Menurut dia, mekanisme internal melalui Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri tidak efektif, bahkan seolah menutupi persoalan.
"Sekarang ini hampir tidak ada mekanisme kontrol untuk kepolisian. Yang ada hari ini adalah mekanisme internal di Propam," ujar Arif dalam diskusi bertajuk "Kepolisian dalam Bingkai Media" di kantor LBH Jakarta, Jakarta Pusat, Minggu (4/8/2019).
"Propam itu kayak 'jeruk makan jeruk', lebih banyak bukannya memproses hukum, tetapi menutup-nutupi permasalahan," sambung dia.
Ia pun mencontohkan ketika LBH melaporkan kepada Propam terkait kasus pembunuhan di luar hukum oleh aparat kepolisian. Kasus itu terkait pembunuhan saksi dengan cara ditembak 10 kali.
Arif pun mengkritik soal sanksi yang diberikan Propam untuk kasus tersebut, yaitu larangan bersekolah selama enam bulan.
"Itu contoh bagaimana Propam itu betul-betul tidak efektif," ucap dia.
Ia juga mengkritik bahwa pelapor tidak diberi kesempatan untuk banding terhadap putusan Propam.
Tak jauh berbeda, menurut dia, mekanisme kontrol eksternal terhadap kepolisian melalui Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) juga tidak efektif.
"Kompolnas ini sangat tumpul, tidak punya kewenangan, ini menjadi persoalan karena kalau kita melaporkan kepolisian melakukan kesalahan, tindakan melanggar HAM, mereka bukan membantu menyelesaikan, tapi menghalang-halangi kita untuk menyelesaikan," kata dia.
Arif mengambil contoh saat pihaknya melaporkan perihal dugaan penembakan yang menyebabkan kematian oleh polisi lantaran diduga pelaku kejahatan jalanan atau extra judicial killing saat Asian Games 2018.
Menurut Arif, pihak Kompolnas mengatakan bahwa tindakan tersebut bukan sebuah bentuk pelanggaran HAM dan bukan kesalahan polisi.
Ia pun menyarankan agar Kompolnas dibuat sebagai lembaga independen seperti Komisi Yudisial. Selain itu, ia menilai KUHAP yang mengatur wewenang pelaksaan tugas polisi perlu direvisi.
https://nasional.kompas.com/read/2019/08/04/20550021/lbh-jakarta-propam-itu-jeruk-makan-jeruk-tak-efektif