Demikian diungkap Tenaga Ahli Utama Kedeputian IV bidang Komunikasi Politik dan Diseminasi Informasi Kantor Staf Kepresidenan (KSP) Ali Mochtar Ngabalin saat dijumpai di salah satu hotel di Jakarta Pusat, Senin (20/5/2019).
"Masak sih ente-ente punya mata dan telinga buta tuli? Hari ini nyata-nyata ada seperti itu (berpotensi disusupi), kok masih ngotot? Siapa sih yang memprovokasi?" ujar Ali.
Demikian pula dengan masyarakat umum.
Politikus Partai Golkar itu berharap agar publik hati-hati benar jika tetap ingin mengikuti aksi unjuk rasa yang rencananya dilaksanakan di Komisi Pemilihan Umum (KPU) tersebut.
Ali mengatakan, modus yang dilakukan kelompok teror ini sama seperti yang terjadi di Timur Tengah. Semisal Syria, Mesir, Afghanistan dan Lebanon.
Publik harus melihat fakta sejarah tersebut agar tidak ikut terbawa-bawa.
Ongkos sosial yang diakibatkan apabila terjadi chaos sangat besar. Salah satu yang paling penting adalah keutuhan dan persatuan bangsa Indonesia.
"Negeri ini hidup ada orang Katolik, Protestan, Hindu, Buddha, Konghucu dan lain- lain. Kita-kita sebagai umat Muslim harus mengerti bagaimana tata cara orang Islam menghadapi masalah demokrasi di Tanah Air. Bukan radikal seperti itu," ujar Ali.
Ali pun berharap TNI-Polri mengerjakan tugasnya dengan baik dalam pengamanan aksi unjuk rasa 22 Mei 2019 mendatang.
"Saya lihat antisipasi TNI-Polri tidak bercanda ya. Seluruh kekuatan dipersiapkan. Ya itu bentuk jangan anggap sepele. Berkaca pada sejarah Syria, Mesir dan Lebanon itu, mula-mulanya dianggal hal biasa," ujar Ali.
Berpotensi Disusupi Teroris
Diberitakan, informasi soal dugaan penyusup dalam aksi unjuk rasa 22 Mei 2019 itu pertama diungkap Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko.
Ia menegaskan, imbauan aparat keamanan agar masyarakat tidak bergabung ke aksi unjuk rasa itu, bukan untuk 'menggemboskan' aksi itu sendiri.
Imbauan perlu dibuat lantaran ada kelompok yang memanfaatkan aksi unjuk rasa tersebut untuk mengganggu ketertiban dan keamanan negara.
"Situasi itu mengundang pihak-pihak tertentu yang sering kita dengar. Ada kelompok teroris dan kelompok lain yang kepingin memanfaatkan situasi," ujar Moeldoko saat dijumpai di Gedung Bina Graha, Kompleks Istana Presiden, Jakarta, Senin siang.
Indikasi mengarah ke situasi chaos, lanjut Moeldoko, sudah cukup kuat. Baru-baru ini, Polri menangkap sejumlah terduga teroris. Dari mereka, Polri mendapatkan banyak informasi mengenai pemanfaatan aksi 22 Mei 2019.
Pertama, mereka mempersiapkan senjata api, lengkap dengan peluru tajam serta peredamnya. Polri pun menduga, perlengkapan itu akan diarahkan ke kerumunan massa sehingga seolah-olah peluru itu datang dari TNI-Polri yang berjaga.
Kedua, kelompok teror juga sudah mempersiapkan martir yang akan dikorbankan pada aksi unjuk rasa itu.
"Sehingga nanti akan menjadi titik awal mereka melakukan anarkis," lanjut mantan Panglima TNI tersebut.
Dengan skenario demikian, maka tentu opini yang akan terbangun adalah pemerintah menggunakan TNI-Polri untuk sewenang-wenang dengan masyarakat.
Ini cara untuk membangkitkan simpati publik dan membuat ketidakpercayaan ke pemerintah.
Oleh sebab itu, Moeldoko pun menganjurkan kepada peserta aksi unjuk rasa yang akan memprotes hasil penetapan Pemilu 2019 oleh KPU lebih baik menempuh jalur hukum terkait aspirasinya tersebut.
Jangan mereka turun ke jalan kemudian justru dimanfaatkan oleh kelompok yang tidak bertanggung jawab.
https://nasional.kompas.com/read/2019/05/20/19422391/ali-mochtar-masak-sih-ente-ente-punya-mata-telinga-buta-tuli