Hal ini sesuai dengan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2018 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD bahwa posisi pimpinan DPR ditentukan berdasarkan perolehan suara.
Sementara itu, pimpinan MPR akan ditentukan dengan sistem paket.
Pengamat politik dari Universitas Paramadina Hendri Satrio berpendapat posisi ketua MPR nantinya diisi oleh perwakilan partai oposisi.
Sebab partai pendukung pemerintahan baru Jokowi-Ma'ruf akan mendapatkan jabatan ketua DPR.
"Repot bila semua pejabat negara satu kubu. Akan sulit oposisi bergerak mengimbangi apalagi suara di DPR kalah banyak dibandingkan koalisi Jokowi," ujar Hendri ketika dihubungi, Selasa (21/5/2019).
Hendri mengatakan kehadiran opisisi sebagai salah satu pejabat negara juga penting untuk menyeimbangkan tatanan pemerintahan. Fungsi check and balance akan berjalan dengan baik.
Menurut Hendri, partai koalisi pendukung pasangan calon Prabowo-Sandiaga bisa didorong untuk menduduki jabatan ini. Partai Gerindra bisa dipilih karena menjadi partai oposisi dengan perolehan suara terbanyak.
Partai Keadilan Sejahtera juga bisa dipertimbangkan mengingat militansi kadernya. Partai Amanat Nasional juga bisa mendapatkan posisi ketua MPR karena punya pengalaman pada periode sebelumnya. Begitu juga dengan Partai Demokrat.
"Yang pasti tidak bagus kalau semua (pimpinan lembaga) satu kubu dengan petahana, bisa jadi orde baru jilid II," ujar Hendri.
https://nasional.kompas.com/read/2019/05/21/12025661/pengamat-agar-seimbang-jabatan-ketua-mpr-lebih-baik-diisi-oposisi