Sebab, selain pertumbuhan ekonomi sedang melambat dan pemerintah semestinya fokus ke sana, biaya pemindahan ibu kota diyakini akan membengkak dari perencanaan.
"Enggak tepat menurut saya. Ekonomi sedang melambat, gula saja masih impor, beras masih impor, cangkul saja masih impor dan menurut kami anggaran Rp 500 triliun itu pasti lebih. Itu pasti akan membengkak," kata Yandri saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (27/8/2019).
Prediksi Yandri pembiayaan akan membengkak didasarkan pada pembangunan ibu kota akan disertau juga dengan pemindahan aparatur sipil negara (ASN) dari DKI Jakarta.
Menurut dia, untuk pemindahan ASN tahap pertama, pembiayaannya semestinya ditanggung oleh negara.
"Bagaimana nantinya pergerakan ASN harus dihitung. Berapa tiket yang harus ditanggung oleh negara kalau misalkan selama belum ada tempat tinggal tetap mereka," ujar dia.
Selain itu, Yandri juga menyoroti utang negara yang masih menumpuk, belum lagi masalah kemiskinan yang belum dapat diatasi oleh pemerintahan Joko Widodo.
Oleh sebab itu, ia menyarankan pemerintah mengatasi permasalahan yang ada terlebih dahulu, barulah memikirkan pemindahan ibu kota.
"Sementara utang kita sangat banyak, negara masih banyak masalah kemiskinan dan sebagainya. Sekali lagi menurut kami, belum saatnya. Jadi kalau ada problem di ibu kota negara, ayo kita atasi dulu," lanjut dia.
Diberitakan, pemerintah mengumumkan rencana pemindahan ibu kota dari DKI Jakarta ke sebagian wilayah Kabupaten Kutai Kartanegara dan Kabupaten Penajam Paser Utara, Provinsi Kalimantan Timur.
Rencana itu diumumkan langsung oleh Presiden Joko Widodo didampingi Wakil Presiden Jusuf Kalla dan para menteri dan kepala daerah terkait di Istana Negara, Jakarta, Senin (26/8/2019).
Saat ini, pemerintah fokus demi menyiapkan rancangan undang-undang sebagai payung hukum pemindahan ibu kota negara tersebut bersama-sama DPR RI.
Dalam pengumuman itu, Presiden Jokowi mengungkap sumber pendanaan pembangunan ibu kota baru.
"Perlu kami sampaikan, total kebutuhan untuk ibu kota baru kurang lebih Rp 466 triliun," ujar dia.
Nantinya, 19 persen dari kebutuhan pendanaan itu akan berasal dari APBN.
Meski demikian, APBN yang dimaksud, bukan hanya yang bersumber dari anggaran yang dialokasikan khusus bagi pembangunan ibu kota negara.
"Namun berasal dari skema kerja sama pengelolaan aset yang ada nanti di ibu kota baru dengan yang ada di Jakarta," ujar Jokowi.
"(Kebutuhan anggaran) sisanya, berasal dari Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha atau KPBU dan investasi langsung swasta dan BUMN," ujar dia.
https://nasional.kompas.com/read/2019/08/27/14510391/pan-pemindahan-ibu-kota-belum-tepat-dilakukan-sekarang