Menurut KontraS, aktor yang terlibat dalam pelanggaran ini terdiri dari pemerintah, sipil, organisasi masyarakat (ormas), dan polisi.
"Total korban pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan ada 954 jiwa yang terdiri dari 421 jiwa individu dan 533 jiwa kelompok," kata Kepala Biro Riset KontraS Rivanlee Anandar di Kantor KontraS, Kwitang, Jakarta Pusat, Senin (21/10/2019).
Dia mengatakan, sepanjang 2014-2019, KontraS mencatat bahwa aktor dari pelanggaran kebebasan beragama, berkeyakinan, dan beribadah didominasi oleh pelaku sipil sebanyak 163 kasus.
"Ini cukup berbahaya karena sipil bergerak jadi pelaku. Mereka bergerak tanpa membawa bendera organisasi dan melakukan tindak pelanggaran terhadap kelompok minoritas, seperti intimidasi, penyerangan, penghalangan, dan beribadah," kata Rivanlee.
Contohnya, pada April 2019, saat acara tahlilan atau pengajian di lingkungan warga sekitar Desa Sonobekel, Kecamatan Tanjung Anom, Banten dianggap warga tokoh agama berinisial IM sebagai kegiatan aliran sesat.
Oknum tokoh agama berinisial IM menganggap bahwa kegiatan tahlilan yang mendatangkan kiai penceramah dari daerah Solo itu identik dengan kelompok radikal.
Aktor lainnya, yakni pemerintah, ormas, dan polisi dengan jumlah kasus pelanggaran berturut-turut 177 kasus, 148 kasus, dan 92 kasus.
Angka tersebut didapat KontraS dari berbagai sumber, mulai dari pelapor, korban, media massa, hingga investigasi lapangan langsung oleh KontraS.
Dia mengatakan, angka pelanggaran kebebasan beragama, berkeyakinan, dan beribadah terus menjadi sorotan setiap tahunnya sehingga menjadi pekerjaan turun-temurun dari setiap pemerintahan.
Adapun kasus pelanggaran yang dilakukan pemerintah berupa bentuk kebijakan.
Salah satu contohnya, penolakan perangkat desa terhadap warga beragama tertentu menempati kontrakan dan lingkungan sekitar oleh ketua RT dan kepala dukuh, di Yogyakarta.
Penolakan perangkat desa itu didasarkan pada Surat Keputusan Pokgiat tentang Persyaratan Pendatang Baru di Padukuhan Karet yang ditandatangani oleh ketua Pokgiat dan kepala Dusun Karet.
Contoh pelanggaran oleh ormas yakni pembatasan kelompok Ahmadiyah di Depok.
Selain karena adanya kebijakan yang berseberangan dengan konstitusional, kata dia, pelanggaran tersebut juga terjadi karena lemahnya penegakan hukum kepada para pelaku.
https://nasional.kompas.com/read/2019/10/21/18000811/kontras-954-korban-pelanggaran-kebebasan-beragama-pelakunya-pemerintah-sipil