Surat terbuka dikirim kepada Kepala Negara agar penanganan kebakaran yang menimbulkan bencana asap di sejumlah daerah, bahkan sudah menyeberang ke negeri tetangga itu, segera tertangani.
Salah satu poin desakan adalah meminta pemerintah menarik peninjauan kembali (PK) atas putusan Mahkamah Agung (MA) yang menolak kasasi Presiden Jokowi dan sejumlah pejabat lain terkait kebakaran hutan dan lahan di Kalimantan.
"Kami meminta segera membatalkan peninjauan kembali (PK) atas putusan Mahkamah Agung dengan nomor perkara 3555 K/PDT/2018 yang diketok 16 Juli 2019 lalu. Selain itu, kami juga meminta pemerintah melaksanakan seluruh putusan MA tersebut," ujar Dewan Eksekuif Nasional Walhi Khalisah Khalid dalam konferensi pers di kantor Walhi, Jakarta, Senin (16/9/2019).
MA sebelumnya menolak kasasi Presiden Joko Widodo dan sejumlah pejabat lain yang menjadi pihak tergugat dalam kasus kebakaran hutan di Kalimantan.
Juru Bicara MA Andi Samsan Nanrong mengatakan, majelis hakim menguatkan putusan di tingkat sebelumnya yakni Pengadilan Negeri Palangkaraya dan Pengadilan Tinggi Palangkaraya.
Dengan ditolaknya kasasi tersebut, kata Andi, pemerintah diminta mengeluarkan peraturan-peraturan untuk menanggulangi dan menghentikan kebakaran hutan di Kalimantan.
Namun demikian, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar menyatakan, pemerintah akan mengajukan PK atas putusan MA itu.
Padahal, pemerintahan telah menyampaikan komitmen politiknya untuk mengatasi permasalahan karhutla.
"Buat kami, ini sangat ironi karena putusan MA sesungguhnya adalah kerangka untuk memberikan jaminan bagi keselamatan warga negara. Negara malah menunjukkan gengsinya ketimbang menyelamatkan warga negara," ujar Khalisah.
Ia menuturkan, sebenarnya peristiwa karhutla yang terjadi di Sumatera dan Kalimantan saat ini bisa dicegah jika pemerintah mau melaksanakan putusan MA.
Pemerintah sejatinya mengakui dan menjalankan putusan MA, bukan malah mengajukan PK.
"Sebenarnya peristiwa karhutla saat ini bisa diminamalisir jika saja Presiden mau patuh pada putusan MA yang sudah menyatakan bahwa negara bersalah dalam kasus karhutla di Kalimantan pada 2015," jelas Khalisah.
Putusan MA juga sebenarnya adalah kerangka hukum untuk memberikan jaminan keselamatan bagi warga negara. Hal itu juga berkelindan dengan bagian dari pencegahan agar karhutla tidak kembali terjadi.
Ia sekaligus menyebut, PK pemerintah Indonesia telah mencontohkan kepada korporasi untuk melakukan praktik impunitas atau kebal hukum terhadap karhutla.
"Korporasi enggan bertanggung jawab akan pelanggaran hukumnya karena mereka mencontoh pemerintah Indonesia yang melakukan PK terkait karhtula di Kalimantan Tahun 2015," ujar Khalisah.
Menurutnya, tidak ada upaya serius dari pemerintah dalam mencegah dan menangani karhutla yang kini kian mengkhawatirkan terjadi di sejumlah wilayah Sumatera dan Kalimantan.
Upaya PK tersebut, lanjut Khalisah, menunjukkan negara menjadi lemah di mata korporasi. Pasalnya, PK dianggap sebagai praktik impunitas akan kejahatan karhutla yang telah dilakukan.
"Presiden Joko Widodo memilih PK dibandingkan mematuhi atau menjalankan putusan MA. Artinya apa, kalau negara bisa melakukan itu, kenapa tidak bagi korporasi. Itu sebenarnya contoh buruk yang dipraktikan negara terhadap korporasi," paparnya kemudian.
Menyambung Khalisah, Siti Rahma Mary dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), menambahkan, PK yang diajukan pemerintah artinya secara implisit telah melindungi korporasi yang melanggar hukum.
"Artinya pemerintah melindungi korporasi dan membiarkan karhutla ini tetap ada. Kalau pemerintah ingin menegakkan lingkungan, cabut PK, berikan hak masyarakat, dan sanksi tegas kepada korporasi," tegas Siti.
Langkah Pemerintah
Sementara itu, upaya pemadaman karhutla terus dilakukan pemerintah dan sejumlah organisasi maupun LSM.
Tim satgas darat yakni TNI, Polri, BPBD, Manggala Agni, Masyarakat Peduli Api (MPA) dan dibantu perusahaan swasta, melakukan upaya pemadaman di sejumlah titik. Jumlah personel yang dikerahkan mencapai ribuan.
Kepala Pusat Data dan Informasi BNPB Agus Wibowo menuturkan, pemerintah pusat sudah membantu semaksimal mungkin dengan mengerahkan 1.500 personel, 8 helikopter, hujan buatan, dan langkah lainnya.
Namun khusus untuk Provinsi Riau, BNPB mengarahkan tambahan personel sejumlah 100 orang dari kesatuan TNI. Penambahan ini dilakukan guna melakukan pemadaman di area kilang minyak di Dumai.
Salah satu upaya yang dilakukan untuk mengurangi bencana kebakaran adalah dengan melakukan water bombing di beberapa daerah antara lain: Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Selatan.
Pada kesempatan itu pula, Presiden Jokowi memimpin rapat untuk pemadaman karhutla dan penanganan kabut asap. Rencananya, Jokowi akan berada di Pekanbaru hingga Selasa (17/9/2019) sore.
Dalam rapat, Presiden Jokowi berharap pemerintah daerah mendukung upaya pemerintah pusat dalam menangani kebakaran hutan dan lahan serta kabut asap.
Kepada gubernur, bupati dan wali kota Riau yang wilayahnya tengah dilanda kebakaran hutan dan kabut asap pekat, Jokowi menegaskan peran pemerintah daerah sangat penting dalam pencegahan dan penanganan Karhutla.
"Sekali lagi, kalau tidak ada dukungan pemda, ini adalah pekerjaan besar yang sulit diselesaikan," kata Jokowi dalam rapat penanganan kebakaran hutan dan lahan di Pekanbaru, Riau, Senin.
Ia mengingatkan gubernur sudah memiliki perangkat hingga ke tingkat desa untuk melakukan pencegahan ini. Begitu juga Pangdam dan Kapolda.
"Kita memiliki semuanya, tapi perangkat ini tidak diaktifkan secara baik. Kalau Infrastruktur ini diaktifkan secara baik saya yakin yang namanya satu titik api sudah ketahuan sebelum sampai jadi ratusan titik api," sambung Jokowi.
Sebelumnya, lewat sambungan telepon, Presiden Jokowi juga sudah meminta jajarannya untuk berkoordinasi terkait penanganan karhutla.
Mereka adalah Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya, Kepala BNPB Doni Monardo, Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto, Kapolri Jenderal Tito Karnavian, dan Kepala BMKG Dwikorita Karnawati.
Merujuk dari data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) pada Senin, pukul 16.00 WIB, total ada 328.724 hektar yang telah terbakar dengan 2.153 titik api.
Provinsi Kalimantan Tengah menjadi wilayah yang memiliki titik api terbanyak, yakni 513 titik. Kemudian diikuti Kalimantan barat (384), Kalimantan Selatan (175), Sumatera Selatan (115), Jambi (62), dan Riau (58).
Berdasarkan data terakhir dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), terdeteksi asap di wilayah Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Sumatera Barat, Kepulauan Riau, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Kalimantan Utaram Semenanjung Malaysia, Serawak Malaysia, dan Singapura.
https://nasional.kompas.com/read/2019/09/17/07422081/karhutla-dari-kritik-aktivis-hingga-aksi-pemerintah