Salin Artikel

KPK Meregang Nyawa

KOMISI III DPR RI melakukan uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) kepada sepuluh calon pimpinan (capim) KPK selama dua hari mulai Rabu (11/9/2019).

Lima capim akan dipilih untuk menakhodai KPK selama lima tahun ke depan, yang terdiri atas satu ketua dan empat wakil ketua.

Seleksi capim KPK periode 2019-2024 berlangsung di tengah kencangnya keresahan publik akan masa depan KPK.

Lembaga antirasuah tersebut ditengarai berada di ujung tanduk. Kain hitam telah dibentangkan menutup nama KPK di Gedung Merah Putih, gedung nan megah tempat KPK berkantor, namun menyeramkan bagi para koruptor.

Kematian KPK tinggal menunggu waktu, bergantung pada keputusan yang akan diambil Presiden dan para elite politik di Senayan.

Penolakan publik terhadap sejumlah nama capim KPK yang masuk ke DPR telah kencang disuarakan sejak nama-nama tersebut masih berada di tangan panitia seleksi (pansel).

Sejumlah nama dinilai memiliki rekam jejak bermasalah, yakni terkait pelanggaran kode etik dan kepatuhan atas laporan harta kekayaan penyelanggara negara (LHKPN). Lolosnya capim bermasalah dinilai akan melemahkan KPK.

Namun, desakan untuk mencoret capim KPK bermasalah yang disuarakan kalangan masyarakat sipil selalu kandas, baik di tangan pansel maupun Presiden Joko Widodo.

Nama-nama bermasalah tetap diloloskan Istana ke Senayan. Bola panas capim KPK pun kini berada di DPR.

Revisi UU KPK

Di saat bersamaan, DPR tiba-tiba mengajukan revisi UU KPK dalam rapat paripurna, Kamis (5/9/2019).

Dalam rapat yang berlangsung singkat tanpa interupsi tersebut, seluruh fraksi kompak menyetujui revisi UU KPK disahkan menjadi RUU inisiatif DPR.

Pembahasan RUU ditargetkan selesai dan disahkan dalam periode DPR saat ini yang hanya tersisa tiga minggu.

Untuk kesekian kalinya DPR berniat merevisi UU KPK. Revisi UU KPK sejak awal mendapat penolakan luas dari publik karena dinilai sebagai upaya pelemahan KPK.

Pada 2016, kuatnya penolakan dari masyarakat membuat Presiden dan DPR menyepakati untuk menunda pembahasan revisi UU KPK dan mengeluarkannya dari program legislasi nasional (prolegnas) tahunan pada tahun-tahun berikutnya.

Wacana revisi UU KPK pun menghilang, hingga secara mengejutkan muncul pada sidang paripurna DPR pekan lalu.

Poin-poin revisi pada draft RUU saat ini pun tak berubah, yang ditengarai akan melemahkan KPK dalam pemberantasan korupsi.

Poin-poin perubahan tersebut antara lain: pembentukan Dewan Pengawas KPK, penyadapan harus seizin Dewan Pengawas, penerbitan surat penghentian penyidikan perkara (SP3), pegawai KPK berstatus aparat sipil negara (ASN), posisi KPK pada cabang kekuasaan eksekutif, hingga penyidik KPK harus berasal dari Polri dan Kejagung.

Kelanjutan pembahasan revisi UU KPK di DPR kini menunggu Surat Presiden (Surpres) yang berisikan daftar inventaris masalah. Pembahasan RUU tak bisa dilanjutkan tanpa Surpres.

Bola panas revisi UU KPK pun berada di tangan Presiden. Desakan agar Presiden tak mengirim Surpres ke DPR sangat kencang disuarakan oleh masyarakat sipil.

Uji kepatutan dan kelayakan

Sementara itu, di Senayan, proses uji kepatutan dan kelayakan pada Rabu dan Kamis ini ibarat pertemuan dua manuver politik DPR.

Tak bisa dimungkiri, agenda revisi UU KPK akan dijadikan kriteria utama oleh Komisi III DPR dalam memilih capim KPK.

Capim yang mendukung revisi UU KPK akan memiliki peluang lebih besar untuk dipilih. Hal ini juga diakui oleh sejumlah anggota Komisi III.

Tak ingin dibuat kecele oleh komitmen palsu capim KPK, Komisi III DPR sepakat untuk mengikat pimpinan KPK terpilih dengan sebuah kontrak politik.

Hal ini merupakan sesuatu yang baru dalam pelaksanaan uji kelayakan dan kepatutan capim KPK oleh DPR.

Langkah ini sontak disambut kritik. Kontrak politik akan menyandera dan mengganggu independensi pimpinan KPK.

Pembahasan mengenai uji kelayakan dan kepatutan capim KPK akan dikupas mendalam pada program talkshow Satu Meja The Forum, Rabu (11/9/2019), yang disiarkan langsung di Kompas TV mulai pukul 20.00 WIB.

Apakah uji kepatutan dan kelayakan yang telah terkooptasi akan mampu menghasilkan pimpinan KPK sesuai harapan publik?

Pemerintah setuju revisi UU KPK

Di tengah kuatnya desakan agar Presiden Joko Widodo menghentikan rencana revisi UU KPK dengan tak mengirimkan Surpres kepada DPR, Wakil Presiden Jusuf Kalla angkat bicara.

