Juru Bicara KPK Febri Diansyah menyatakan, para saksi akan diperiksa untuk tersangka Dzulmi Edlin. Mereka akan diperiksa di Kantor Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara.
"Hari ini KPK mengagendakan pemeriksaan 7 saksi untuk tersangka TDE (Dzulmi Edlin), Walikota Medan, dalam perkara TPK Dugaan Suap Terkait dengan Proyek dan Jabatan pada Pemerintah Kota Medan Tahun 2019," kata Febri dalam keteranggannya.
Adapun ketujuh saksi yang diperiksa hari ini merupakan para pejabat Pemerintah Kota Medan yaitu Kepala Dinas Pariwisata Medan Agus Suriyono, Kepala Dinas Kesehatan Medan Edwin Effendi, serta Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah Medan Irwan Ritonga.
Saksi berikutnya adalah Kepala Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Medan Usma Polita Nasution serta Kepala Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Penataan Ruang Medan Benny Iskandar.
Kemudian, Kepala Bagian Umum Pemkot Medan Andi Syahputra serta Kepala Bidang Pembersayaan Masyarakat Sinas Pemberdayaan Perempuan Ernest Sembiring.
Rangkaian pemeriksaan terhadap pejabat Pemkot Medan telah berlangsung sejak Selasa (29/10/2019) lalu.
Selain pejabat Pemkot Medan, saksi yang diperiksa juga berasal dari unsur keluarga Dzulmi, anggota DPRD Sumatera Utara, dan pihak swasta.
Kasus Dzulmi ini bermula pada 6 Februari 2019, di mana Dzulmi melantik Isa Anyari menjadi Kepala Dinas PUPR Kota Medan.
Setelah pelantikan tersebut, Isa diduga rutin memberikan sejumlah uang kepada Dzulmi sebesar Rp 20 juta setiap bulan.
Pemberian terhitung mulai Maret 2019 hingga Juni 2019. Pada 18 September 2019, Isa diduga kembali memberikan uang Rp 50 juta ke Dzulmi.
Selain itu, Isa diduga merealisasikan permintaan uang Rp 250 juta untuk menutupi ekses dana nonbudget perjalanan dinas Dzulmi ke Jepang.
Sebab, sekitar Juli 2019, Dzulmi melakukan perjalanan dinas ke Jepang dalam rangka kerja sister city antara Kota Medan dan Kota Ichikawa di Jepang.
Kunjungan Dzulmi ke Jepang didampingi beberapa kepala dinas di lingkungan Pemerintah Kota Medan.
Saat kunjungan, Dzulmi juga ditemani istri dan dua anaknya serta beberapa orang yang tidak memiliki kepentingan dengan kunjungan kerja tersebut.
Bahkan, keluarga Dzulmi memperpanjang waktu tinggal di Jepang selama 3 hari, di luar waktu perjalanan dinas.
Keikutsertaan keluarga Dzulmi dan perpanjangan waktu tinggal di Jepang itulah yang membuat pengeluaran perjalanan dinas wali kota tidak dapat dipertanggungjawabkan.
Pengeluaran tersebut tidak bisa dibayarkan dengan dana APBD.
Dana yang harus dibayar Dzulmi untuk menutupi ekses dana nonbudget perjalanan ke Jepang mencapai Rp 800 juta.
Untuk menutupi anggaran Rp 800 juta, Dzulmi meminta bantuan Syamsul Fitri Siregar, Kepala Bagian Protokol Pemerintah Kota Medan.
Syamsul pun membuat daftar kepala dinas di wilayah Pemerintah Kota Medan untuk dimintai kutipan.
Yang masuk daftar bukan hanya kepala dinas yang ikut ke Jepang, kepala dinas yang tidak ikut pun dimintai uang oleh Syamsul. Salah satunya adalah Isa.
Isa menyanggupi permintaan itu dan mengirimkan uang Rp 200 juta. Uang itu juga sebagai kompensasi atas diangkatnya Isa sebagai Kepala Dinas PUPR.
Ia juga merealisasikan pemberian uang Rp 50 juta yang dititipkan ke ajudan Dzulmi, Andika. Namun, uang tersebut belum diberikan lantaran ia terlanjur dikejar oleh tim KPK seusai menerima uang itu di rumah Isa.
https://nasional.kompas.com/read/2019/11/01/12100221/kasus-wali-kota-medan-7-pejabat-pemkot-diperiksa-kpk