Salin Artikel

Eks Koruptor Tetap Boleh Maju Pilkada, Ini Sikap Parpol-parpol...

Semula, aturan tersebut akan dimasukkan dalam Peraturan KPU (PKPU) tentang Pencalonan Pilkada.

Meski batal, dalam PKPU bernomor 18 Tahun 2019 tersebut, KPU memasukkan aturan baru yang pada pokoknya meminta partai politik mengutamakan calon yang bukan mantan terpidana korupsi di Pilkada 2020.

Aturan yang dimaksud dimuat dalam dua ayat, yaitu Pasal 3A ayat (3) dan ayat (4).

KPU pun berharap partai politik tidak mencalonkan mantan napi korupsi sebagai bupati atau wakil bupati, wali kota atau wakil wali kota, dan gubernur atai wakil gubernur.

Lantas, bagaimana respon partai politik terkait aturan ini?

1. Janji Gerindra

Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Gerindra Ahmad Muzani mengatakan, meski KPU batal melarang eks koruptor maju di Pilkada 2020, Gerindra bakal berupaya untuk tidak mengajukan mantan napi korupsi sebagai calon kepala daerah.

"Kita minta kepada temen-temen di DPC, di DPD Partai Gerindra untuk tidak mengajukan nama-nama mereka (eks koruptor). Toh nama-nama lain masih ada, masih banyak," kata Muzani di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (9/12/2019).

Menurut Muzani, kewenangan untuk memutuskan nama-nama calon kepala daerah ada di Dewan Pimpinan Pusat (DPP) partai.

Namun, sebelum diputuskan oleh DPP, nama tersebut lebih dulu diajukan Gerindra dari tiap daerah, baik provinsi maupun kabupaten.

Muzani mengatakan, sebelum memutuskan nama calon yang akan diusung, Gerindra akan melakukan penelusuran rekam jejak calon, untuk memastikan yang bersangkutan terbebas dari catatan kasus korupsi.

"Meskipun tidak ada larangan (eks koruptor mencalonkan diri di Pilkada) kami akan lakukan jejak para calon. Karena kalau yang bersangkutan ini pernah terhukum ingatan masyarakat tentang jejak yang bersangkutan di masyarakat akan sangat terpatri sehingga ini akan mempengaruhi tingkat kepercayaan kepada yang bersangkutan," ujar Muzani.

Muzani menambahkan, karena KPU batal melarang eks koruptor maju di Pilkada 2020, maka, memang sudah menjadi tugas partai untuk berkomtimen tidak mencalonkan mantan napi korupsi.

Hal ini sekaligus menunjukkan komitmen partai mengenai keseriusan pemberantasan korupsi.

"Tentu saja itu menjadi bagian dari komitmen partai tersebut apakah dia serius melakukan pemberantasan korupsi," katanya.

2. Komitmen PDI-Perjuangan

Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) menegaskan bahwa tidak akan mengusung mantan terpidana korupsi sebagai calon kepala daerah.

"Bagi PDI-P, demi menjaga juga prinsip keadilan, napi koruptor memang kami tidak dicalonkan sebagai kebijakan partai," ungkap Sekretaris Jenderal PDI-P Hasto Kristiyanto di daerah Jember, Jawa Timur, Minggu (9/12/2019).

Meski demikian, PDI-P tetap menghormati kesetaraan warga negara di hadapan hukum

Hasto menekankan, seorang terpidana kasus korupsi yang sudah menjalani masa hukumannya artinya memiliki hak dan kewajiban yang sama sebagai seorang warga negara. Khususnya hak untuk dipilih dan memilih.

Namun, lain soal untuk urusan memilih kepala daerah. Seorang kepala daerah harus mempunyai rekam jejak yang baik, termasuk tidak pernah tersangkut kasus korupsi.

Oleh sebab itu, PDI-P memilih berkomitmen untuk tak mengusung eks koruptor sebagai calon kepala daerah.

"Bagi kami, karena menjadi pemimpin masyarakat seperti kepala daerah itu punya tanggung jawab untuk membawa kemajuan bagi daerahnya, melekat di dalamnya sebuah rekam jejak yang baik, maka kami tidak mencalonkan napi koruptor," ujar Hasto.

