Menurut Zainal, adanya komisioner lama di periode 2015-2019 mampu menjaga kesinambungan kerja-kerja KPK, khususnya dalam merampungkan perkara korupsi.
"Jika dibandingkan dengan lembaga independen korupsi di negara lain, misalnya negara di Eropa Barat dan Amerika, pergantian pimpinan dilakukan secara berjenjang," ujar Zainal dalam diskusi bertajuk "Menyoal Proses Pemilihan Pimpinan KPK" di kantor ICW, Jakarta Selatan, Selasa (30/7/2019).
"Jika dimasukkan dalam konteks KPK, pergantian pimpinan seharusnya tidak dilakukan secara serempak, tapi sebagian saja. Jadi, dari lima komisioner, katakanlah yang diganti cukup tiga," lanjutnya.
Untuk capim KPK periode 2019-2023, Zainal menyarankan setidaknya dua komisioner KPK saat ini bisa dipilih DPR.
Diketahui, komisioner KPK yang daftar capim dan telah melaksanakan tes psikologi ada tiga orang, yakni Basaria Pandjaitan, Alexander Marwata, dan Laode M Syarief.
Hal itu, lanjutnya, dilakukan agar ada kesinambungan kerja pemberantasan korupsi KPK ke depan.
Pasalnya, ia menduga, bisa jadi perkara-perkara korupsi lama belum rampung karena tidak adanya kesinambungan saat pergantian kepemimpinan.
"Saya menduga jangan-jangan perkara telantar di KPK itu karena tidak ada kesinambungan. Artinya, problem perkara yang belum rampung ada di situ, KPK itu yang paling mengikat adalah komisionernya," tutur Zainal.
Maka dari itu, tuturnya, DPR perlu mempertimbangkan memasukkan komisioner lama menjadi pimpinan KPK di periode berikutnya.
Jika memang dari ketiga komisioner tidak lolos menjadi pimpinan, menurut Zainal, setidaknya ada capim yang mengikuti perkara-perkara di KPK.
"Sekurang-kurangnya jika tiga komisoner KPK itu enggak terpilih, paling tidak ada capim yang punya latar belakang pekerjaan dan tahu kasus-kasus di KPK. Namun, menurut saya, ada dua komisoner KPK saat ini yang menarik untuk dilanjutkan supaya ada kesinambungan itu terjaga," katanya.
https://nasional.kompas.com/read/2019/07/30/14001601/pukat-ugm-agar-penanganan-kasus-berkesinambungan-setidaknya-2-komisioner-kpk