"Di masa puasa atau Ramadhan ini itu esensinya adalah menahan hal-hal yang membatalkan puasa, seperti menahan diri untuk tidak menyebarkan kebencian, adu domba, dan sebagainya," ujar Said Aqil kepada Kompas.com, Senin (13/5/2019).
Hal itu disampaikan Said Aqil menyusul kasus dugaan makar yang menjerat seorang pria berinisial HS (25). HS dikenakan pasal makar karena mengancam memenggal Presiden Joko Widodo. Ancaman itu ia lontarkan saat demo di depan Gedung Bawaslu RI, Jalan MH Thamrin, pada Jumat (10/5/2019) siang.
Ia pun menyesalkan apa yang dilakukan oleh HS. Ia mengimbau masyarakat untuk tidak melakukan hal serupa mengingat saat ini umat Islam sedang menjalani puasa.
"Sebagai umat Islam kita harus sadar bahwa kini sedang masa Ramadhan sebagai salah satu rukun Islam. Secara hakikat, kita harus menahan egoistis dan hawa nafsu, itu ada kendalinya, tidak bisa dibiarkan begitu saja. Tidak boleh kita menyakiti, menghina, merendahkan, dan meresahkan orang lain," ungkapnya kemudian.
Said Aqil mengingatkan kepada umat Islam untuk tidak melakukan hal yang tak berakhklak dan berbudaya. Dalam situasi politik saat ini, masyarakat memang memiliki kebebasan dalam menyampaikan pendapat maupun aspirasi, namun hal tersebut harus diimplikasikan sesuai aturan.
"Dalam pemilu ini ada menang dan yang kalah, itu wajar. Kalau ada yang tidak terima ya ada jalurnya. Demo ya boleh dalam menyampaikan ekspresi ketidakpuasan, tapi harus ada akhlaknya dan budayanya. Indonesia ini bangsa yang berakhlak," tegas Said Aqil.
Sesama umat manusia, lanjutnya, juga tidak boleh mengancam orang lain, apalagi berencana menghilangkan nyawa seseorang. Baginya, setiap individu harus menjadi orang yang menjaga persatuan, keamanan, perdamaianan, dan kenyamanan bagi lingkungan di sekitarnya.
https://nasional.kompas.com/read/2019/05/13/14111751/pbnu-ajak-seluruh-umat-islam-menahan-diri-tak-sebar-ujaran-kebencian