Salin Artikel

Koran Sin Po, Pelopor Istilah "Indonesia" yang Hilang dari Catatan Sejarah...

Negara untuk semua kalangan, bukan hanya satu orang atau satu golongan. 

Kebangsaan dipilih Soekarno sebagai dasar pertama dalam mendirikan Indonesia karena perjuangan untuk merdeka dilakukan oleh banyak kelompok, termasuk kelompok etnis Tionghoa.

Bahkan, seperti ditulis Asvi Warman Adam dalam Menguak Misteri Sejarah (2010), sebuah koran yang dibuat etnis Tionghoa turut berperan dalam memopulerkan nama Indonesia.

Koran itu bernama Sin Po. Melalui pemberitaan, Sin Po mengganti istilah "Nederlandsch Indie", "Hindie Nederlandsch", atau "Hindia Olanda" yang saat itu melekat pada negeri ini dengan "Indonesia".

Menurut Asvi Warman Adam dalam buku yang sama, selain sebagai pelopor, Koran Sin Po memiliki peranan dalam penghapusan penggunaan kata "inlander".

Saat itu, kata "inlander" dianggap sebagai penghinaan terhadap rakyat Indonesia.

Dalam buku karya Benny G Setiono berjudul Tionghoa dalam Pusaran Politik (2001), saat itu seluruh penerbit pers di Indonesia kemudian sepakat mengganti kata "China" dengan Tionghoa sebagai balas budi.

Hal tersebut juga diperkuat dengan sikap tokoh pergerakan seperti Soekarno, M Hatta, Soetan Sjahrir, Tjipto Mangoenkoesoemo yang mengganti kata "China" dengan "Tionghoa" dalam percakapan dan tulisan sehari-hari.

Seorang redaktur Sin Po bernama Ang Yan Goa mengatakan, Koran Sin Po sejak awal memiliki misi untuk mengembangkan nasionalisme Tiongkok.

Tak mengherankan jika koran yang semula terbit mingguan itu akrab dengan Konsulat Jenderal Tiongkok di Batavia.

Bahkan, pada tahun 1936, Ang Yan Goan diajak Konjen Tiongkok di Batavia untuk memberikan medali kehormatan kepada Susuhunan Surakarta dan Sri Sultan di Yogyakarta.

Penghargaan tersebut diberikan karena kedua raja Jawa itu dianggap berjasa melindungi toko milik warga Tionghoa dari perusuh saat tentara Jepang tiba di Jawa.

Dalam artikel Harian Kompas (2001) berjudul Pers Tionghoa, Sensibilitas Budaya, dan Pamali yang ditulis Agus Sudibyo, Koran Sin Po terbit pada Oktober 1910.

Terbitnya Koran Sin Po diprakarsai oleh kalangan muda Tionghoa yang berada di Jakarta.

Sin Po juga dikenal sebagai media yang mendukung kaum revolusioner Tiongkok.

Wartawan terkemuka Kwee Kek Beng merupakan pemimpin redaksi Sin Po sejak 1925 hingga 1947.

Meski demikian, sikap politik yang dimiliki Sin Po sempat membuat koran itu terlibat polemik dengan media yang sudah ada di Tanah Air.

Mereka dianggap tak berkontribusi terhadap pergerakan nasional.

Namun, sudah banyak yang mengakui kedekatan Sin Po dengan para pimpinan pergerakan nasional.

Selain itu, mereka juga aktif terlibat dalam pergerakan kebangsaan.

Sayangnya, nasib Sin Po harus berakhir saat era Orde Baru akan lahir. Sin Po dianggap simpatisan Partai Komunis Indonesia dan terlibat Gerakan 30 September 1965.

Saat itu, Sin Po telah mengubah namanya menjadi Warta Bhakti pada tahun 1960-an karena terdapat aturan pemerintah.

Sebelum menjadi Warta Bhakti, Sin Po sempat mengubah namanya menjadi Pantjawarta pada Oktober 1958.

Koran tersebut kemudian dilarang terbit sejak 1 Oktober 1965.

Kekerasan yang terjadi pasca-G30S 1965 itu tidak hanya mematikan eksistensi Sin Po tetapi juga peranannya dalam pergerakan kebangsaan.

Alhasil, Sin Po pun menghilang dari catatan sejarah.

https://nasional.kompas.com/read/2020/01/19/10001171/koran-sin-po-pelopor-istilah-indonesia-yang-hilang-dari-catatan-sejarah

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke