Salin Artikel

Pakar Hukum: Koruptor Lebih Baik Dimiskinkan, Ketimbang Dihukum Mati

JAKARTA, KOMPAS.com – Wacana penerapan hukuman mati bagi koruptor dinilai bukanlah hal yang baru. Bahkan, undang-undang pun telah mengatur penerapan hukuman bagi penggarong uang rakyat itu.

Di dalam Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) disebutkan "Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan".

“(Jadi) hukuman mati di UU Tipikor sudah ada yaitu dapat dikenakan pada residivis korupsi, korupsi pada waktu bencana alam dan korupsi pada waktu perang,” kata pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar dalam pesan singkat kepada Kompas.com, Rabu (11/12/2019).

Di dalam penjelasan Pasal 2 ayat (2) UU Tipikor diterangkan “Yang dimaksud dengan keadaan tertentu dalam ketentuan ini dimaksudkan sebagai pemberatan bagi pelaku tindak pidana korupsi apabila tindak pidana tersebut dilakukan pada waktu negara dalam keadaan bahaya sesuai dengan undang-undang yang berlaku, pada waktu terjadi bencana alam nasional, sebagai pengulangan tindak pidana korupsi, atau pada waktu negara dalam keadaan krisis ekonomi dan moneter”.

Meski dari sisi aturan sudah ada, Fickar meyakini, tidak ada jaminan bahwa penegakkan hukuman mati bagi koruptor akan memberikan efek jera kepada mereka yang berniat melakukan tindak pidana korupsi.

Setidaknya, gambaran itu sudah terlihat dari pelaksanaan hukuman mati bagi terpidana kasus narkoba. Menurut dia, kasus narkoba masih marak meski hukuman mati telah dijatuhkan.

“Hukuman mati tidak akan efektif untuk penjeraan, buktinya hukuman mati narkoba tidak menyurutkan pelakunya,” ujarnya.

Ia menilai, salah satu cara paling efektif untuk membuat koruptor jera yaitu dengan membuatnya miskin dengan cara mengambil sebanyak-banyaknya harta yang mereka miliki.

“Dengan pendekatan asset recovery, semua akses napi koruptor harus ditutup agar jera. Tidak boleh punya perusahaan, tidak boleh punya kartu kredit, tidak boleh jadi pimpinan perusahaan, dicabut hak politiknya. Ini akan lebih menjerakan dibandingkan hukuman mati,” pungkasnya.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo menyebutkan bahwa aturan hukuman mati untuk koruptor bisa saja diterapkan jika memang ada kehendak yang kuat dari masyarakat.

Menurut Jokowi, penerapan hukuman mati dapat diatur sebagai salah satu sanksi pemidanaan dalam Undang-Undang (UU) Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) melalui mekanisme revisi di DPR.

"Itu yang pertama kehendak masyarakat, kalau masyarakat berkehendak seperti itu dalam rancangan UU pidana tipikor, itu (bisa) dimasukkan," kata Jokowi usai menghadiri pentas drama 'Prestasi Tanpa Korupsi' di SMK 57, Jakarta, Senin (9/12/2019).

Jokowi meyakini, jika ada keinginan dan dorongan kuat dari masyarakat, maka DPR akan mendengar. Namun, ia menekankan, semuanya akan kembali pada komitmen sembilan fraksi di DPR.

"Sekali lagi juga termasuk yang ada di legislatif," kata dia.

Saat ditanya apakah pemerintah akan menginisiasi rancangan atau revisi UU yang memasukkan aturan soal hukuman mati bagi koruptor, Jokowi tak menjawab dengan tegas.

Menurut Jokowi, hal itu kembali berpulang pada kehendak masyarakat.

"Ya bisa saja (pemerintah inisiasi) kalau jadi kehendak masyarakat," kata dia.

https://nasional.kompas.com/read/2019/12/11/12275821/pakar-hukum-koruptor-lebih-baik-dimiskinkan-ketimbang-dihukum-mati

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke