Salin Artikel

Tak Jadi Larang Eks Koruptor Maju Pilkada, Perludem Sebut KPU Dilema

Menurut Titi, KPU dihadapkan pada situasi yang dilematis saat hendak memuat larangan eks koruptor maju di Pilkada dalam Peraturan KPU (PKPU) tentang Pencalonan.

"Tidak dicantumkannya pelarangan mantan napi korupsi di PKPU Pencalonan sudah bisa diprediksi. Sebab KPU berhadapan dengan ekosistem hukum dan politik yang tidak mendukung terobosan yang ingin dilakukan KPU. KPU berada dalam dilema," kata Titi saat dihubungi, Senin (9/12/2019).

Titi mengatakan sebagai penyelenggara pemilu, KPU diharuskan untuk segera mengesahkan peraturan teknis pencalonan Pilkada.

Namun, di saat bersamaan, jika KPU memaksakan pengaturan pencalonan mantan napi korupsi, muncul risiko pengesahan PKPU Pencalonan akan berlarut-larut.

Sebab, Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) akan menolak untuk mengundangkan PKPU Pencalonan dengan argumen bertentangan dengan Undang-undang dan Putusan MK.

"Kalau KPU tetap mengatur sekalipun, Kemenkumham pasti tidak bersedia mengundangkannya karena dianggap bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi," ujar Titi.

Tidak hanya itu, jika KPU nekat, PKPU Pencalonan dapat dipastikan akan segera diuji ke Mahkamah Agung (MA).

Layaknya PKPU Pencalonan Pemilu Legislatif kemarin, MA pun bakal membatalkan larangan eks koruptor maju di Pilkada.

Bahkan, menurut Titi, bukan tidak mungkin KPU akan dilaporkan oleh pihak-pihak yang tak setuju aturan tersebut ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). 

Sebab, KPU akan dianggap bertindak di luar ketentuan hukum dan membuat ketidakpastian proses pencalonan.

"Jadi dalam hal ini, KPU akan berhadapan dengan perlawanan politik dan hukum sekaligus dari para pihak yang menentang pengaturan itu," katanya.

Oleh karenanya, menurut Titi, harapan yang tersisa adalah dikabulkannya permohonan uji materi Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada oleh Mahkamah Konstitusi (MK).

Permohonan yang diajukan oleh Perludem dan Indonesia Corruption Watch (ICW) itu menyoal syarat pencalonan mantan narapidana yang dimuat dalam Pasal 7 ayat (2) UU Pilkada.

"Kami berharap MK akan memberikan kejelasan dan angin segar bagi upaya kita mendapatkan calon kepala daerah yang berintegritas. Kalau tidak dengan Putusan MK, di tengah kondisi DPR yang tidak ingin mengubah UU Pilkada, maka polemik soal ini tidak akan pernah berhenti," kata Titi.

KPU resmi menerbitkan Peraturan KPU tentang Pencalonan dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020.

Berdasarkan dokumen salinan yang diterima Kompas.com, PKPU tersebut dicatat sebagai PKPU Nomor 18 tahun 2019. PKPU itu resmi ditetapkan pada 2 Desember 2019.

Dari sejumlah syarat pencalonan yang dimuat dalam PKPU, tidak satupun syarat yang mengatur tentang larangan mantan narapidana korupsi maju sebagai calon. Padahal, KPU sebelumnya berencana memuat larangan tersebut dalam PKPU ini.

Dalam Pasal 4 ayat (1) huruf h, yang dilarang untuk mencalonkan diri sebagai kepala daerah hanya mantan terpidana bandar narkoba dan mantan terpidana kejahatan seksual terhadap anak.

Meski begitu, ada aturan tambahan dalam PKPU Nomor 18 Tahun 2019 yang meminta partai politik untuk mengutamakan calon kepala daerah bukan seorang mantan terpidana korupsi. Aturan itu dimuat dalam dua ayat, yaitu Pasal 3A ayat (3) dan ayat (4).

https://nasional.kompas.com/read/2019/12/09/22454651/tak-jadi-larang-eks-koruptor-maju-pilkada-perludem-sebut-kpu-dilema

Terkini Lainnya

Jokowi Sebut Ada 78.000 Hektare Tambak Udang Tak Terpakai di Pantura, Butuh Rp 13 Triliun untuk Alih Fungsi

Jokowi Sebut Ada 78.000 Hektare Tambak Udang Tak Terpakai di Pantura, Butuh Rp 13 Triliun untuk Alih Fungsi

Nasional
Spesifikasi 2 Kapal Patroli Cepat Terbaru Milik TNI AL

Spesifikasi 2 Kapal Patroli Cepat Terbaru Milik TNI AL

Nasional
Jokowi Panen Ikan Nila Salin di Tambak Air Payau di Karawang

Jokowi Panen Ikan Nila Salin di Tambak Air Payau di Karawang

Nasional
Momen Hakim MK Tegur Kuasa Hukum Caleg yang Mendebatnya

Momen Hakim MK Tegur Kuasa Hukum Caleg yang Mendebatnya

Nasional
Kejar Pemerataan Dokter Spesialis, Kemenkes Luncurkan Pendidikan Dokter Spesialis Berbasis RS Pendidikan

Kejar Pemerataan Dokter Spesialis, Kemenkes Luncurkan Pendidikan Dokter Spesialis Berbasis RS Pendidikan

Nasional
Jokowi Bakal Bisiki Prabowo Anggarkan Program Budi Daya Nila Salin jika Menjanjikan

Jokowi Bakal Bisiki Prabowo Anggarkan Program Budi Daya Nila Salin jika Menjanjikan

Nasional
Ma'ruf Amin: 34 Kementerian Sudah Cukup, tetapi Bisa Lebih kalau Perlu

Ma'ruf Amin: 34 Kementerian Sudah Cukup, tetapi Bisa Lebih kalau Perlu

Nasional
Ada Gugatan Perdata dan Pidana, KPK Mengaku Harus Benar-benar Kaji Perkara Eddy Hiariej

Ada Gugatan Perdata dan Pidana, KPK Mengaku Harus Benar-benar Kaji Perkara Eddy Hiariej

Nasional
Jokowi Resmikan Modeling Budi Daya Ikan Nila Salin di Karawang

Jokowi Resmikan Modeling Budi Daya Ikan Nila Salin di Karawang

Nasional
Jokowi Naik Heli ke Karawang, Resmikan Tambak Ikan Nila dan Cek Harga Pangan

Jokowi Naik Heli ke Karawang, Resmikan Tambak Ikan Nila dan Cek Harga Pangan

Nasional
Sidang SYL, KPK Hadirkan Direktur Pembenihan Perkebunan Jadi Saksi

Sidang SYL, KPK Hadirkan Direktur Pembenihan Perkebunan Jadi Saksi

Nasional
Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae dengan Korsel yang Belum Capai Titik Temu…

Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae dengan Korsel yang Belum Capai Titik Temu…

Nasional
Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah, Minta PBB Bertindak

Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah, Minta PBB Bertindak

Nasional
Ganjar dan Anies Pilih Oposisi, Akankah PDI-P Menyusul?

Ganjar dan Anies Pilih Oposisi, Akankah PDI-P Menyusul?

Nasional
Kata Gibran soal Urgensi Adanya Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis

Kata Gibran soal Urgensi Adanya Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke