indonesia," ungkapnya.
Selain itu, pemerintah juga harus memastikan apakah warga di Indonesia mau menerima para terduga teroris pelintas batas.
Sebab jika tidak dikomunikasikan dengan baik maka akan menimbulkan gejolak di masyarakat.
"Kesediaan masyarakat disini tidak hanya dari pihak keluarga namun pada masyarakat sekitar dimana mereka nantinya bermukim, termasuk pemerintah daerah," ujar Hikmahanto.
Kendati demikian, Hikmahanto menuturkan seharusnya warga negara yang sudah bergabung dengan ISIS secara otomatis hilang kewarganegaraannya.
Itu sesuai dengan Undang-undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan tepatnya pasal 23.
"Kewarganegaraan mereka bisa saja dikembalikan namun mereka wajib mengikuti prosedur yang diatur dalam peraturan perundang-undangan," jelasnya.
Sebelumnya, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Suhardi Alius mengatakan, hingga saat ini masih belum ada kesepakatan final terkait rencana pemulangan ratusan WNI eks ISIS.
Menurut dia, rencana tersebut masih dalam tahap pembahasan dengan beberapa instansi terkait.
"Iya (belum diputuskan), masih dibahas di Kemenkopolhukam melibatkan kementerian dan instansi terkait," kata Suhardi kepada Kompas.com, Minggu (2/2/2020).
https://nasional.kompas.com/read/2020/02/06/20110421/dua-hal-ini-harus-dilakukan-pemerintah-jika-ingin-pulangkan-terduga-teroris