Salin Artikel

Penanganan Keamanan Laut Indonesia, Tumpang Tindih Kelembagaan hingga Aturan Hukum

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko-Polhukam) Mahfud MD, menggelar rapat koordinasi (rakorsus) tentang tugas pokok fungsi dan kewenangan penanganan pengamanan laut di Kantor Kemenko Polhukam, Selasa (7/1/2020).

Rapat itu dihadiri para pejabat eselon I yang menangani masalah kelautan dan kemaritiman.

Adapun pejabat yang hadir dalam rakorsus pada Selasa yakni Kepala Bakamla, Sestama Basarnas, Perwakilan Kemendagri, Dirjen Hukum dan Perjanjian Internasional Kemenlu, Dirjen Strategi Pertahanan Kemhan, perwakan Ditjen Potensi Pertahanan Kemhan dan perwakilan Ditjen Peraturan dan Perundang-undangan Kemenkumham.

Hadir pula Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional Kemenkumham, Dirjen Bea Cukai, Dirjen Pos dan Penyelenggaraan Informatika Kemenkominfo, Dirjen Perhubungan Laut Kemenhub, Dirjen Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan serta Jaksa Agung Muda Pidana Umum Kejagung,

Kemudian, Asrenum Panglima TNI, Asops KASAL, Stafsus Menko Maritim, Kapus Informasi TNI, Kadisinfolahta AL, Kadiskum AL dan Ketua Institut Keamanan dan Keselamatan Maritim Indonesia.

Menurut Mahfud, poin yang dibahas dalam rapat yakni penyiapan aturan mengenai penanganan laut di Indonesia.

Hal ini sesuai instruksi Presiden bahwa penanganan urusan laut harus efisien.

Instruksi Presiden soal penataan penanganan permasalahan laut

Mahfud mengatakan, Presiden Joko Widodo meminta agar jajarannya menyiapkan aturan soal penanganan laut.

"Hari ini sengaja saya selaku Menko Polhukam mengundang pejabat-pejabat eselon I untuk melaksanakan secara lebih teknis instruksi Presiden kepada Menko Polhukam dan Menteri Kemaritiman untuk menyiapkan aturan kembali mengenai penanganan laut dan perairan di Indonesia," ujar Mahfud saat membuka rapat.

Menurut Mahfud, rapat ini digelar bukan hanya karena kebetulan terjadi polemik di Natuna.

Sebab, instruksi Presiden sebenarnya sudah disampaikan sebelum polemik itu terjadi.

"Instruksi presiden itu sebelum itu sudah disampaikan dan terakhir dalam sidang kabinet atau ratas kabinet pada waktu itu tanggal 3 atau 4 Desember (2019) menginstruksikan Menko-Polhukam dan menteri Kemaritiman supaya segera mengambil langkah-langkah untuk menata kembali penanganan masalah laut ini," tambahnya.

Penanganan persoalan satu pintu

Menurut Mahfud, Presiden Jokowi menginstruksikan penanganan permasalahan laut dilakukan melalui satu pintu.

Presiden pernah mengatakan sekurang-kuragnya ada tujuh lembaga yang tugasnya mengalami tumpang-tindih dalam mengurus permasalahan kelautan. 

"Yang penting bagi Presiden ada satu pintu, " ujar Mahfud.

"Kalau dilihat dari masing-masing itu bagus. Bakamla bagus, Polair bagus, Angkatan Laut bagus, KKP bagus. Nah yang bagus itu supaya (jangan) tumpang-tindih sehingga kita lalu diminta menyiapkan aturan aturan yang ada satu pintu," ungkapnya.

Presiden berpesan, meski nantinya penanganan dilakukan lewat satu pintu, tetapi tidak mengurangi wewenang masing-masing lembaga yang saat ini telah ada.

Mahfud menuturkan, Presiden ingin ada satu lembaga sebagai rujukan.

"Tetapi pintu penjurunya itu harus ada, nanti kita diskusikan. Pada waktu itu Presiden menyebut Bakamla ya (yang menjadi penjuru)," lanjutnya.

Namun, kata Mahfud, solusi dengan menunjuk Bakamla ini perlu dibicarakan kembali.

Saat disinggung lebih lanjut apakah nantinya kewenangan Bakamla akan diperluas, Mahfud belum bisa memastikan.

"Nanti kita lihatlah, biar diskusi dulu, " tuturnya.

Aturan hukum yang tumpang-tindih 

Mahfud mengatakan, dalam praktik penanganan persoalan kelautan di Indonesia masih terdapat undang-undang (UU) aturan hukum yang berbeda.

Padahal, UU yang berbeda kadangkala menimbulkan masalah.

"Misalnya ada satu penanganan hukum di suatu tempat, sudah selesai diatandatangani tiba-tiba ada institusi lain yang merasa berwenang melepaskan (pelaku kejahatan), sehingga lepas gitu. Itu beberapa kali terjadi dan secara operasional menimbulkan masalah," ujar Mahfud.

Mahfud mengungkapkan ada 24vUU bidang kelautan yang saat ini saling tumpang-tindih.

Selain itu, ada dua peraturan pemerintah (PP) yang juga tumpang-tindih dengan peraturan lain.

