Salin Artikel

ICW Anggap Wacana Hukuman Mati Koruptor Narasi Usang

Hal itu disampaikan peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam paparan Catatan Agenda Pemberantasan Korupsi Tahun 2019 di kantor ICW, Jakarta, Minggu (29/12/2019).

"Kita pandang sebagai narasi usang yang hanya ingin menggeser isu agar masyarakat tidak fokus pada Perppu KPK tapi pada wacana hukuman mati," kata Kurnia dalam paparannya.

Menurut Kurnia, Presiden Jokowi cenderung tidak paham bagaimana membangun efek jera terhadap korupsi. Wacana itu dinilainya usang lantaran juga sudah diatur dalam Undang-undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).

Dalam UU Tipikor, Pasal 2 terdiri dari dua ayat. Ayat (1) berbunyi sebagai berikut:

"Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana penjara dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah)"

Kemudian, Ayat (2) berbunyi sebagai berikut:

"Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan"

"Hukuman mati bukan salah satu poin untuk meberikan efek jera. Kalau kita mengacu pada indeks korupsi dunia, negara yang telah mengoptimalkan hukuman mati juga tidak jauh indeks korupsinya dengan Indonesia. Berarti ini ada tidak sinkron dengan kesimpulan Jokowi dengan masalah di Indonesia," ujar Kurnia.

Kurnia juga mengkritik pernyataan Jokowi yang menyebut pemberantasan korupsi tak hanya lewat penindakan, melainkan juga pencegahan.

"Pasalnya, pemerintah lupa bahwa eksekusi rekomendasi pencegahan bukan berada pada ranah KPK, tapi pemerintah," katanya.

Menurut Kurnia, KPK sudah cukup sering menyampaikan kajian-kajian dan rekomendasi pencegahan terhadap berbagai instansi pemerintahan. Namun, pelaksanaan atas rekomendasi itu belum maksimal.

"Misalnya terkait KTP elektronik, KPK sudah mengatakan bahwa ini tidak bisa dilanjutkan proyeknya. Tapi tetap dilanjutkan. Konsekuensinya, terjadi bancakan korupsi Rp 2,3 triliun. KPK sudah pernah beri rekomendasi tentang lembaga pemasyarakatan. Toh juga enggak diindahkan pemerintah. Terjadi juga korupsi 2018 yang melibatkan Kalapas Sukamiskin," katanya.

"Sebaiknya presiden paham apa yang diucapkan. Kalau dia mengatakan ke depan pencegahan. Pencegahan KPK kita anggap sudah baik lewat pengelolaan gratifikasi, LHKPN dan rekomendasi kebijakan pada pemerintah," sambungnya.

Sebelumnya, Presiden Jokowi menyebutkan aturan hukuman mati untuk koruptor bisa saja diterapkan jika memang ada kehendak yang kuat dari masyarakat.

Menurut Jokowi, penerapan hukuman mati dapat diatur sebagai salah satu sanksi pemidanaan dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) melalui mekanisme revisi di DPR.

"Itu yang pertama kehendak masyarakat. Kalau masyarakat berkehendak seperti itu dalam rancangan UU pidana tipikor, itu (bisa) dimasukkan," kata Jokowi seusai menghadiri pentas drama "Prestasi Tanpa Korupsi" di SMK 57, Jakarta, Senin (9/12).

https://nasional.kompas.com/read/2019/12/29/18024581/icw-anggap-wacana-hukuman-mati-koruptor-narasi-usang

Terkini Lainnya

Keberatan Ditertibkan, Juru Parkir Minimarket: Cari Kerjaan Kan Susah...

Keberatan Ditertibkan, Juru Parkir Minimarket: Cari Kerjaan Kan Susah...

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk 'Presidential Club'...

Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk "Presidential Club"...

Nasional
Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Nasional
“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke