Hal tersebut berkaitan dengan beberapa kasus korupsi yang ditangani KPK dilakukan oleh oknum jaksa.
Salah satunya adalah dua orang jaksa di Kejaksaan Negeri Yogyakarta dan jaksa di Kejaksaan Negeri Surakarta yang terkena kasus suap lelang proyek pada Dinas Pekerjaan Umum, Perumahan, dan Kawasan Permukiman (PUPKP) Kota Yogyakarta Tahun Anggaran 2019.
"Seberapa parah kondisi korupsi kejaksaan?" tanya salah satu anggota panitia seleksi capim KPK, Al Araf.
Namun, Tanak yang merupakan Direktur Tata Usaha Negara Kejaksaan Agung ini mengakui bahwa dia tak bisa mengatakan konkretnya tentang kondisi tersebut.
"Kalau mau katakan lembaga ini korup menurut hukum harus lihat pembuktiannya dulu. Berapa banyak pegawainya, berapa perkaranya yang dihukum dan bersalah. Ini perbandingan, tidak bisa digeneralisir," kata dia.
Kendati demikian, ia mengatakan bahwa integritas dan kepribadian dari jaksa yang bersangkutan menjadi problem utama yang menyebabkan banyak jaksa korupsi.
"Kalau seseorang punya integritas baik, maka pasti dia tak akan melakukan. Saya merasakan itu. Saya pelaku. Saya sering ditawarkan uang tapi demi tuhan saya tidak terima," kata dia.
Pada kesempatan itu, Tanak juga menyampaikan bahwa secara kelembagaan, Kejaksaan sangat serius untuk penanganan korupsi.
Namun, kata dia, keseriusan pimpinan kejaksaan untuk memberantas itu belum tentu ditanggapi positif oleh para jaksa.
Adapun dalam proses seleksi capim KPK menyisakan satu hari lagi, yakni Kamis (29/8/2019).
Hari ini, ada 7 orang lagi yang mengikuti tahapan wawancara dan uji publik.
Mereka adalah Johanis Tanak, Lili Pintauli Siregar, Luthfi Jayadi Kurniawan, M. Jasman Panjaitan, Nawawi Pomolango, Neneng Euis Fatimah, dan Nurul Ghufron.
https://nasional.kompas.com/read/2019/08/28/12150511/seberapa-parah-korupsi-kejaksaan-ini-jawaban-capim-kpk-johanis-tanak