Salin Artikel

Pandangan Publik soal Buzzer Disebut Bergeser

Dengan terlibatnya buzzer dalam berbagai peristiwa politik dan ikut berkontribusi menimbulkan gejolak, citra dan pemaknaan publik tentang buzzer menjadi buruk.

"Betul (ada perubahan). Begini, buzzer itu awalnya sebuah profesi yang legal ya. Bisa dimaknai secara netral karena dia digunakan untuk kepentingan promosi brand atau produk ya. Untuk menaikkan citra produk itu sehingga untuk kepentingan pemasaran dari produk atau brand," kata Rinaldi kepada Kompas.com, Selasa (8/10/2019).

Buzzer seperti itu, lanjut Rinaldi, bergerak transparan dan menjaga akuntabilitas. Mereka merupakan influencer yang jelas, memiliki spesialisasi, memiliki jaringan luas dan mampu memengaruhi persepsi publik untuk sebuah brand atau produk.

"Dan semuanya jelas, ketika disponsori oleh brand atau produk, dia akan dituntut jujur dengan kontennya, dimana dia akan menyatakan pesan itu disponsori sebuah brand A atau B. Dan itu semuanya bernuansa positif ya sebenarnya dari brand dan promosi. Karena itu kan kepentingan membangun brand image," kata dia.

Rinaldi menjelaskan, buzzer mulai dimanfaatkan dalam dunia politik sejak 2012. Menurut dia, pihak yang menyadari potensi buzzer di dunia politik adalah media agency untuk bisnis politik pencitraan.

"Nah sejak masuk ke politik, dia ini perlahan bercitra negatif karena cara kerja buzzer politik itu dia menaikkan citra seorang kandidat dengan mempromosikan prestasi. Tapi di sisi lain dia menyerang kandidat lawan, dengan fitnah, hoaks dan cara-cara yang difabrikasi," katanya.

Pada titik itulah, peredaran hoaks dan disinformasi semakin masif, hingga saat ini. Apalagi literasi sebagian publik soal media sosial masih rendah dan publik juga rentan dipengaruhi isu SARA. 

"Itu memunculkan gelembung-gelembung di mana menghalangi publik menyampaikan aspirasinya. Apalagi ketika publiknya cenderung apatis, dan ketika berpendapat dia dilabeli macam-macam," kata dia. 

"Itu kan strategi kontraproduktif terhadap demokrasi karena menurunkan kualitas ruang publik dimana publik harusnya bisa bersuara, tapi tertutupi oleh bisingnya suara buzzer," ujar Rinaldi.

Hal yang dikhawatirkan adalah, buzzer semacam itu mampu menggeser perdebatan yang substansial ke persoalan remeh-temeh yang cenderung dibesar-besarkan.

"Yang saya khawatir demikian, buzzer bisa menurunkan kualitas demokrasi ya. Jadi demokrasi yang substansial cenderung jadi instrumental dan prosedural karena percakapan semua didominasi oleh buzzer," katanya.

Rinaldi menginginkan ada pengaturan legal yang mengikat buzzer politik, selayaknya buzzer untuk mendukung promosi brand atau produk.

"Harus ada pengaturan secara legal buzzer bekerja untuk siapa, di bawah agency apa, apakah dia terdaftar di agency itu, didanai oleh siapa dia. Ketika menyebarkan pesan dia harus menyatakan dia didanai. Dengan syarat mereka bergerak dengan akuntabel dan transparan," ungkap Rinaldi.

https://nasional.kompas.com/read/2019/10/08/15143291/pandangan-publik-soal-buzzer-disebut-bergeser

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke