"Kebanyakan mereka merasa takut, jadi kami tetap mempersiapkan untuk melakukan trauma healing. Misalnya ada yang takut bisa dilakukan pendekatan psikologis," ujar Yohana di kawasan Slipi, Jakarta Barat, Senin (2/9/2019).
Selain itu, pihaknya juga memastikan kepada kementerian-kementerian terkait melalui surat tertulis bahwa perempuan dan anak-anak di Papua harus tetap mendapatkan rasa aman.
Khususnya bagi anak-anak, kata dia, mereka harus tetap mendapatkan haknya untuk tetap bersekolah.
"Jangan sampai mereka tidak bersekolah, harus sekolah!" tegas dia.
Diketahui, kerusuhan di Papua kembali pecah setelah pertama kali terjadi di Papua dan Papua Barat pada 19 Agustus 2019 lalu.
Kerusuhan tersebut merupakan respons atas tindakan rasisme yang dilakukan oknum TNI dan aktivis terhadap mahasiswa Papua di Surabaya, Jawa Timur.
Setelah sempat kondusif, kerusuhan pun kembali terjadi di hari-hari berikutnya, tepatnya pada 29 Agustus 2019.
Aksi yang semula merupakan unjuk rasa itu berubah menjadi anarkis karena massa membakar sejumlah fasilitas layanan publik.
https://nasional.kompas.com/read/2019/09/02/18054531/langkah-kementerian-pppa-tangani-perempuan-dan-anak-yang-terdampak-kerusuhan