"Menurut saya, itu bukan masalah apa yang harus diketahui (calon pimpinan) KPK kan. Kami ini kan bukan tim TGPF ya," kata Yenti kepada wartawan, Senin (29/7/2019).
Meski demikian, pansel tidak serta merta langsung menolak usulan itu. Menurut Yenti, setiap usulan dari masyarakat akan tetap didiskusikan dan dipertimbangkan terlebih dahulu.
Yenti juga mengingatkan bahwa usulan yang diberikan bukan berarti mendikte pansel. Publik juga harus mengerti bahwa ada batas antara usulan dan mendikte.
"Apa yang disampaikan (diusulkan) itu juga kami pertimbangkan dan dilihat aturan undang-undang dan hukum yang berlaku sebagai acuan," kata Yenti.
Anggota pansel, lanjut Yenti, bukan orang awam dalam seleksi capim KPK. Ia meminta publik mempercayai pansel dalam memilih para calon pimpinan lembaga antirasuah empat tahun ke depan tersebut.
Sebelumnya, koalisi masyarakat sipil antikorupsi mengusulkan kasus penyiraman air keras yang menimpa penyidik Komisi KPK Novel Baswedan menjadi salah satu materi pembahasan dalam seleksi lanjutan calon pimpinan KPK.
Anggota koalisi sekaligus peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana mengatakan, cara pandang calon pimpinan terhadap kasus ini bisa ditarik ke persoalan perlindungan terhadap jajaran KPK.
"Menjadi menarik jika bisa ditanyakan bagaimana mereka melihat persoalan Novel. D jawaban mereka kita bisa melihat apakah yang bersangkutan benar-benar mempunyai visi terkait perlindungan pejuang antikorupsi, dalam hal ini pegawai KPK itu sendiri," ujar Kurnia.
https://nasional.kompas.com/read/2019/07/29/19360111/pansel-capim-kpk-sebut-kasus-novel-tidak-pas-masuk-materi-seleksi