Wapres mengatakan pemerintah menyetujui sebagian poin perubahan UU KPK yang diusulkan DPR.

“Dari sisi yang diusulkan DPR, paling yang disetujui pemerintah setengah,” ujar Kalla.

Ia menyebut beberapa poin revisi yang disetujui pemerintah, di antaranya pembentukan Dewan Pengawas KPK dan kewenangan penerbitan SP3.

Ia mengatakan tidak ada sama sekali keinginan untuk melemahkan KPK.

“Cuma kita minta agar tindakan sesuai aturan,” ungkapnya.

Pernyataan Wapres Jusuf Kalla merupakan indikasi bahwa pemerintah akan memberi lampu hijau terhadap rencana pembahasan RUU KPK di DPR. Surpres hanya menunggu waktu untuk dikirim ke Senayan.

Melihat langkah Presiden Jokowi sebelumnya yang tiba-tiba berubah sikap dengan merestui 10 capim KPK hasil saringan pansel di tengah kuatnya desakan publik, bukan tak mungkin langkah serupa akan terulang.

Jika manuver Istana ini benar terjadi, dan bertemu dengan manuver politik yang sedang berlangsung di Senayan, maka genaplah kekhawatiran publik: kematian KPK tinggal menunggu waktu.

https://nasional.kompas.com/read/2019/09/11/08414171/kpk-meregang-nyawa

Terkini Lainnya

 Belum Diatur Konstitusi, Wilayah Kedaulatan Udara Indonesia Dinilai Masih Lemah,

Belum Diatur Konstitusi, Wilayah Kedaulatan Udara Indonesia Dinilai Masih Lemah,

Nasional
PAN Setia Beri Dukungan Selama 15 Tahun, Prabowo: Kesetiaan Dibalas dengan Kesetiaan

PAN Setia Beri Dukungan Selama 15 Tahun, Prabowo: Kesetiaan Dibalas dengan Kesetiaan

Nasional
PAN Setia Dukung Prabowo Selama 15 Tahun, Zulhas: Ada Kesamaan Visi dan Cita-cita

PAN Setia Dukung Prabowo Selama 15 Tahun, Zulhas: Ada Kesamaan Visi dan Cita-cita

Nasional
Koalisi Vs Oposisi: Mana Cara Sehat Berdemokrasi?

Koalisi Vs Oposisi: Mana Cara Sehat Berdemokrasi?

Nasional
Pansel Capim KPK Diminta Tak Buat Kuota Pimpinan KPK Harus Ada Unsur Kejaksaan atau Kepolisian

Pansel Capim KPK Diminta Tak Buat Kuota Pimpinan KPK Harus Ada Unsur Kejaksaan atau Kepolisian

Nasional
Berkaca dari Kasus Firli, Pansel Capim KPK Diminta Lebih Dengarkan Masukan Masyarakat

Berkaca dari Kasus Firli, Pansel Capim KPK Diminta Lebih Dengarkan Masukan Masyarakat

Nasional
Sidang Kasus SYL Menguak Status Opini WTP BPK Masih Diperjualbelikan

Sidang Kasus SYL Menguak Status Opini WTP BPK Masih Diperjualbelikan

Nasional
Kemenag Sepakat Proses Hukum Penggerudukan Ibadah di Indekos Dilanjutkan

Kemenag Sepakat Proses Hukum Penggerudukan Ibadah di Indekos Dilanjutkan

Nasional
Soal Komposisi Pansel Capim KPK, Pukat UGM: Realitanya Presiden Amankan Kepentingan Justru Mulai dari Panselnya

Soal Komposisi Pansel Capim KPK, Pukat UGM: Realitanya Presiden Amankan Kepentingan Justru Mulai dari Panselnya

Nasional
PAN Lempar Kode Minta Jatah Menteri Lebih ke Prabowo, Siapkan Eko Patrio hingga Yandri Susanto

PAN Lempar Kode Minta Jatah Menteri Lebih ke Prabowo, Siapkan Eko Patrio hingga Yandri Susanto

Nasional
Kaitkan Ide Penambahan Kementerian dengan Bangun Koalisi Besar, BRIN: Mengajak Pasti Ada Bonusnya

Kaitkan Ide Penambahan Kementerian dengan Bangun Koalisi Besar, BRIN: Mengajak Pasti Ada Bonusnya

Nasional
Membedah Usulan Penambahan Kementerian dari Kajian APTHN-HAN, Ada 2 Opsi

Membedah Usulan Penambahan Kementerian dari Kajian APTHN-HAN, Ada 2 Opsi

Nasional
Zulhas: Indonesia Negara Besar, Kalau Perlu Kementerian Diperbanyak

Zulhas: Indonesia Negara Besar, Kalau Perlu Kementerian Diperbanyak

Nasional
Menag Cek Kesiapan Hotel dan Dapur Jemaah Haji di Madinah

Menag Cek Kesiapan Hotel dan Dapur Jemaah Haji di Madinah

Nasional
Usung Bima Arya atau Desy Ratnasari di Pilkada Jabar, PAN Yakin Ridwan Kamil Maju di Jakarta

Usung Bima Arya atau Desy Ratnasari di Pilkada Jabar, PAN Yakin Ridwan Kamil Maju di Jakarta

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke