Salin Artikel

Saat Gerindra Kekeh Jalin Kedekatan dengan Penguasa...

Sebanyak 10 partai politik memenuhi ruang koalisi itu, yakni PDI Perjuangan, Golkar, PKB, Nasdem, PPP, Hanura, PSI, Perindo, PKPI dan PBB.

Kehadiran Gerindra di dalamnya pun diyakini akan mengusik anggota koalisi yang sudah lebih lama berada di sana.

"Kami menyadari dan memahami, di dalam koalisi (KIK) sudah penuh sesak. Rasional, sangat mungkin serta wajar kalau ada dorongan Gerindra tetap di luar (oposisi). Namnya juga sudah penuh, kami sadari," ujar Ketua DPP Bidang Kajian Kebijakan Politik Gerindra Ahmad Riza Patria saat menjadi pembicara dalam diskusi publik di Jakarta Pusat, Kamis (25/7/2019).

Ini sudah terbukti dari manuver yang dilakukan ketua umum empat parpol di dalam KIK, yakni Ketua Umum Golkar Airlangga Hartarto, Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar, Ketua Umum Nasdem Surya Paloh dan Plt Ketua Umum PPP Soeharso Manoarfa sebelumnya.

Mereka menggelar konferensi pers khusus demi menyampaikan beberapa topik. Salah satu yang jadi sorotan adalah penolakan mereka terhadap masuknya parpol lain ke dalam KIK.

Kondisi yang tidak kondusif bagi Gerindra untuk masuk ke KIK ini, lanjut Riza, sebenarnya juga sejalan dengan sejumlah aspirasi yang diserap partai. Banyak yang mendorong agar partai besutan Prabowo Subianto berada di oposisi.

Meski demikian, Gerindra tidak patah arang. Meski sulit masuk ke koalisi, Gerindra tetap kekeh menjalin hubungan baik dengan penguasa.

Salah satunya, Gerindra menghadirkan opsi lain agar tetap dapat berhubungan baik dengan penguasa, yakni dengan menjalin kerja sama politik melalui program-program.

"Program-program dari Prabowo ini bisa disinergikan dengan program Pak Jokowi," ujar Riza.

Riza berdalih, kerja sama program bukan berarti Partai Gerindra mengemis-ngemis kursi jabatan kepada pemerintah.

"Bersinergi ini bukan berarti bagi-bagi kursi, melainkan penyatuan visi dan misi. Itu yang namanya rekonsiliasi bersama-sama membangun bangsa," papar Riza.

Konsep kerja sama politik namun bukan koalisi ini, lanjut dia, seperti ketika menghadapi pesta demokrasi tingkat daerah, pilkada.

"Kerja sama banyak hal. Kita pasti bekerja sama di pilkada. Ya seperti sebelumnya Gerindra dengan PDI-P bekerja sama di pilkada. Di pilkada kita juga kerja sama dengan Golkar, Demokrat, PAN, Nasdem juga," papar Riza.

Menurut Hasto, jika penolakan itu datang dari peristiwa pertemuan antara Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Sokarnoputri dengan Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto, maka penolakan itu kurang tepat.

Sebab, pertemuan Megawati dengan Prabowo sama sekali tidak membahas bergabungnya Gerindra ke KIK. Apalagi membahas postur Kabinet Kerja Jilid II.

Namun satu hal yang menjadi penekanan adalah seluruh pihak harus membuka ruang kerja sama di manapun.

"Ruang kerja sama itu bisa dibangun di parlemen dan MPR, pilkada, atau dalam berbagai isu, seperti menyepakati sistem politik kita ke depan," ujar Hasto singkat kepada Kompas.com, Jumat (26/7/2019).

Sekretaris Jenderal PPP Arsul Sani menambahkan, akan ada pertemuan seluruh sekjen partai politik dalam KIK, dalam waktu dekat.

Menurut dia, masuknya parpol pendukung Prabowo Subianto-Sandiaga Uno dalam KIK atau opsi kerja sama politik kemungkinan ikut dibahas dalam pertemuan tersebut.

"Tidak tertutup kemungkinan seperti itu, tentu di antara kami ada yang membuka bicara soal perlu tidaknya menambah itu (parpol), kan pasti terjadi diskusi disitu," kata Arsul.

Komunikasi Jadi Kunci

Peneliti dan pengamat politik dari Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Arya Fernandes, menilai, jika PDI-P dan Gerindra menjajaki kerja sama, namun tidak masuk dalam koalisi, sebenarnya bukan masalah. Sebab, memasukkan Gerindra ke dalam KIK bukanlah suatu keharusan.

"Tidak masalah jika konteksnya antara dua partai bekerja sama. Namun sebelum kerja sama, parpol koalisi 01 perlu diajak bicara dulu. Sebenarnya tidak ada kebutuhan khusus kok bagi Jokowi memasukkan Gerindra ke koalisi," ujar Arya kepada Kompas.com, Kamis malam.

Seluruh anggota koalisi harus diberikan pengertian bahwa meskipun tidak menerima anggota koalisi baru, namun peluang kerja sama politik dalam bentuk lain tetap harus dibuka.

Arya sekaligus menyarankan, Jokowi lebih baik konsisten dengan komposisi parpol koalisi saat ini. Pasalnya, persentase koalisi pemerintah di parlemen sudah lebih dari 60 persen. Hal itu diyakini sudah cukup aman dalam memuluskan rencana dan program pemerintah.

Jika menambah anggota partai baru, lanjutnya, maka koalisi akan semakin gemuk. Kondisi ini mungkin baik untuk program pemerintah.

Namun berkaca pada pengalaman, kondisi ini tidak berdampak positif bagi produksi legislasi di parlemen.

"Kalau secara teori memang benar, koalisi besar memudahkan melancarkan program pemerintah. Tapi, kalau kita di periode DPR 2014-2019, prestasi legislasi itu rendah sekali. Misalnya 54 RUU yang diusulkan pemerintah, yang disahkan hanya enam. Tiga di antaranya merupakan usulan prolegnas zaman pemerintahan SBY-Boediono," papar Arya.

Selain itu, apabila terlalu banyak anggota koalisi, dinamika ke depan dinilai sangat rentan terjadi keretakan. Oleh sebab itu, sekali lagi Arya berpendapat, Jokowi tidak lagi menerima parpol lain ke dalam koalisi pendukungnya.

https://nasional.kompas.com/read/2019/07/26/10084341/saat-gerindra-kekeh-jalin-kedekatan-dengan-penguasa

Terkini Lainnya

Eks Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin Mangkir dari Panggilan KPK

Eks Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin Mangkir dari Panggilan KPK

Nasional
Kementan Era SYL Diduga Beri Auditor BPK Rp 5 Miliar demi Opini WTP, Anggota DPR: Memalukan

Kementan Era SYL Diduga Beri Auditor BPK Rp 5 Miliar demi Opini WTP, Anggota DPR: Memalukan

Nasional
Sekjen DPR Indra Iskandar Minta KPK Tunda Pemeriksaan

Sekjen DPR Indra Iskandar Minta KPK Tunda Pemeriksaan

Nasional
Pansel Capim KPK Masih Digodok, Komposisinya 5 Unsur Pemerintah dan 4 Wakil Masyarakat

Pansel Capim KPK Masih Digodok, Komposisinya 5 Unsur Pemerintah dan 4 Wakil Masyarakat

Nasional
Bukan Pengurus Pusat PDI-P, Ganjar Disarankan Bikin Ormas agar Tetap Eksis di Politik

Bukan Pengurus Pusat PDI-P, Ganjar Disarankan Bikin Ormas agar Tetap Eksis di Politik

Nasional
Korlantas Polri Kerahkan 1.530 Personel BKO untuk Agenda World Water Forum Bali

Korlantas Polri Kerahkan 1.530 Personel BKO untuk Agenda World Water Forum Bali

Nasional
Program Deradikalisasi BNPT Diapresiasi Selandia Baru

Program Deradikalisasi BNPT Diapresiasi Selandia Baru

Nasional
Kirim Surat Tilang Lewat WA Disetop Sementara, Kembali Pakai Pos

Kirim Surat Tilang Lewat WA Disetop Sementara, Kembali Pakai Pos

Nasional
Polri Setop Sementara Kirim Surat Tilang Lewat WhatsApp, Bakal Evaluasi Lebih Dulu

Polri Setop Sementara Kirim Surat Tilang Lewat WhatsApp, Bakal Evaluasi Lebih Dulu

Nasional
Selain Eko Patrio, PAN Juga Dorong Yandri Susanto Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran

Selain Eko Patrio, PAN Juga Dorong Yandri Susanto Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Fahira Idris Kecam Serangan di Rafah, Sebut Israel dan Sekutu Aib Peradaban Umat Manusia

Fahira Idris Kecam Serangan di Rafah, Sebut Israel dan Sekutu Aib Peradaban Umat Manusia

Nasional
PELNI Buka Lowongan Kerja Nahkoda dan KKM Periode Mei 2024

PELNI Buka Lowongan Kerja Nahkoda dan KKM Periode Mei 2024

Nasional
Ungkit Kasus Firli dan Lili, ICW Ingatkan Jokowi Tak Salah Pilih Pansel Capim KPK

Ungkit Kasus Firli dan Lili, ICW Ingatkan Jokowi Tak Salah Pilih Pansel Capim KPK

Nasional
Biaya Ibadah Umrah dan Kurban SYL pun Hasil Memeras Pejabat Kementan

Biaya Ibadah Umrah dan Kurban SYL pun Hasil Memeras Pejabat Kementan

Nasional
SYL Sebut Perjalanan Dinas Atas Perintah Presiden untuk Kepentingan 280 Juta Penduduk

SYL Sebut Perjalanan Dinas Atas Perintah Presiden untuk Kepentingan 280 Juta Penduduk

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke