Salin Artikel

Tentara Tionghoa Indonesia Saat Agresi Surabaya 10 November 1945

Meskipun usianya kian dewasa, TNI tidak bisa dilepaskan dari cikal bakal perjuangan prajurit di era awal kemerdekaan.

Kala itu, sebelum TNI dibentuk, rakyat bersama-sama mempertahankan keutuhan NKRI di tengah gejolak yang muncul.

Sebutlah Tentara Keamanan Rakyat (TKR) Chungking. Saat peristiwa 10 November 1945 pecah di Surabaya, jajaran Tionghoa di Surabaya mengorbankan jiwa raga mereka untuk mempertahankan kemerdekaan dari serangan tentara Britania Raya-India Britania.

TKR Chungking dan Palang Merah

Dikutip dari buku Tionghoa dalam Sejarah Kemiliteran (2014) karya Iwan Santosa, kala itu, sebagian Tionghoa di Surabaya membentuk TKR Chungking.

Dengan bendera kebangsaan Tiongkok, mereka menyerbu gelanggang pertempuran yang panas bersama tentara dan rakyat Indonesia.

Dalam pertempuran itu, TKR Chungking mengenakan helm yang biasa dikenakan militer Jerman. Mereka juga menenteng senapan Karaben 98-K yang sempat dipasok Nazi Jerman di tahun 1930-an ke Pemerintah Chungking.

Tak hanya bergabung sebagai TKR, para pemuda Tionghoa juga mendirikan Barisan Palang Merah Tionghoa di Surabaya. Pertolongan mereka tidak hanya diberikan ke orang berdarah Tiongkok, tetapi seluruh warga negara Indonesia.

Palang Merah Tionghoa pun membuka sepuluh pos dengan 11 dokter dan 600 tenaga medis. Pembiayaan pertolongan dipikul oleh organisasi bernama Cung Hua Chung Hui.

Di sisi lain, pemuda Tionghoa di Malang ramai-ramai membentuk Angkatan Muda Tionghoa (AMT). Mereka juga mendirikan Palang Biru.

Baik AMT maupun Palang Biru sama-sama bertolak ke Surabaya untuk ikut pertempuran November 1945.

Pecahnya Peristiwa 10 November

Pada 10 November 1945 malam, pertempuran memuncak. Rumah sakit yang tersebar di seantero Surabaya dipenuhi korban pertempuran. Banyak di antara pasien adalah warga Tionghoa Surabaya.

Kantor berita Reuters hari itu melansir berita ribuan orang Indonesia menjadi korban serbuan militer Sekutu. Laki-laki, perempuan, sipil maupun militer, dewasa maupun anak-anak. Ikut menjadi korban juga orang Tionghoa, Indo-Belanda, dan India.

Radio Republik Indonesia (RRI) 13 November 1945 mengabarkan bahwa orang-orang Tionghoa turut bertempur bersama rakyat Indonesia melawan Inggris di Surabaya. Dalam aksinya, mereka mengibarkan bendera Kebangsaan Tiongkok.

Adapun Radio Pemberontak di Surabaya menyebutkan bahwa pengeboman membabi buta dari Sekutu menyebabkan banyak sekali penduduk Tionghoa yang tinggal di Kramat Gantung, Surabaya, menjadi korban.

Akhir pertempuran

Pertempuran berakhir 28 November 1945 di Kelurahan Gunung Sari. Korban tentara dan masyarakat Surabaya diduga mencapai 20 ribu orang. Sedangkan korban Sekutu diperkirakan 1.500 jiwa.

Akibat agresi militer itu, diperkirakan seribu penduduk Tionghoa meninggal dan lima ribu lainnya luka-luka.

Peristiwa 10 November 1945 menjadi salah satu pertempuran terbesar dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan.

Saat itu, perang 10 November memperlihatkan kepada dunia bahwa Indonesia merupakan negara yang berdaulat. Tak boleh ada negara asing yang boleh kembali untuk menguasai Indonesia, terutama Belanda.

Pemerintah Indonesia kemudian mengenang Peristiwa 10 November 1945 sebagai Hari Pahlawan.

Catatan Redaksi:

Dalam rangka memperingati Hari Ulang Tahun ke-74 Tentara Nasional Indonesia pada 5 Oktober, Kompas.com menuliskan kembali sejumlah operasi dan pertempuran yang pernah dilakukan TNI. Operasi ini menjadi catatan emas TNI dalam mempertahankan kedaulatan atau misi penting di luar negeri.

https://nasional.kompas.com/read/2019/10/06/11231131/tentara-tionghoa-indonesia-saat-agresi-surabaya-10-november-1945

Terkini Lainnya

Gerindra Sebut Jokowi Justru Dorong Prabowo untuk Bertemu Megawati

Gerindra Sebut Jokowi Justru Dorong Prabowo untuk Bertemu Megawati

Nasional
Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Nasional
Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Nasional
Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Nasional
Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Nasional
Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Nasional
Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Nasional
Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke