Namun sayangnya, kampanye pemilu di media sosial kerap kali diwarnai hoaks, fitnah hingga ujaran kebencian.
"Konten kampanye yang positif dan bermanfaat kalah dengan konten kampanye jahat di media sosial," kata Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini di Gedung KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (22/8/2019).
Banyaknya hoaks, fitnah dan ujaran kebencian di media sosial ini, menurut Perludem, berujung pada menguatnya politik identitas.
Oleh karenanya, Perludem menilai, perlu ada upaya dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai penyelenggara pemilu untuk melakukan pengaturan.
"Penyelenggara pemilu perIu memiliki definisi ataupun konsep mengenai kampanye dan media sosial sehingga pengawasan kampanye di media sosial menjadi Iebih efektif," ujar Titi.
Selain itu, KPU juga diminta memangkas durasi kampanye Pemilu, supaya tidak terus-menerus digunakan untuk menyebarkan kampanye hitam atau berita bohong. Apalagi, durasi kampanye yang terlalu panjang cenderung membuat masyarakat menjadi jenuh.
Publik pun perlu diberikan literasi tentang penggunaan media sosial supaya bisa menyaring mana berita yang benar dan mana berita bohong.
Hal ini, menurut Perludem, membutuhkan peran pihak-pihak terkait, tidak hanya dari penyelenggara pemilu.
"Platform media sosial perlu dilibatkan untuk menurunkan konten-konten negatif dalam media sosial," kata Titi.
https://nasional.kompas.com/read/2019/08/23/10453681/kampanye-pemilu-2019-ramai-hoaks-kpu-diminta-detailkan-aturan