Menurut Nuh, ada banyak hal yang perlu dipertimbangkan ulang untuk membentuk peraturan ini.
"Kalau memang enggak bisa selesai, hasilnya enggak bagus, ngapain?" ucap Nuh dalam diskusi "Rancangan Undang-Undang Keamanan dan Ketahanan Siber" di Jakarta Pusat, Senin (12/8/2019).
"Memangnya mau buat jembatan, cepat-cepat supaya nanti diekspos, tapi bulan depan roboh," kata Nuh.
Nuh menyebut, pemerintah dan DPR harus kembali memastikan kebermanfaatan RUU Keamanan dan Ketahanan Siber.
Undang-undang itu harus dipastikan dapat memberikan manfaat kepada masyarakat dalam waktu panjang. Sebab, aturan tersebut bakal diwariskan ke generasi mendatang.
"Hasil dari itu RUU punya manfaat untuk masyarakat atau tidak, jangan sampai kita dengan output tapi outcome-nya minim, buang-buang duit negara," ujar Ketua Association Forensic Digital Indonesia (AFDI) itu.
Tidak hanya itu, Nuh juga mengingatkan supaya pembentukan RUU Keamanan dan Ketahanan Siber tidak menyebabkan tumpang tindih hukum.
Sebab, ada potensi, munculnya undang-undang tersebut justru akan bertabrakan dengan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Oleh karena itu, Nuh menegaskan, pembuatan Undang-Undang Keamanan dan Ketahanan Siber tak perlu terburu-buru, apalagi dipaksakan.
"Kalau misalnya undang-undang itu dipaksakan dan kemudian timbul banyak polemik, kasihan negara, tahun-tahun ke depan ribut saja," kata dia.
Sebelumnya, Ketua DPR Bambang Soesatyo menjanjikan RUU Keamanan dan Ketahanan Siber selesai pada September 2019.
RUU ini menjadi salah satu yang masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2019.
"Jadi RUU Siber ini udah masuk Prolegnas 2019 dan akan kami selesaikan akhir September," kata Bambang, Senin (12/8/2019).
https://nasional.kompas.com/read/2019/08/12/17073291/pemerintah-dan-dpr-dinilai-tak-perlu-buru-buru-soal-ruu-keamanan-siber