"Secara diplomatik standar. Kenapa sikap itu seolah menjadi super keras? Dia menjadi super keras karena (kementerian) yang lain tampak lunak " ujar Sukamta saat menghadiri diskusi "Sengketa Natuna dan Kebijakan Kelautan" di kantor DPP PKS, Jakarta, Senin (20/1/2020).
Namun demikian, kata Sukamta, sepintas sikap Kemenlu juga nampak biasa saja. Menurutnya, diplomasi yang dilakukan Kemenlu juga standar.
Tetapi, Kemenlu berani mengambil sikap. Hal itu terbukti dengan protes yang dilayangkan Menteri Luar Negeri Retno Marsudi saat China mengklaim Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia.
"Menlu sikapnya dari dulu sampai sekarang begitu, mengamankan kedaulatan dan wilayah berdaulat. Siapa pun yg mengklaim, diprotes " ungkap Sukamta.
Di sisi lain, Sukamta menilai perlu ada penataan standar operasional prosedur (SOP) pengamanan di Natuna.
Penataan itu sebagai salah satu strategi dalam mengamankan zona berdaulat Indonesia.
Pemerintah juga bisa melakukan antisipasi apabila penataan SOP pengamanan ternyata tidak didukung dengan keberadaan kapal coast guard yang cukup.
Yakni dengan cara meminjam kapal TNI Angkatan Laut (AL) yang dirancang layaknya kapal coast guard.
"Kalau kapal coast guard Indonesia tidak cukup, kenapa tidak pesan saja kapal gede, atau sementara kapal AL didandani kapal coast guard. Jadi ada persoalan bagaimana strategi kita mengamankan laut," terang Sukamta.
Sebelumnya, kapal pencari ikan dan coast guard milik China berlayar di kawasan perairan Natuna yang berdasarkan Konvensi United Nations Convention on The Law of The Sea (UNCLOS) 1982 masuk ZEE Indonesia.
Kemenlu mencoba jalur diplomasi untuk menyelesaikan masalah ini dengan melayangkan nota protes terhadap China melalui Duta Besar yang ada di Jakarta.
Namun, kapal asing tersebut kini sudah angkat kaki setelah beberapa sebelumnya bertahan di zona berdaulat Indonesia.
https://nasional.kompas.com/read/2020/01/20/20332281/dpr-sebut-hanya-kemenlu-yang-tampak-keras-soal-natuna