Hal itu dikatakan Karen menanggapi kesaksian Gita dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi.
"Coba komisaris belajar mengenai arti akusisi. Akusisi itu adalah proses dimulai bidding sampai penandatangan SPA, jadi tidak ada akusisi stop di bidding," kata Karen di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (24/5/2019).
Dalam persidangan sebelumnya, Gita Wirjawan mengakui ada beda pemahaman antara Dewan Komisaris dan Direksi Pertamina pada 2009. Perbedaan itu terkait pemahaman mengenai bidding atau penawaran yang dilakukan Pertamina di Australia.
Menurut Gita, awalnya direksi melalui Direktorat Hulu Pertamina yang diwakili Karen Agustiawan memaparkan rencana ekspansi Pertamina dalam konteks hulu dan hilir kepada komisaris. Untuk hulu, disampaikan secara spesifik mengenai produksi minyak dan gas di luar negeri.
Setelah itu, menurut Gita, dilakukan rapat rencana akuisisi saham Roc Oil Ltd, untuk menggarap Blok Basker Manta Gummy (BMG) Australia tahun 2009.
Namun, menurut Gita, persetujuan Dewan Komisaris hanya sebatas kebijakan melakukan penawaran, tanpa akuisisi. Menurut Gita, bidding yang dilakukan semata-mata hanya untuk memberikan pembelajaran kepada Pertamina soal penawaran.
Selanjutnya, menurut Gita, Direksi Pertamina saat itu sudah menyetujui participating interest (PI) atas lapangan atau Blok Basker Manta Gummy (BMG) Australia tahun 2009. Persetujuan itu dilanjutkan dengan penandatanganan sale purchase agreement (SPA) dengan pihak Roc Oil Ltd.
Menurut Gita, untuk mengambil keputusan mengenai akuisisi, perlu ada informasi tambahan yang harus ditelaah oleh direksi. Itu sebabnya Dewan Komisaris Pertamina hanya menyetujui bidding tanpa pembelian saham atau akuisisi.
Namun, hal itu dibantah oleh Karen.
"Itu yang bilang seperti itu adalah pihak-pihak yang tidak pernah punya pengalaman akusisi migas, mungkin akusisi PT bisa, tapi akusisi migas tidak seperti itu," kata Karen.
Menurut Karen, proses bidding dan akuisisi dalam migas adalah suatu kesatuan. Maka, saat direksi mengajukan persetujuan komisaris, menurut Karen, termasuk hingga proses penandatanganan sales purchase agreement (SPA).
Menurut Karen, tidak bisa prosesnya hanya berhenti setelah penawaran. Proses harus berlanjut hingga penandatanganan SPA.
"Kalau sudah dibilang akusisi itu dari awal, dari data room sampai tanda tangan SPA. Jadi tidak ada stop di tengah jalan," kata Karen.
Karen dituntut 15 tahun penjara dan membayar denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan. Karen juga dituntut hukuman tambahan berupa pembayaran uang pengganti senilai Rp 284 miliar.
Karen didakwa telah mengabaikan prosedur investasi yang berlaku di PT Pertamina dan ketentuan atau pedoman investasi lainnya dalam Participating Interest (PI) atas Lapangan atau Blok Basker Manta Gummy (BMG) Australia tahun 2009.
Karen dianggap memutuskan melakukan investasi PI di Blok BMG Australia tanpa melakukan pembahasan dan kajian terlebih dulu. Karen dinilai menyetujui PI tanpa adanya due diligence serta tanpa adanya analisa risiko yang ditindaklanjuti dengan penandatanganan Sale Purchase Agreement (SPA).
Selain itu, menurut jaksa, penandatanganan itu tanpa persetujuan dari bagian legal dan Dewan Komisaris PT Pertamina.
Menurut jaksa, perbuatan Karen itu telah memperkaya Roc Oil Company Ltd Australia. Kemudian, sesuai laporan perhitungan dari Kantor Akuntan Publik Drs Soewarno, perbuatan Karen telah merugikan negara Rp 568 miliar.
https://nasional.kompas.com/read/2019/05/24/13565801/karen-agustiawan-anggap-gita-wirjawan-tak-paham-soal-akuisisi-migas