Vonis ini lebih rendah dari tuntutan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yaitu 3 tahun 6 bulan penjara serta denda Rp 250 juta subsider 6 bulan kurungan.
Erwin merupakan terdakwa kasus dugaan suap terkait penambahan anggaran Bakamla untuk pengadaan proyek satelit monitoring dan drone dalam APBN Perubahan tahun 2016.
"Mengadili, satu, menyatakan terdakwa Erwin Syaaf Arief telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama," kata Hakim Ketua Frangki Tambuwun saat membaca amar putusan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin malam.
Atas putusan ini, jaksa KPK dan Erwin memutuskan untuk menggunakan masa pikir-pikir.
Menurut majelis hakim, hal yang memberatkan terdakwa yakni tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi.
Sementara itu, hal meringankan, terdakwa bersikap sopan di persidangan, belum pernah dihukum, memiliki tanggungan keluarga, dan menyesali perbuatannya.
Majelis hakim menilai, Erwin Syaaf Arief terbukti bersama-sama Direktur Utama PT Merial Esa Fahmi Darmawansyah menyuap Fayakhun Andriadi selaku anggota Komisi I DPR periode 2014-2019 sebesar 911.480 dollar Amerika Serikat.
Pemberian itu dengan maksud agar Fayakhun mengupayakan penambahan anggaran Badan Keamanan Laut (Bakamla) untuk pengadaan proyek satelit monitoring dan drone dalam APBN Perubahan tahun 2016.
Proyek itu yang akan dikerjakan Fahmi dan PT Merial Esa selaku agen dari PT Rohde and Schwarz Indonesia.
Erwin dinilai terbukti melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Fayakhun Andriadi bersama Fahmi Darmawansyah dinyatakan terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi oleh pengadilan terkait perkara ini.
https://nasional.kompas.com/read/2019/10/14/18563111/kasus-suap-bakamla-petinggi-rohde-and-schwarz-indonesia-divonis25-tahun