Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menyatakan, wilayah ibu kota baru tersebut tidak akan terdiri sebagai daerah otonom dan akan tetap menjadi bagian dari dua kabupaten di atas.
"Ibu kota baru ini bukan merupakan daerah otonomi baru dibentuk satu kabupaten atau dibentuk kotamadya, tidak. Ini seperti Putrajaya di Kuala Lumpur kalau di wilayah kita ya ada BSD," kata Tjahjo di Kantor Kemendagri, Selasa (27/8/2019).
Plt Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kemendagri Akmal Malik mengatakan, ibu kota baru itu akan berbentuk kawasan khusus di mana fungsi-fungsi otonom akan dilucuti.
Artinya, wilayah itu tidak akan memiliki kepala daerah dan DPRD seperti daerah otonom lainnya.
Ia menyebut, aparatur sipil negara kemungkinan akan ditunjuk untuk memimpin wilayah tersebut.
"Biasanya (dipimpin) dari ASN, pasti bukan dipilih," kata Akmal.
Sebelumnya, Akmal sempat mengusulkan agar tidak ada pemilihan kepala daerah di ibu kota baru nanti.
Alasannya, Pilkada dapat menyebabkan gejolak politik dan keamanan yang dapat mengganggu roda pemerintahan.
"Kami sarankan lokasi ibu kota adalah tempat yang betul-betul tenang dan tidak berwarnai dengan hiruk-pikuk politik lokal yang seringkali cukup mengganggu pemerintah," kata Akmal dalam sebuah diskusi, Sabtu (24/8/2019) lalu.
Demi mematangkan bentuk pemerintahan di ibu kota baru, Kemendagri berencana bertemu dengan sejumlah kepala daerah di Kalimantan Timur.
Menurut Akmal, pemerintah daerah mesti dilibatkan dalam persiapan pemindahan ibu kota, termasuk penyusunan Undang-undang yang mengatur pemerintahan di ibu kota baru.
"(Undang-undang) tentang batas-batasnya, fungsi-fungsinya, tentang Infrastrukturnya, tentang tata kelolanya, banyak hal, tentang aparaturnya juga. Juga tentang pilkadanya, bagaimana dengan dapil DPRD-nya, masih ada di dalam itu enggak," ujar Akmal.
Bagaimana dengan Jakarta?
Akmal mengatakan, status Daerah Khusus Ibukota yang melekat pada provinsi DKI Jakarta saat ini akan dicabut setelah ibu kota resmi pindah ke Kalimantan Timur.
"Ya tidak, bukan DKI lagi, mungkin daerah khusus mantan ibu kota, bisa jadi hehehe. Bisa jadi daerah khusus untuk pertumbuhan ekonomi bisa jadi, pusat bisnis bisa jadi," kata Akmal.
Kendati status DKI dicabut dari Jakarta, Akmal menyebut Jakarta tetap berpeluang menjadi daerah otonomi khusus karena status tersebut bisa diperoleh melalui undang-undang.
Kemendagri pun mempersilakan Pemprov DKI Jakarta merancang bentuk pemerintahannya kelak setalah Jakarta tak lagi menjadi ibu kota negara.
Akmal mengatakan, Kemendagri hanya akan mengawasi agar norma-norma yang diusulkan tidak bertentangan dengan peraturan-peraturan lebih tinggi serta tidak mengembalikan fungsi ibu kota ke Jakarta.
"Saya katakan sama Pak Anies tolong pedomani apapun bentuk pemerintahan yg diinginkan oleh DKI Jakarta ke depan haruslah menjadi sebuah pemerintahan yang efektif dan efisien," ujar Akmal.
Kemendagri pun telah menerima usulan revisi Undang-undang 29 Tahun 2007 tentang Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sebagai Ibu Kota Negara dari Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.
Akmal mengatakan, usulan revisi undang-undang tersebut telah menghilangkan fungsi ibu kota dari Jakarta.
"Kita katakan, tolong fungsi-fungsi ibu kota dihilangkan lagi dalam revisi UU No 29 itu. Dan itu sudah diperbaiki oleh Pak Anies, dan sudah kembali ke kita lagi, ini lagi kita bahas," kata Akmal.
Seperti diketahui, UU Nomor 29 Tahun 2007 harus diubah bila Pemerintah ingin memindahkan ibu kota dari Jakarta ke Kalimantan Timur karena UU tersebut menyatakan bahwa provinsi DKI Jakarta berkedudukan sebagai ibu kota Negara Kesatuan Republik Indonesia.
https://nasional.kompas.com/read/2019/08/28/06414201/menerka-bentuk-pemerintahan-di-ibu-kota-baru