3. Kesepakatan Nasdem

Ketua DPP Partai Nasdem Bidang Media dan Komunikasi Publik Charles Meikyansah mengatakan, partainya menghormati PKPU tentang Pencalonan dalam Pilkada 2020 yang tidak secara tegas mencantumkan larangan eks koruptor mencalonkan diri.

Namun, Charles mengatakan, partainya tetap akan mengacu pada kesepakatan internal partai, yaitu tidak mencalonkan mantan terpidana korupsi pada Pilkada 2020.

"Nasdem, khususnya sudah mencontohkan pada pilkada sebelumnya, bahwa akan tetap dipertahankan dalam pilkada ke depan. Nasdem tetap tidak memberikan tempat bagi orang-orang yang sudah terkena kasus korupsi," kata Charles saat dihubungi Kompas.com, Senin (9/12/2019).

Charles mengatakan, hingga saat ini, kesepakatan internal Nasdem tidak berubah untuk tidak mencalonkan mantan terpidana korupsi pada Pilkada 2020.

Sebab, kata dia, hal tersebut menjadi salah satu penilain bagi Nasdem.

"Sampai sekarang belum ada perubahan. Kita tetap karena kita meyakini sisi moral itu menjadi satu hal yang menjadi penilaian oleh Nasdem untuk calon kepala daerah baik kabupaten, kota maupun di provinsi," ujar dia.

4. PAN belum tegas

Ketua DPP Partai Amanat Nasional Yandri Susanto mengatakan, PAN akan menghindari untuk tidak mencalonkan mantan terpidana korupsi dalam pilkada.

Tetapi, apabila di daerah tersebut tidak ada calon lain, bukan tidak mungkin PAN akan mengajukan nama eks koruptor.

"Artinya, kalau di daerah itu masih ada pilihan tentu kami akan menghindari calon (kepala daerah) dari narapidana dong. Tapi kalau di daerah itu enggak punya calon, tinggal itu yang ada, ya enggak mungkin enggak punya calon," kata Yandri di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (9/12/2019).

Yandri menilai, PKPU Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pencalonan Kepala Daerah yang tidak melarang mantan narapidana koruptor maju pilkada adalah hal yang wajar.

Menurut Yandri, justru KPU akan melanggar Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, jika mencantumkan larangan eks koruptor di PKPU.

"Karena dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, enggak ada pelarangan kalau orang sudah menjalani hukuman, dia menjadi masyarakat biasa, kalau cukup syarat untuk menjadi calon pilkada, apakah itu melalui partai politik, gabungan parpol, atau independen, ya silakan," ujar dia.

5. Sikap Golkar

Ketua DPP demisioner Golkar Ace Hasan Syadzily menyatakan, mantan narapidana korupsi berhak mencalonkan diri di pilkada selama hak politiknya tidak dicabut pengadilan.

"Selagi hak politiknya tidak dicabut, saya kira kita harus taat terhadap aturan itu," kata Ace saat ditemui di Hotel Ibis Tamarin, Gondangdia, Jakarta Pusat, Minggu (8/12/2019).

"Kecuali kalau memang ada hukum yang mencabut hak dia untuk dicalonkan menjadi kepala daerah. Kalau misalnya ada seseorang yang telah dicabut hak politiknya karena misalnya korupsi, ya harus taat kepada keputusan itu," lanjut Ace.

Ia menambahkan, tugas KPU membuat PKPU tentang pilkada dengan bersumber kepada Undang-undang Pilkada.

Karenanya, KPU tak boleh membuat PKPU yang bertentangan dengan Undang-undang Pilkada.

Ace menilai, PKPU Pencalonan Pilkada sudah tepat karena tak melarang mantan narapidana korupsi mencalonkan diri sepanjang hak politiknya tak dicabut pengadilan.

Meski demikian, Ace mengatakan, Golkar tak akan mencalonkan orang yang memiliki cacat moral dan hukum.

"Ya dari sejak awal kan Partai Golkar konsisten untuk tidak mencalonkan orang-orang yang memang tidak memiliki (cacat hukum)," ujar Ace.

"Kami memiliki sistem yang disebut dengan PDLT. Prestasi, dedikasi, loyalitas dan tidak melakukan tindakan tercela. Dasar itu yang dijadikan partai Golkar termasuk untuk menentukan siapa calon kepala daerahnya," lanjut dia.

https://nasional.kompas.com/read/2019/12/10/08361211/eks-koruptor-tetap-boleh-maju-pilkada-ini-sikap-parpol-parpol

Terkini Lainnya

Menag Sebut Jemaah RI Akan Dapat 'Smart Card' Haji dari Pemerintah Saudi

Menag Sebut Jemaah RI Akan Dapat "Smart Card" Haji dari Pemerintah Saudi

Nasional
Sengketa Pileg, PPP Klaim Ribuan Suara Pindah ke Partai Garuda di Dapil Sumut I-III

Sengketa Pileg, PPP Klaim Ribuan Suara Pindah ke Partai Garuda di Dapil Sumut I-III

Nasional
Temui KSAD, Ketua MPR Dorong Kebutuhan Alutsista TNI AD Terpenuhi Tahun Ini

Temui KSAD, Ketua MPR Dorong Kebutuhan Alutsista TNI AD Terpenuhi Tahun Ini

Nasional
Jokowi Resmikan Bendungan Tiu Suntuk di Sumbawa Barat, Total Anggaran Rp 1,4 Triliun

Jokowi Resmikan Bendungan Tiu Suntuk di Sumbawa Barat, Total Anggaran Rp 1,4 Triliun

Nasional
Meneropong Kabinet Prabowo-Gibran, Menteri 'Triumvirat' dan Keuangan Diprediksi Tak Diisi Politisi

Meneropong Kabinet Prabowo-Gibran, Menteri "Triumvirat" dan Keuangan Diprediksi Tak Diisi Politisi

Nasional
Dewas KPK Gelar Sidang Perdana Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron Hari Ini

Dewas KPK Gelar Sidang Perdana Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron Hari Ini

Nasional
Jokowi Resmikan 40 Kilometer Jalan Inpres Senilai Rp 211 Miliar di NTB

Jokowi Resmikan 40 Kilometer Jalan Inpres Senilai Rp 211 Miliar di NTB

Nasional
Jokowi Akan Resmikan Bendungan dan Panen Jagung di NTB Hari ini

Jokowi Akan Resmikan Bendungan dan Panen Jagung di NTB Hari ini

Nasional
Meski Isyaratkan Merapat ke KIM, Cak Imin Tetap Ingin Mendebat Prabowo soal 'Food Estate'

Meski Isyaratkan Merapat ke KIM, Cak Imin Tetap Ingin Mendebat Prabowo soal "Food Estate"

Nasional
Setelah Jokowi Tak Lagi Dianggap sebagai Kader PDI-P...

Setelah Jokowi Tak Lagi Dianggap sebagai Kader PDI-P...

Nasional
Pengertian Lembaga Sosial Desa dan Jenisnya

Pengertian Lembaga Sosial Desa dan Jenisnya

Nasional
Prediksi soal Kabinet Prabowo-Gibran: Menteri Triumvirat Tak Diberi ke Parpol

Prediksi soal Kabinet Prabowo-Gibran: Menteri Triumvirat Tak Diberi ke Parpol

Nasional
Jokowi Dianggap Jadi Tembok Tebal yang Halangi PDI-P ke Prabowo, Gerindra Bantah

Jokowi Dianggap Jadi Tembok Tebal yang Halangi PDI-P ke Prabowo, Gerindra Bantah

Nasional
Soal Kemungkinan Ajak Megawati Susun Kabinet, TKN: Pak Prabowo dan Mas Gibran Tahu yang Terbaik

Soal Kemungkinan Ajak Megawati Susun Kabinet, TKN: Pak Prabowo dan Mas Gibran Tahu yang Terbaik

Nasional
PKS Siap Gabung, Gerindra Tegaskan Prabowo Selalu Buka Pintu

PKS Siap Gabung, Gerindra Tegaskan Prabowo Selalu Buka Pintu

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke