Jika GBHN kembali dihidupkan, bisa jadi Presiden tidak akan dipilih langsung oleh rakyat, melainkan lewat MPR.
Mekanisme tersebut, menurut Feri, biaya politiknya lebih dapat dikalkulasikan dibanding pemilihan presiden oleh rakyat.
"Ini jangan-jangan karena elite-elite politik berhitung pada 2024 bahwa mereka akan sulit dipilih langsung oleh rakyat sehingga mereka berkeinginan mengembalikan proses kepada MPR agar kemudian alat hitung dan alat ukurnya bisa mereka pertimbangkan dari sekarang," kata Feri kepada Kompas.com, Minggu (6/9/2019).
"Alat ukur, alat hitungnya itu ya soal politik uang yang akan mereka gunakan," sambungnya.
Menurut Feri, jika presdein dipilih MPR, sudah dapat dipastikan berapa biaya yang dikeluarkan partai dan berapa perolehan suara yang akan didapat kandidat calon presiden.
Tapi, jika presiden dipilih rakyat, politik uang tak menjamin besaran perolehan suara kandidat.
"Mereka (elite politik) selama ini kesulitan menghadapi proses pemilihan langsung. Kadang-kadang uang sudah disebarkan ke rakyat tapi (kandidat) tidak terpilih juga," ujar Feri.
Oleh karena hal tersebut, menurut Feri, rencana penghidupan kembali GBHN akan merusak demokrasi jika berujung pada pemilihan Presiden secara tidak langsung.
Hal itu akan menciptakan pemerintahan yang lebih korup lagi.
"Apalagi permainan uang di Parlemen itu akan mudah kalau kemudian KPKnya sudah lemah," katanya.
Wacana amandemen UUD 1945 kembali mencuat setelah PDI Perjuangan menyatakan dukungan untuk Bambang Soesatyo duduk di kursi Ketua MPR RI 2019-2024.
Dukungan PDI-P kepada Bambang bukan tanpa syarat. Satu dari lima syarat yang disampaikan, PDI-P meminta Bambang mendukung kelanjutan rencana amandemen terbatas UUD 1945 untuk menghidupkan kembali Haluan Negara melalui Ketetapan MPR.
Bambang Soesatyo sendiri kini telah terpilih sebagai Ketua MPR RI periode 2019-2024.
Bambang terpilih sebagai Ketua MPR melalui Rapat Paripurna penetapan dan pelantikan Ketua MPR di gedung Nusantara, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (3/10/2019) malam.
https://nasional.kompas.com/read/2019/10/06/21194281/wacanakan-pengembalian-gbhn-elite-dinilai-sedang-berhitung-biaya-politik