Padahal, ia sadar diberi amanat oleh Romahurmuziy untuk mengembalikan tas uang itu ke Kakanwil Kementerian Agama (Kemenag) Jawa Timur Haris Hasanuddin.
Adapun Haris merupakan terdakwa kasus dugaan suap terkait seleksi jabatan di Kemenag Jawa Timur.
Dalam persidangan sebelumnya, Romahurmuziy mengaku menerima tas uang itu karena dipaksa oleh Haris.
Akan tetapi, ia mengaku merasa tak pantas menerima tas berisi uang itu kemudian menginstruksikan Norman mengembalikan uang itu ke Haris tanggal 28 Februari 2019.
"Saya terima begitu aja, saya enggak buka. Saya tahunya begitu saya pulang naik kereta begitu sampai Surabaya baru apa ini saya lihat, oh uang. Saya tahu itu Rp 250 juta," kata Norman saat bersaksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu (3/7/2019).
Norman tak segera menyerahkan uang itu ke Haris lantaran teringat akan kebutuhan logistiknya sebagai caleg DPR.
Pada akhirnya, ia memutuskan menggunakan uang itu untuk kepentingan sebagai caleg.
"Waktu itu saya memang butuh dana karena caleg itu sangat besar dananya, untuk pesan baliho, pertemuan-pertemuan dan akhirnya saya pakai dulu," ujar dia.
Menurut Norman, uang itu sudah ia habiskan untuk atribut kampanye sekitar Rp 75 juta. Sisanya, ia gunakan untuk membayar saksi dan kepentingannya keliling bertemu pemilih di dapil.
Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Wawan Yunarwanto pun mempertanyakan alasan Norman hingga mengesampingkan pesan Romahurmuziy untuk mengembalikan tas uang itu.
"Karena waktu itu saya benar-benar butuh untuk pesan baliho dan lain-lain, saya berpikir saya nunggu dana lain belum turun akhirnya saya gunakan dulu," ucap Norman menjawab jaksa.
Pada Maret 2019 di Surabaya, ada kegiatan di salah satu hotel yang akan dihadiri oleh Haris dan Romahurmuziy.
Menurut Norman, pada tanggal 14 Maret 2019 malam, ia berpesan kepada Haris untuk bertemu bersama Romahurmuziy keesokannya.
Norman mengatakan, hal itu guna menyampaikan bahwa uang itu ia gunakan dulu untuk kepentingan menjadi caleg.
"Saya mau sampaikan pada waktu mau pertemuan besoknya (15 Maret 2019) pas hari H itu saat Pak Romy mau ketangkap itu sebenarnya mau saya sampaikan. Pada saat terjadi peristiwa itu saya bingung saya sampaikan kepada siapa," kata dia.
Menurut jaksa Wawan, jeda waktu 28 Februari hingga 15 Maret merupakan waktu yang cukup bagi Norman untuk melaporkan ke Haris dan Romahurmuziy terkait penggunaan uang itu.
Jaksa Wawan mempertanyakan mengapa Norman tak segera mengabarkan ke Haris atau Romahurmuziy.
"Iya karena proses pencalegan itu saya enggak sempat mikir sama sekali saya tidak menyangka ada peristiwa seperti itu," ujar dia.
Jaksa Wawan menganggap alasan Norman tidak masuk akal. Sebab, Norman bisa saja segera menuntaskan masalah itu.
"Penyampaian penggunaan uang itu kan tidak butuh waktu lama dan saudara ketika bertemu kan malamnya tinggal ngomong itu kan selesai sudah. Kan faktanya yang punya duit itu (Haris) enggak tahu duitnya dipakai," ujar jaksa Wawan.
"Ya faktanya memang seperti itu Mas. Jadi dua minggu itu saya benar-benar satu minggu di rumah urus baliho dan lain-lain, karena saya tim kecil saja, tidak seperti caleg lain. Jadi saya atur semua. Saya enggak ada waktu untuk itu (menyampaikan)," jawab Norman.
Dalam kasus ini, Haris didakwa menyuap mantan Ketua Umum PPP Romahurmuziy atau Romy dan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin. Haris memberikan uang Rp 325 juta kepada Romy dan Lukman Hakim.
Menurut jaksa, pemberian uang itu patut diduga karena Romy dan Lukman Hakim melakukan intervensi baik langsung maupun tidak langsung terhadap proses pengangkatan Haris sebagai Kepala Kanwil Kemenag Jatim.
Sebab, Haris saat itu tak lolos seleksi karena ia pernah dijatuhi sanksi hukuman disiplin.
https://nasional.kompas.com/read/2019/07/03/17145391/pengurus-ppp-jatim-mengaku-pakai-uang-romy-dari-haris-rp-250-juta-untuk