"Ketidakjelasan atau tidak detailnya penjelasan Polri maka kesimpulan itu bisa memunculkan asumsi di publik terkait pelaku penembakan yang tentu merugikan masyarakat," kata Staf Biro Penelitian, Pemantauan, dan Dokumentasi Kontras Rivanlee Anandar di kantor Kontras, Jakarta, Rabu, (12/6/2019).
Kontras mengatakan, adanya korban dalam peristiwa ini seharusnya menjadi prioritas utama pemerintah dan aparat penegak hukum untuk diusut lebih dalam siapakah aktor yang terlibat dan bertanggungjawab.
Hal ini juga terkait dengan pernyataan polri yang menyebut bahwa aparat kepolisian tidak menggunakan peluru tajam saat kerusuhan.
"Ada 8 orang tertembak, 3 di antaranya adalah anak di bawah umur berusia 16, 17 dan 15 tahun. Polri tidak menjelaskan terkait proyektil yang ditemukan di tubuh korban dan TKP serta lokasi arah tembakan," tutur Rivanlee.
Rivanlee melontarkan, proses penegakan hukum ini juga terlihat timpang. Polri sejatinya menunjukkan independensi dan akuntabilitas sehingga tidak memunculkan bias informasi.
"Aparat kepolisian juga harus terbuka terkait pelanggaran hukum dan HAM yang dilakukan oleh personilnya atau oleh siapapun yang ikut bertanggungjawab. Tidak boleh ada impunitas hukum," katanya.
Sebelumnya, Kepala Divisi Humas Polri bersama Kepala Pusat Penerangan TNI menyampaikan konferensi pers soal perkembangan kerusuhan 21-22 Mei 2019.
Dalam konferensi pers tersebut, polisi mengungkap dua aktor utama skenario rencana pembunuhan empat tokoh nasional dan satu pemimpin lembaga survei, yakni mantan Kaskostrad Mayjen TNI (Purn) KZ dan HM.
https://nasional.kompas.com/read/2019/06/12/16322681/kontras-polri-seharusnya-prioritaskan-usut-kematian-korban-kerusuhan-22-mei