"Laporan pertama dulu ditemukan 17 (UU). Sementara hari ini di meja saya tercatat ada 24 UU yang menyangkut itu (kelautan), ditambah 2 PP yang juga agak tumpang tindih," ucapnya.

Oleh karena itu, pemerintah ingin mensinergikan puluhan aturan menjadi omnibus law bidang kelautan.

"Tetapi sekarang perlu sinergisitas sehingga kita berpikir mau membuat omnibus law tentang kelautan. Entah nanti cukup dengan PP, (sebab) bisa kok omnibus dengan itu atau sampai ke undang-undang itu tergantung hasil diskusi," tambah Mahfud.

Soal rencana penambahan kewenangan Bakamla di laut

Kepala Badan Keamanan Laut (Bakamla) Laksamana Madya Achmad Taufiqoerrochman, enggan menanggapi lebih lanjut perihal rencana pemerintah untuk menguatkan kewenangan lembaganya.

Menurut Taufiq, lembaganya saat ini sudah kuat.

"Sekarang sudah kuat kok. Jadi itu (soal penguatan) bukan ranah saya. Saya Kepala Bakamla hanya menjalankan UU, " kata Taufiq di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Selasa (7/1/2019).

Apapun yang akan terjadi nantinya, kata Taufiq, pihaknya tetap merupakan pelaksana.

"Kalau nanti ada kebijakan pemerintah mau mengubah atau mensinergikan, itu nanti legislator dan Pemerintah. Kita hanya pelaksana saja," tuturnya. 

https://nasional.kompas.com/read/2020/01/08/06332531/penanganan-keamanan-laut-indonesia-tumpang-tindih-kelembagaan-hingga-aturan

Terkini Lainnya

Momen Jokowi dan Menteri Basuki Santap Mie Gacoan, Mentok 'Kepedasan' di Level 2

Momen Jokowi dan Menteri Basuki Santap Mie Gacoan, Mentok "Kepedasan" di Level 2

Nasional
Ditolak Partai Gelora Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Jangan Terprovokasi

Ditolak Partai Gelora Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Jangan Terprovokasi

Nasional
Kapolri Bentuk Unit Khusus Tindak Pidana Ketenagakerjaan, Tangani Masalah Sengketa Buruh

Kapolri Bentuk Unit Khusus Tindak Pidana Ketenagakerjaan, Tangani Masalah Sengketa Buruh

Nasional
Kapolri Buka Peluang Kasus Tewasnya Brigadir RAT Dibuka Kembali

Kapolri Buka Peluang Kasus Tewasnya Brigadir RAT Dibuka Kembali

Nasional
May Day 2024, Kapolri Tunjuk Andi Gani Jadi Staf Khusus Ketenagakerjaan

May Day 2024, Kapolri Tunjuk Andi Gani Jadi Staf Khusus Ketenagakerjaan

Nasional
Jumlah Menteri dari Partai di Kabinet Prabowo-Gibran Diprediksi Lebih Banyak Dibanding Jokowi

Jumlah Menteri dari Partai di Kabinet Prabowo-Gibran Diprediksi Lebih Banyak Dibanding Jokowi

Nasional
Menparekraf Ikut Kaji Pemblokiran 'Game Online' Mengandung Kekerasan

Menparekraf Ikut Kaji Pemblokiran "Game Online" Mengandung Kekerasan

Nasional
Jokowi di NTB Saat Buruh Aksi 'May Day', Istana: Kunker Dirancang Jauh-jauh Hari

Jokowi di NTB Saat Buruh Aksi "May Day", Istana: Kunker Dirancang Jauh-jauh Hari

Nasional
Jokowi di NTB Saat Massa Buruh Aksi 'May Day' di Istana

Jokowi di NTB Saat Massa Buruh Aksi "May Day" di Istana

Nasional
Seorang WNI Meninggal Dunia Saat Mendaki Gunung Everest

Seorang WNI Meninggal Dunia Saat Mendaki Gunung Everest

Nasional
Kasus Korupsi SYL Rp 44,5 Miliar, Bukti Tumpulnya Pengawasan Kementerian

Kasus Korupsi SYL Rp 44,5 Miliar, Bukti Tumpulnya Pengawasan Kementerian

Nasional
Keterangan Istri Brigadir RAT Beda dari Polisi, Kompolnas Tagih Penjelasan ke Polda Sulut

Keterangan Istri Brigadir RAT Beda dari Polisi, Kompolnas Tagih Penjelasan ke Polda Sulut

Nasional
Jokowi: Selamat Hari Buruh, Setiap Pekerja adalah Pahlawan

Jokowi: Selamat Hari Buruh, Setiap Pekerja adalah Pahlawan

Nasional
Pakai Dana Kementan untuk Pribadi dan Keluarga, Kasus Korupsi SYL Disebut Sangat Banal

Pakai Dana Kementan untuk Pribadi dan Keluarga, Kasus Korupsi SYL Disebut Sangat Banal

Nasional
'Brigadir RAT Sudah Kawal Pengusaha 2 Tahun, Masa Atasan Tidak Tahu Apa-Apa?'

"Brigadir RAT Sudah Kawal Pengusaha 2 Tahun, Masa Atasan Tidak Tahu Apa-Apa?"

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke