Salin Artikel

Penjelasan Dewas KPK soal Izin Penyadapan, Penggeledahan hingga Evaluasi Pimpinan

Dalam rapat perdana tersebut, anggota Dewan Pengawas menjelaskan beberapa tugas penting yang dalam mengawasi kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Hal ini dilakukan, untuk mempertegas tugas Dewan Pengawas yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Seperti diketahui tugas Dewan Pengawas KPK tercantum dalam Pasal 37B Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK.

Berikut rincian tugasnya sesuai Pasal 37B:

a. Mengawasi pelaksanaan tugas dan wewenang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

b. Memberikan izin atau tidak memberikan izin penyadapan, penggeledahan, dan/atau penyitaan.

c. Menyusun dan menetapkan kode etik Pimpinan dan Pegawai KPK.

d. Menerima dan menindaklanjuti laporan dari masyarakat mengenai adanya dugaan pelanggaran kode etik oleh Pimpinan dan Pegawai KPK atau pelanggaran ketentuan dalam undang-undang ini.

e. Menyelenggarakan sidang untuk memeriksa adanya dugaan pelanggaran kode etik oleh Pimpinan dan Pegawai KPK.

f. Melakukan evaluasi kinerja Pimpinan dan Pegawai KPK secara berkala 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun.

Kendati demikian, pasal tersebut tak menyebutkan secara rinci bagaimana anggota Dewan Pengawas melakukan tugas-tugasnya.

Oleh karena itu, Dewan Pengawas KPK dalam rapat dengan Komsi III dan Pimpinan KPK memaparkan bentuk tugas-tugas pentingnya, seperti wujud pemberian perizinan penyadapan, penggeledahan hingga evaluasi kerja yang sedikit berbeda dari revisi UU KPK.

Izin Penyadapan 1x24 jam

Anggota Dewan Pengawas Albertina Ho menjelaskan, untuk melakukan penyadapan, penyidik KPK harus mengajukan surat permohonan izin penyadapan kepada Dewan Pengawas dan melakukan gelar perkara.

"Penyidik langsung membawa izin tersebut ke Dewas yang diterima oleh Kepala Sekretariat Dewas. Kemudian saat itu juga langsung gelar perkara karena sesuai ketentuan UU harus ada gelar perkara dihadapan Dewas," kata Albertina.

Menurut Albertina, setelah melakukan gelar perkara, Dewan Pengawas akan memberikan pendapat atas permintaan izin penyadapan.

Setelah melakukan gelar perkara, menurut dia, Dewan Pengawas akan memberikan pendapat untuk menentukan setuju diberikan izin penyadapan atau tidak.

Jika gelar perkara disetujui, Dewas akan langsung menyusun surat pemberian izin penyadapan. Namun, jika tidak disetujui, akan dibuat surat penolakan oleh Dewas.

Albertina menyampaikan, izin penyadapan akan dikeluarkan oleh Dewan Pengawas dalam waktu 1x24 jam.

"Kalau disetujui ditandatangani, kalau tidak disetujui tidak ditandatangani," ujarnya.

Albertina juga mengatakan, agar surat permohonan izin penyadapan dapat disetujui, penyidik harus menyertakan surat perintah penyidikan (sprindik) atau surat perintah penyelidikan (sprinlidik). 

Kemudian, mencantumkan nomor telepon orang yang akan disadap disertai uraian singkat perkara.

Penyadapan, kata dia, diberlakukan selama 6 bulan dan bisa diperpanjang tanpa gelar perkara.

"Kemudian untuk penyadapan ada kewajiban dari penyidik untuk melaporkan setelah selesai melakukan penyadapan," pungkasnya.

Sementara, Ketua KPK Firli Bahuri mengatakan, dari mulai dibentuk hingga saat ini, Dewas KPK belum menerima izin permohonan penyadapan.

Firli sekaligus memastikan, saat ini penyidiknya tidak sedang melakukan penyadapan atas perkara dugaan korupsi.

"Saya pastikan sampai hari ini, hasil rapat kemarin dengan Dewas, titik posisi penyadapan nol. Sampai hari ini, kami tidak melakukan penyadapan," ujar Firli.

Izin penggeledahan dan penyitaan

Di sisi lain, Albertina juga menjelaskan prosedur izin penggeledahan dan penyitaan.

Menurut dia, Dewan Pengawas KPK dapat mengeluarkan izin penggeledahan dan penyitaan dalam waktu 2 sampai 3 jam.

"Praktik kami selama ini untuk penyitaan dan penggeladahan hanya memerlukan waktu sekitar 2 sampai 3 jam, sudah bisa keluar," kata Albertina.

Berbeda dari perizinan penyadapan, Albertina menyebutkan, permohonan izin penggeledahan dan penyitaan hanya membutuhkan pengajuan surat izin.

"Izin penggeledahan dan penyitaan tidak perlu gerlar perkara, hanya dengan surat permohonan," ucapnya.

Evaluasi tiga bulan sekali

Sementara itu, anggota Dewan Pengawas KPK Syamsuddin Haris mengatakan kinerja pimpinan dan pegawai KPK akan dievaluasi tiga bulan sekali.

Syamsuddin mengatakan, hal ini berbeda dari tugas Dewan Pengawas yang tercantum pada pasal 37B ayat 1 huruf f Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 Tentang KPK.

Pasal 37B ayat 1 huruf f berbunyi : "Melakukan evaluasi kinerja Pimpinan dan Pegawai KPK secara berkala 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun."

"Kami dan pimpinan KPK sudah sepakat efektivitas evaluasi dilakukan secara tiga bulanan atau triwulan," kata Syamsuddin.

Syamsuddin mengatakan, ada dua metode yang dilakukan dalam mengevaluasi kinerja KPK.

Pertama, evaluasi dengan rapat tinjauan kerja antara Dewan Pengawas KPK dengan seluruh komisioner.

Kedua, evaluasi melalui laporan akuntabilitas secara kelembagaan.

"Lewat laporan akuntabilitas kinerja KPK yang disampaikan tahunan," tutur Haris.

https://nasional.kompas.com/read/2020/01/28/07260631/penjelasan-dewas-kpk-soal-izin-penyadapan-penggeledahan-hingga-evaluasi

Terkini Lainnya

Profil Haerul Amri, Legislator Fraksi Nasdem yang Meninggal Ketika Kunker di Palembang

Profil Haerul Amri, Legislator Fraksi Nasdem yang Meninggal Ketika Kunker di Palembang

Nasional
Demokrat Minta Golkar, Gerindra, PAN Sepakati Usung Khofifah-Emil Dardak di Pilkada Jatim 2024

Demokrat Minta Golkar, Gerindra, PAN Sepakati Usung Khofifah-Emil Dardak di Pilkada Jatim 2024

Nasional
SYL Beli Lukisan Sujiwo Tejo Rp 200 Juta Pakai Uang Hasil Memeras Anak Buah

SYL Beli Lukisan Sujiwo Tejo Rp 200 Juta Pakai Uang Hasil Memeras Anak Buah

Nasional
Anggota Komisi X DPR Haerul Amri Meninggal Saat Kunjungan Kerja

Anggota Komisi X DPR Haerul Amri Meninggal Saat Kunjungan Kerja

Nasional
Polri Desak Kepolisian Thailand Serahkan Fredy Pratama ke Indonesia Jika Tertangkap

Polri Desak Kepolisian Thailand Serahkan Fredy Pratama ke Indonesia Jika Tertangkap

Nasional
Jokowi Sebut 3 Hal yang Ditakuti Dunia, Wamenkeu Beri Penjelasan

Jokowi Sebut 3 Hal yang Ditakuti Dunia, Wamenkeu Beri Penjelasan

Nasional
Soal 'Presidential Club', Djarot PDI-P: Pak Prabowo Kurang Pede

Soal "Presidential Club", Djarot PDI-P: Pak Prabowo Kurang Pede

Nasional
Polri Serahkan Kasus TPPU Istri Fredy Pratama ke Kepolisian Thailand

Polri Serahkan Kasus TPPU Istri Fredy Pratama ke Kepolisian Thailand

Nasional
Evaluasi Arus Mudik, Jokowi Setuju Kereta Api Jarak Jauh Ditambah

Evaluasi Arus Mudik, Jokowi Setuju Kereta Api Jarak Jauh Ditambah

Nasional
Prajurit TNI AL Tembak Sipil di Makassar, KSAL: Proses Hukum Berjalan, Tak Ada yang Kebal Hukum

Prajurit TNI AL Tembak Sipil di Makassar, KSAL: Proses Hukum Berjalan, Tak Ada yang Kebal Hukum

Nasional
Demokrat Tak Keberatan PKS Gabung Pemerintahan ke Depan, Serahkan Keputusan ke Prabowo

Demokrat Tak Keberatan PKS Gabung Pemerintahan ke Depan, Serahkan Keputusan ke Prabowo

Nasional
Polri Tangkap 28.861 Tersangka Kasus Narkoba, 5.049 di Antaranya Direhabilitasi

Polri Tangkap 28.861 Tersangka Kasus Narkoba, 5.049 di Antaranya Direhabilitasi

Nasional
Soal Kekerasan di STIP, Menko Muhadjir: Itu Tanggung Jawab Institusi

Soal Kekerasan di STIP, Menko Muhadjir: Itu Tanggung Jawab Institusi

Nasional
Pertamina Goes To Campus 2024 Dibuka, Lokasi Pertama di ITB

Pertamina Goes To Campus 2024 Dibuka, Lokasi Pertama di ITB

Nasional
Demokrat Sudah Beri Rekomendasi Khofifah-Emil Dardak Maju Pilkada Jawa Timur

Demokrat Sudah Beri Rekomendasi Khofifah-Emil Dardak Maju Pilkada Jawa Timur

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke